Istri Tersangka Kasus DW Dikorek Tim Penyidik

Diduga Terima Aliran Dana Dari Wajib Pajak

Kamis, 03 Mei 2012, 09:02 WIB
Istri Tersangka Kasus DW Dikorek Tim Penyidik
Dhana Widyatmika
RMOL.Kejaksaan Agung membidik istri tersangka kasus korupsi dan pencucian uang Herly Isdiharsono, Novi Ramdhani terkait dugaan aliran dana hasil korupsi yang dilakukan suaminya bersama Dhana Widyatmika.

Untuk kepentingan penyi­di­kan, kemarin penyidik mengorek keterangan Novi Ramdhani se­ba­gai saksi. “Hari ini diperiksa se­orang saksi, yakni NR,” ujar Ke­pala Pusat Penerangan Hukum Ke­jaksaan Agung Adi Toegarisman.

Istri Herly itu menjalani pe­me­riksaan di Gedung Bundar Ke­jaksaan Agung, Jalan Sultan Ha­sanuddin, Jakarta Selatan sejak pukul 10 pagi.  Sekadar men­gi­ngatkan, Herly dan Dhana Wid­yatmika (DW) adalah pegawai ne­geri di Direktorat Jenderal Pa­jak Kementerian Keuangan. Me­reka juga berkongsi dalam bisnis jual beli mobil di PT Mitra Mo­dern Mobilindo, dengan show­room bernama Mobilindo 88.

Adi menambahkan, Kejaksaan Agung masih mendalami perkara korupsi dan pencucian uang ini. Tidak tertutup kemungkinan ter­sangka kasus ini bertambah. “Apa­kah NR akan menjadi ter­sangka atau tidak, itu tergantung proses penyidikan, tergantung bukti-bukti yang ditemukan,” ujarnya.

Sebelumnya, Direktur Penyidi­kan pada Jaksa Agung Muda Pi­dana Khusus Arnold Angkouw mengakui, penyidik menemukan aliran uang Rp 2,7 miliar dari wa­jib pajak ke istri Herly. “Se­men­tara ini kami lihat ada yang me­nga­lir ke situ,” ujarnya.

Aliran uang kepada istri Herly itu, diduga berasal dari tersangka Johnny Basuki, Direktur PT Nug­raha Giri dan PT Mutiara Virgo. Johnny juga sudah ditahan seperti DW dan Herly. “Aliran uang itu dari tersangka yang sudah kami tahan ke situ,” ucap Arnold.

Herly dan Dhana diketahui per­nah bertugas di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pancoran, Jakarta Se­latan. Keduanya pernah me­na­ngani restitusi pajak PT Mutiara Virgo milik Johnny pada tahun 2005 hingga 2006, melalui kon­sultan pajak.

Herly yang posisi terakhirnya sebagai Kepala Seksi Kantor Wilayah Ditjen Pajak Pro­vinsi Aceh, ditahan di Rumah Ta­hanan Salemba Cabang Ke­jak­saan N­e­geri Jakarta Selatan. Dha­na di­ta­han di Rutan Salemba cabang Ke­jaksaan Agung. Sedangkan Johnny ditahan di Rutan Kelas I Cipinang, Jakarta Timur.

Kemarin, selain memeriksa istri Herly, penyidik juga mengo­rek keterangan saksi lain. “Hari ini ada dua saksi lain yang di­periksa dari pukul 10 pagi. Me­reka adalah Veemy S dan Kris,” ujar Adi Toegarisman.

Penyidik juga tengah me­ne­lusuri dugaan keterlibatan ke­luar­ga tersangka yang lain dalam ka­sus korupsi yang bermuara pada tindak pidana pencucian uang ini. Seperti diketahui, sudah ada lima tersangka dalam kasus ini.

Yakni, DW, Firman (atasan DW di Dit­jen Pajak), Herly Isdi­harsono (te­man bisnis dan rekan DW di Dit­jen Pajak), Johnny Basuki (wajib pajak) dan Salman Maghfiroh (be­kas pegawai Ditjen Pajak).  

Menurut Arnold Angkouw, pe­nyidik tidak hanya berhenti pada penetapan lima tersangka itu. Jika dari penyidikan ditemukan ke­ter­libatan pihak lain, katanya, pe­nyidik tidak segan-segan me­ne­tap­kan tersangka baru.

Sejauh ini, lanjut Arnold, saksi-saksi yang dipanggil antara lain di­minta mengklarifikasi transaksi mencurigakan di rekening me­re­ka. Sepanjang para saksi tak bisa membuktikan bahwa duit di re­kening mereka bukan hasil ko­rup­si para tersangka, maka m­e­reka akan disangka turut m­e­la­ku­kan tindak pidana pencucian uang.

Penyidik, kata Arnold, juga mendalami apakah istri tersangka DW, Dian Anggraeni terlibat kasus pencucian uang yang mem­belit suaminya. “Itu juga kami da­lami,” ujarnya.

Reka Ulang

Istri Dan Adik Jadi Direktur

Masa penahanan tersangka Dhana Widyatmika (DW) di­perpanjang untuk kedua kalinya hingga 30 Mei 2012.

Seiring perpanjangan masa penahanan itu, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Andhi Nir­wanto mengaku telah mem­erin­tah­kan anak buahnya untuk nge­but menyelesaikan berkas DW agar bisa segera naik ke pe­nun­tu­tan.

“Saya sudah minta pe­nyidik, da­lam masa perpanjangan ini di­upayakan selesai,” katanya di Ge­dung Bundar, Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan pada Selasa lalu (1/5).

Menurut Andhi, penyidikan terhadap para tersangka kasus korupsi dan pencucian uang ini sudah mulai mengerucut. Pe­nyidikan sudah menyentuh ata­san, bawahan, hingga wajib pajak yang ditangani tersangka DW. “Kami harap, perpanjangan masa penahanan ini, kurang dari 90 hari sudah bisa ke penuntutan,” kata dia.

Jika nanti berkas perkara Dhana sudah dituntaskan penyi­dik, bukan berarti kasus ini ber­hen­ti. Tidak tertutup kemung­ki­nan akan ada penetapan tersangka lain jika dalam penyidikan dan persidangan muncul fakta-fakta baru. “Kasus ini bisa saja ber­kem­bang. Bahkan di pengadilan nanti, kalau terungkap fakta-fakta baru, bisa kami tindaklanjuti,” kata Andhi.   

Kejagung tidak hanya me­na­ngani kasus ini dari sisi tindak pidana korupsi, tapi juga pen­cu­cian uang. Dari sisi dugaan pen­cucian uang itulah, istri salah satu tersangka Herly Isdiharsono, Novi Ramdhani (NR) diperiksa penyidik sebagai saksi, kemarin. Sebelumnya, NR juga telah di­korek keterangannya pada Selasa (1/5). NR yang merupakan Di­rektur PT Mitra Modern Mobi­lindo (MMM), sempat tidak memenuhi panggilan penyidik pada Jumat (27/4).

Jauh sebelumnya, penyidik te­lah mengorek keterangan Di­rektur Utama PT MMM Jama­lud­din dan Direktur PT MMM Henry Avianto sebagai saksi. Nama terakhir adalah adik Herly.

Seperti diketahui, Dhana dan Herly disangka Kejaksaan Agung menyamarkan hasil korupsi de­ngan menggunakan PT MMM. Dhana dan Herly adalah Komi­sa­ris di perusahaan tersebut. Peru­sahaan patungan mereka itu bergerak dalam bidang jual beli mobil truk. Tak pelak, Kejaksaan Agung menyita 17 truk di show­room milik kedua tersangka itu.

Jaksa Agung Basrief Arief per­nah menyatakan, harta kekayaan DW yang telah disita Kejaksaan Agung sekitar Rp 18 miliar. Tapi, itu masih angka sementara lanta­ran masih ada aset Dhana yang belum disita. Apalagi, penyidik Ke­jagung masih menelusuri harta kekayaan PNS Ditjen Pajak itu di sejumlah daerah.

Hal itu disampaikan Basrief seusai mengikuti peluncuran buku Kinerja Akhir Tahun Ke­jak­saan Agung di Sasana Pradana, Gedung Utama, Kejaksaan Agung, Jakarta. “Rekapitulasi itu masih dilakukan. Angka itu be­lum termasuk tanah, karena tanah belum dihitung semua. Ini tidak hanya di Jakarta, tetapi juga di luar Jakarta. Kami kirim penyidik ke daerah-daerah untuk pene­lu­suran,” ujarnya.

Kepala Pusat Penerangan Hu­kum Kejaksaan Agung Adi Toe­garisman menambahkan, pe­nyi­dik telah menghitung jumlah har­ta kekayaan DW yang sudah resmi disita. “Hasil rekap se­men­tara terha­dap harta dan barang bukti yang disita dari DW, jum­lahnya 18 miliar, 448 ribu ru­piah,” ujarnya.

Awalnya Mantap, Kemudian Melempem

Poltak Agustinus Sinaga, Ketua PBHI Jakarta

Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Ja­karta Poltak Agustinus Sinaga menilai, penanganan kasus ko­rupsi dan pencucian uang de­ngan tersangka pegawai Ditjen Pajak Dhana Widiyatmika (DW) awalnya terkesan mantap.

Akan tetapi, lanjut Poltak Agustinus, proses selanjutnya tampak melempem. “Saya me­lihat, kinerja Kejaksaan Agung menangani kasus ini ujung-ujungnya lamban,” ujarnya, kemarin.

Poltak mengingatkan, jika penanganan kasus Dhana Widyatmika ini lama dan tak kunjung naik ke penuntutan, maka kinerja Kejaksaan Agung kembali ternoda.

“Apalagi kalau hanya ber­hen­ti pada lima tersangka ter­masuk DW itu,” katanya.

Menurutnya, Kejaksaan Agung tidak boleh berhenti me­lakukan pengusutan hanya pada lima tersangka itu. Soalnya, kasus seperti ini patut diduga punya jalur hirarkis sampai ke atasan, sehingga mesti diusut hingga tuntas.

“Dugaan keter­libatan para ata­san juga mesti didalami. Ke­jagung tidak boleh tebang pilih, apalagi kasus seperti ini sudah ber­ulang-ulang terjadi,” katanya.

Jika proses pengusutan masih biasa-biasa saja, lanjut Poltak, maka segala fasilitas yang di­berikan kepada pimpinan dan aparat penegak hukum perlu dievaluasi. Begitu pula di Ditjen Pajak, mengingat kasus seperti ini sudah berulang kali terjadi.

“Itu artinya remunerasi gagal, karena watak birokrasi di Ditjen Pajak belum berubah. Sebaik­nya proses penerimaan pegawai dikaji ulang. Dana renumerasi lebih baik dialihkan untuk ke­sejahteraan rakyat seperti pe­m­bangunan sekolah dan rumah sakit,” tandasnya.

Tidak Perlu Berlama-lama

Dasrul Djabar, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Dasrul Djabar mengingatkan Kejaksaan Agung agar tidak berlama-lama menaikkan status tersangka kasus korupsi dan pen­cucian uang Dhana Wid­yat­mika ke tahap penuntutan.

Dasrul mengingatkan, proses penyidikan tetap bisa berjalan untuk menelusuri keterlibatan pihak lain dalam kasus ini, mes­ki tersangka Dhana Widyat­mi­ka (DW) masuk ke tahap pe­nun­tutan. “Penuntut pun mesti segera melengkapi berkas DW sehingga bisa segera dikirim­kan ke pengadilan. Buat apa ber­lama-lama. Sejauh pe­r­sya­ra­tan terpenuhi, segera saja ditun­tut. Sedangkan yang lain-lain, te­tap disidik,” ujarnya, kemarin.

Dia menambahkan, jika kembali memperpanjang masa penahanan tersangka, bisa jadi Kejaksaan Agung tidak punya cukup bukti dan tidak profe­sional melakukan penyidikan dan pemberkasan.

“Berkas para tersangka tidak mesti dileng­kapi secara bersa­ma­an dulu, baru dilimpahkan ke penun­tutan. Berkas siapa yang sudah siap duluan, segera lempar ke pe­nuntut umum dan ke penga­di­lan. Kasus itu tidak harus ko­lekitf penuntutannya.”

Dasrul mengingatkan, mak­si­mal masa penahanan tersang­ka 120 hari. Sangat riskan bila masa penahanan berlama-lama, sehingga berakhir sebelum pe­nuntutan. “Tidak mesti penuh 120 hari masa penahanan baru dituntut. Masa penahanan 120 hari itu maksimal. Kalau bisa 30 hari, kenapa harus sampai 120 hari. Ingat, kalau sudah melewati masa penahanan 120 hari, tersangka harus di­be­bas­kan demi hukum,” urainya.

Jika tidak ada lagi alasan mem­perpanjang masa pena­hanan yang sangat urgen, lanjut Dasrul, maka jangan sengaja memperpanjang masa penaha­nan. “Jangan cari-cari alasan memperpanjang penahanan. Ini akan menjadi pertanyaan, se­jauh mana jaksa mem­buktikan bahwa tersangka telah meme­nuhi persyaratan untuk segera ma­suk ke pengadilan,” ujarnya.

Dia pun mengingatkan, m­a­sing-masing tersangka punya ber­kas sendiri-sendiri. Kare­na­nya, jangan cari-cari alasan un­tuk memperlama penyidikan. “Berkasnya terpisah, walaupun saling terkait kasusnya. Masing-masing orang mem­per­tang­gung­jawabkan perbuatannya sen­diri-sendiri,” ujarnya.

Justru, katanya, berkas ter­sang­ka yang telah menjadi ter­dakwa akan memperkuat pe­nyi­dikan terhadap para tersangka lain. “Penyidikan ke pihak-pi­hak lain itu tidak berarti me­na­han dulu bukti-bukti dan ber­kas-berkas yang sudah lengkap. Kirimkan saja ke penuntutan, sambil proses penyidikan tetap berjalan kepada yang lain,” ujar Dasrul. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA