RMOL. KPK tak kunjung berhasil membawa pulang tersangka kasus korupsi pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Neneng Sri Wahyuni ke Indonesia.
Padahal, Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas sudah meÂnyamÂpaikan bahwa Neneng, inÂformasinya berada di Malaysia. NaÂmun, Busyro tidak bisa meÂmastikan di negeri jiran, Neneng berada di kota mana.
Polri yang mempunyai jalur kerÂjasama resmi dengan InterÂnational Police (Interpol) atau keÂpolisian internasional pun belum mampu membawa Neneng ke Indonesia. Tapi, menurut Kepala Bareskrim Polri Komjen SutarÂman, penangÂkaÂpan buronan KPK itu tidak bisa dilakukan kepÂoÂliÂsian begitu saja. Untuk itu, Polri maÂsih menunggu koorÂdinasi deÂngan KPK.
Menurut Sutarman, jika KPK meÂminta, maka Polri siap meÂmÂbantu melakukan pengejaran. “KaÂlau KPK minta itu, nanti kita berÂsama-sama melakukan pengeÂjaÂran. Neneng ini kasusÂnya di KPK, jadi seharusnya KPK,†ujarnya.
Akan tetapi, kata Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo, KPK sudah mengÂinÂtenÂsifkan koordinasi dengan Polri. Ia berharap, intensitas koordinasi tersebut ditingkatkan Polri ke Interpol.
Ditanya, apakah tim KPK suÂdah pernah mendeteksi kebeÂraÂdaan ÂNeneng di Malaysia mauÂpun Thailand, Johan mengaku, KPK sama sekali belum meÂnyiapkan tim tersebut. “Belum ada,†katanya.
Dia menyatakan, fokus KPK dalam perburuan Neneng adalah meningkatkan koordinasi dengan kepolisian. Sejak Neneng diÂnyaÂtakan buron, Komisi PemÂbeÂranÂtasan Korupsi sudah melakukan koordinasi dengan Mabes Polri. Soalnya, Mabes Polri yang punya kewenangan berkoordinasi deÂngan Interpol.
Komisi Pemberantasan KorupÂsi, menurut Johan, belum menÂdaÂpatkan informasi resmi dari Mabes Polri mengenai keberaÂdaÂan istri terdakwa kasus suap pemÂbangunan Wisma Atlet, NaÂzaÂruddin tersebut.
Menurut Kabareskrim Polri SuÂtarman, Neneng diduga berada di negara yang bertetangga deÂngan Indonesia. Namun, dia tidak mau memastikan nama negara tersÂebut. Dia hanya menyamÂpaiÂkan ciri-ciri lokasi yang jadi temÂpat persembunyian Neneng. “LoÂkasinya tidak jauh-jauh dari InÂdonesia,†ucap bekas Kapolda Metro Jaya ini.
Tapi, sumber di lingkungan Sekretariat NCB-Interpol IndoÂneÂsia atau Divisi Hubungan InterÂnational Polri menginformasikan, keberadaan Neneng terendus InÂterpol saat meninggalkan ThaiÂland menuju Malaysia. “Dia meÂmakai identitas palsu,†katanya.
Dengan identitas palsu terseÂbut, Neneng diduga kerap bolak-balik Thailand-Malaysia. NaÂmun, sumber ini menolak meÂrinÂci lokasi persembunyian Neneng di kedua negara itu.
Dia hanya menyatakan, keÂmungÂkinan besar saat ini, Neneng masih di MalayÂsia. Di negara jiran itu, tambahÂnya, Neneng tingÂgal di sebuah aparÂtemen. “Kami tengah meÂngemÂbangkan informasi ini berÂsama keÂpolisian setempat dan Interpol.â€
Menurut Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Boy Rafli Amar, kepolisian beÂlum mengetahui persis lokasi persÂembunyian Neneng. Jika loÂkasinya sudah pasti, Interpol tentu akan mengambil tindakan teÂgas.
Setidaknya, intensitas koorÂÂdinasi antara Interpol dengan Sektretariat Divisi Hubungan InÂternational Polri akan ditingÂkatÂkan. Selain itu, otoritas keamanan negara yang jadi tempat perÂsemÂbunyian Neneng akan mengÂinÂforÂmasikan keberadaan buronan itu.
Lantaran belum menerima inÂformasi resmi tentang posisi NeÂneng, kepolisian belum bisa meÂnetapkan langkah penangkapan di Malaysia maupun Thailand.
“Intinya, koordinasi Polri deÂngan Interpol masih berlangsung. KoorÂdinasi dengan otoritas keÂamanan kedua negara itu, juga diÂintensifkan. Hal itu untuk meÂmasÂtikan kebenaran informasi yang berkembang belakangan ini,†urainya.
Perburuan Neneng tidak hanya diÂlaksanakan Indonesia. SeÂbaÂnyak 166 negara anggota InÂterpol, secara otomatis juga ikut melacak jejak buronan KPK tersebut.
REKA ULANG
Dari Neneng Hingga Timas Ginting
Neneng Sri Wahyuni tak kunÂjung dibawa pulang ke IndoÂneÂsia. Padahal, sudah cukup lama NeÂneng ditetapkan Komisi PemÂbeÂranÂtasan Korupsi sebagai terÂsangka.
Pada 14 Agustus 2011, Ketua KPK saat itu Muhammad BusyÂro Muqoddas mengatakan, NeÂneng ditetapkan sebagai terÂsangÂka kasus korupsi pengadaan PemÂÂbangkit Listrik Tenaga SurÂya (PLTS) di Kementerian TeÂnaÂga Kerja dan Transmigrasi (KeÂmeÂnakertrans) Tahun Anggara 2008. Pasca penetapan status terÂsangka itu, Sekretariat Interpol Indonesia melayangkan red notice ke InÂterpol pusat di Lyon, Prancis.
Sebelumnya, Neneng semÂpat diperiksa sebagai saksi dugaan korupsi pengadaan PLTS terseÂbut. Neneng diduga menjadi reÂkaÂnan Kemenakertrans dalam proÂyek pembangunan pembangÂkit listrik senilai Rp 8,9 miliar tersebut.
Dalam perkara ini, KPK meÂnyeÂret Kepala Sub Bagian Tata Usaha Direktorat Pengembangan Sarana dan Prasarana Kawasan di Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Kemenakertrans, Timas Ginting sebagai tersangka.
Ginting diduga menyetujui pemÂbayaran pekerjaan supervisi pembangkit kepada perusahaan reÂkanan. Proyek senilai Rp 8,9 miÂliar itu diduga belum dilakÂsaÂnaÂkÂan. Akibatnya, negara meÂngalami kerugian sebesar Rp 3,8 miliar.
Belakangan, dalam surat dakÂwaan terhadap terdakwa Timas Ginting, jaksa penuntut umum (JPU) menyebutkan, Neneng berÂsekongkol dengan Marisi MaÂtonÂdang, Mindo Rosalina MaÂnuÂlang, Muhammad Nazaruddin dan Arifin Ahmad.
Timas didakwa telah memÂperÂkaya diri sendiri dan orang lain. Dari perbuatannya, Timas diÂdakÂwa mendapat Rp 77 juta dan 2000 Dolar Amerika Serikat. SeÂdangÂkan Neneng dan Nazaruddin mendapatkan Rp 2,2 miliar.
KPK & Polri Harus Berkoordinasi Lagi
Eva Kusuma Sundari, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari menyaÂranÂkan KPK dan Polri agar memÂbahas masalah perburuan NeÂneng Sri Wahyuni lebih intensif.
Eva pun meminta, kendala teknis yang dihadapi Polri dan KPK, diselesaikan secara terÂbuka. “Ada kemungkinan munÂcul hambatan-hambatan teknis di sini,†kata anggota DPR dari Fraksi PDIP ini.
Akan tetapi, dia mengaku tidak memahami kendala teknis apa yang mengungkungi kinerÂja kepolisian. Untuk itu, kepoÂlisian hendaknya bersikap lebih terÂbuka, agar masyarakat perÂcaÂya memang ada kendala teknis itu.
Lalu, jika belakangan Polri meÂminta KPK untuk berÂkoorÂdinasi, hal tersebut hendaknya tidak dijadikan polemik. KeÂmungkinan memang masih ada hal-hal yang kurang dan perlu diselesaikan bersama oleh KPK dan Polri.
Tidak ada salahnya, KPK kembali melayangkan perÂminÂtaan penangkapan buronannya kepada Mabes Polri. Dengan begitu, tidak ada lagi alasan bagi Polri untuk meminta KPK berÂkoordinasi. “Walaupun seÂbelumnya sudah ada perÂminÂtaÂan dari KPK, hal itu bisa diÂulangi,†ujarnya.
Persoalan-persoalan seÂderÂhaÂna seperti itu, menurutnya, juga harus diperhatikan. SoalÂnya, ada kemungkinan bahÂwa Polri meÂmerlukan dukungan peÂnuh dari KPK untuk meninÂdak buronan itu. Atau dengan kata lain, diÂperlukan dukungan politis besar untuk menangkap Neneng.
Padahal kalau mau jujur, lanÂjut Eva, penegak hukum sudah mengantongi kewenangan meÂnentukan pengusutan perkara. Jadi, tidak perlu lagi bergantung pada dukungan atau dorongan pihak lain.
Namun apa boleh buat, iklim peÂnegakkan hukum di sini maÂsih sering terkendala apabila berÂhadapan dengan kepenÂtiÂngan elit atau keterkaitan deÂngan negara lain. “Saya rasa, saat ini Polri membutuhkan duÂkuÂngan dan koordinasi besar, buÂkan hanya dari KPK, tapi juga Kementerian Luar Negeri maupun Kementerian Hukum dan HAM,†tandasnya.
Penangkapan Berlarut-larut Timbulkan Praduga
Bambang Widodo Umar, Dosen Ilmu Kepolisian
Dosen Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar mengingatkan agar upaya penangkapan Neneng Sri Wahyuni hendaknya tidak berÂlarut-larut.
Soalnya, Bambang khawatir, kondisi seperti itu mencuatkan penilaian masyarakat bahwa Polri tidak sungguh-sungguh melaksanakan tugas. “KeÂpoliÂsian memiliki piranti dan komÂponen lengkap dalam memburu buronan yang kabur ke luar neÂgeri. Kompetensi itu tidak boleh disia-siakan,†katanya.
Selain didukung alat canggih yang bisa mendeteksi posisi buronan, kepolisian punya perÂwaÂkilan di sejumlah negara. DeÂngan mengefektifkan perwaÂkiÂlannya itu, kepolisian dapat memperoleh informasi utuh seÂputar buronan yang diburu. LanÂtaran itu, dia yakin, Polri suÂdah mengetahui posisi Neneng. “Dengan sederet faktor itu, kenÂdala-kendala yang biasanya munÂcul, bisa diminimalisir,†katanya.
Namun, dia sangat menyaÂyangÂkan, kenapa Kabareskrim Polri justru meminta KPK kemÂbali melakukan koordinasi deÂngan Polri. Padahal, hal itu suÂdah pernah dilakukan KPK seÂjak Neneng diketahui kabur ke luar negeri. “KPK sudah meÂlaÂporkan dan berkoordinasi ke Mabes Polri,†tandasnya.
Langkah KPK itu, menurut Bambang, sudah cukup. “KeÂnaÂpa harus diulangi. Mekanisme kerja yang tidak efektif, justru memicu penilaian bahwa kepoÂliÂsian tidak serius berupaya memÂbawa pulang tersangka dari luar negeri ke Indonesia,†tandasnya.
Dia mengingatkan, jangan sampai hal tersebut memunÂculÂkan anggapan, polisi sengaja meÂngulur-ulur waktu penangÂkapan. Jangan sampai pula munÂcul penilaian bahwa polisi memberikan kesempatan kepaÂda buronan KPK itu kabur meninggalkan persemÂbuÂnyianÂnya saat ini.
“Pola kerja yang tidak efektif hendaknya dibuang jauh-jauh. Soalnya, masyarakat saat ini intens menyoroti kinerja keÂpolisian.†[Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: