HARI PERJUANGAN DAN HAK PETANI

Selesaikan Konflik Agraria dan Cabut Undang-Undang Pengadaan Tanah!

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Rabu, 18 April 2012, 10:38 WIB
Selesaikan Konflik Agraria dan Cabut Undang-Undang Pengadaan Tanah<i>!</i>
ilustrasi
RMOL. Ketidakadilan agraria di Indonesia masih saja berlangsung. Negara belum mengambil perannya dalam melindungi dan memenuhi hak-hak petani. Berbagai kasus konflik agraria sebagai akibat dari ketimpangan penguasaan struktur agraria yang berujung pada kekerasan bahkan korban jiwa tidak pernah diselesaikan secara serius oleh pemerintah.

Kita tahu bahwa Komnas HAM dan beberapa institusi pemerintah menyatakan komitmennya untuk mengusut tuntas sejumlah kasus akibat konflik agraria. Bahkan, pemerintah secara khusus sempat membentuk tim khusus untuk melakukan penyelidikan. Namun, semua komitmen lembaga-lembaga negara dan institusi pemerintah hanyalah isapan jempol belaka. Berbagai kasus kekerasan akibat konflik agraria yang sempat menyita perhatian publik seakan menguap begitu saja.

"Dalam konteks inilah, dua momen penting bagi perjuangan pembaruan agraria, yaitu Hari Perjuangan Petani Internasional yang jatuh pada tanggal 17 April, dan Hari Hak Asasi Petani (HAP) Indonesia pada tanggal 20 April masih relevan untuk diperingati," Ketua Komite Eksekutif Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Gunawan, kepada Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Rabu, 18/4).

Tanggal 17 April 1996 merupakan salah satu hari yang kelam bagi kaum tani di seluruh dunia. Saat itu terjadi tragedi di El Dorado dos Carajas, Brasil, di mana sembilan belas petani tak bertanah yang mempertahankan hak-hak mereka untuk memproduksi pangan dengan menuntut akses terhadap tanah dibunuh oleh polisi militer. Sejak peristiwa tersebut, tanggal 17 April diperingati sebagai Hari Perjuangan Petani Internasional.

Sementara, untuk Hari Hak Asasi Petani Indonesia merupakan kesepakatan dari konsolidasi seluruh gerakan tani dan aktivis pembaruan agraria dalam Konferensi Nasional Pembaruan Agraria untuk Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Asasi Petani di Cibubur Jakarta pada tahun 2001. Konferensi Nasional ini menghasilkan naskah Deklarasi Hak Asasi Petani. Adapun hak-hak yang hendak dilindungi dalam deklarasi meliputi; kesetaraan hak perempuan dan laki-laki petani, hak atas kehidupan dan atas standar kehidupan yang layak, hak atas Tanah dan Teritori, hak atas benih, pengetahuan dan praktek pertanian tradisional, hak atas permodalan dan sarana produksi pertanian, hak atas informasi dan teknologi pertanian, kebebasan untuk menentukan harga dan pasar untuk produksi pertanian, hak atas perlindungan nilai-nilai pertanian, hak atas keanekaragaman hayati, hak atas pelestarian lingkungan, kebebasan berkumpul, berpendapat dan berekspresi, dan hak untuk mendapatkan akses terhadap keadilan.  

Gunawan menyayangkan, alih-alih membela para petani, pemerintah bersama DPR justru aktif mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang melegalkan perampasan tanah rakyat. Terkini adalah dikeluarkannya Undang-Undang No 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Padahal sejatinya, undang-undang ini merupakan tindak lanjut dari National Summitpada tanggal 29-31 Oktober 2009, yang tidak lain adalah pertemuan kalangan pengusaha bersama pemerintah, dengan tujuan utama menghilangkan pelbagai hambatan guna mempercepat pembangunan infrastruktur, sektor industri, dan lainnya.

"Dalam konteks inilah IHCS akan memperkuat perjuangan di dua ruang. Pertama, pembaruan hukum melalui aksi legal-konstitusional, semisal dengan uji materi undang-undang terkait agraria di Mahkamah Konstitusi dalam waktu dekat ini. Antara lain Undang-undang No 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas, dan Undang-Undang No 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan," katanya.

Kedua, lajut Gunawan, IHCS akan melakukan pembaruan hukum melalui penyusunan konsep tandingan peraturan perundang-undangan terkait agraria. Pertarungan konsep ini menjadi penting setelah IHCS merefleksikan kerja-kerja advokasi, khususnya di Mahkamah Konstitusi. Pengalaman uji materi Undang-Undang Sumber Daya Air, Undang-Undang Penanaman Modal, dan Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil telah memberikan pelajaran tentang pentingnya basis wacana keadilan agraria yang kuat.

"Dalam rangka memperkuat kerja-kerja pembaruan hukum, IHCS akan meluncurkan program "Inisiatif Indonesia untuk Keadilan Agraria (Indoagraria)" sebagai sebuah ruang untuk mewadahi inisiatif para aktivis pembaruan agraria yang lahir dari dinamika advokasi konflik agraria dan perjuangan reforma agraria di tanah air," jelasnya.

Melalui Indoagraria, lanjutnya, diharapkan bisa memperkaya perspektif dari Deklarasi Hak Asasi Petani yang dihasilkan dalam Konferensi Nasional Pembaruan Agraria dan Hak Asasi Petani di tahun 2001. Naskah Deklarasi inilah yang menjadi konsep dasar IHCS dalam mengadvokasi inisiatif RUU Perlindungan Hak Asasi Petani di DPR RI dan advokasi inisiatif Hak Asasi Petani sebagai salah satu instrumen HAM di PBB.[dem]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA