Kenapa Istri Nazaruddin Tidak Kunjung Dibekuk

KPK Sudah Dengar Informasi Neneng Di Malaysia

Rabu, 18 April 2012, 09:58 WIB
Kenapa Istri Nazaruddin Tidak Kunjung Dibekuk
Neneng Sri Wahyuni

RMOL. KPK tak kunjung berhasil membawa pulang tersangka kasus korupsi pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Neneng Sri Wahyuni ke Indonesia.

Padahal, Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas sudah me­nyam­paikan bahwa Neneng, in­formasinya berada di Malaysia. Na­mun, Busyro tidak bisa me­mastikan di negeri jiran, Neneng berada di kota mana.

Polri yang mempunyai jalur ker­jasama resmi dengan Inter­national Police (Interpol) atau ke­polisian internasional pun belum mampu membawa Neneng ke Indonesia. Tapi, menurut Kepala Bareskrim Polri Komjen Sutar­man, penang­ka­pan buronan KPK itu tidak bisa dilakukan kep­o­li­sian begitu saja. Untuk itu, Polri ma­sih menunggu koor­dinasi de­ngan KPK.

Menurut Sutarman, jika KPK me­minta, maka Polri siap me­m­bantu melakukan pengejaran. “Ka­lau KPK minta itu, nanti kita ber­sama-sama melakukan penge­ja­ran. Neneng ini kasus­nya di KPK, jadi seharusnya KPK,” ujarnya.

Akan tetapi, kata Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo, KPK sudah meng­in­ten­sifkan koordinasi dengan Polri. Ia berharap, intensitas koordinasi tersebut ditingkatkan Polri ke Interpol.

Ditanya, apakah tim KPK su­dah pernah mendeteksi kebe­ra­daan ­Neneng di Malaysia mau­pun Thailand, Johan mengaku, KPK sama sekali belum me­nyiapkan tim tersebut. “Belum ada,” katanya.

Dia menyatakan, fokus KPK dalam perburuan Neneng adalah meningkatkan koordinasi dengan kepolisian. Sejak Neneng di­nya­takan buron, Komisi Pem­be­ran­tasan Korupsi sudah melakukan koordinasi dengan Mabes Polri. Soalnya, Mabes Polri yang punya kewenangan berkoordinasi de­ngan Interpol.

Komisi Pemberantasan Korup­si, menurut Johan, belum men­da­patkan informasi resmi dari Mabes Polri mengenai kebera­da­an istri terdakwa kasus suap pem­bangunan Wisma Atlet, Na­za­ruddin tersebut.

Menurut Kabareskrim Polri Su­tarman, Neneng diduga berada di negara yang bertetangga de­ngan Indonesia. Namun, dia tidak mau memastikan nama negara ters­ebut. Dia hanya menyam­pai­kan ciri-ciri lokasi yang jadi tem­pat persembunyian Neneng. “Lo­kasinya tidak jauh-jauh dari In­donesia,” ucap bekas Kapolda Metro Jaya ini.

Tapi, sumber di lingkungan Sekretariat NCB-Interpol Indo­ne­sia atau Divisi Hubungan Inter­national Polri menginformasikan, keberadaan Neneng terendus In­terpol saat meninggalkan Thai­land menuju Malaysia. “Dia me­makai identitas palsu,” katanya.

Dengan identitas palsu terse­but, Neneng diduga kerap bolak-balik Thailand-Malaysia. Na­mun, sumber ini menolak me­rin­ci lokasi persembunyian Neneng di kedua negara itu.

Dia hanya menyatakan, ke­mung­kinan besar saat ini, Neneng masih di Malay­sia. Di negara jiran itu, tambah­nya, Neneng ting­gal di sebuah apar­temen.  “Kami tengah me­ngem­bangkan informasi ini ber­sama ke­polisian setempat dan Interpol.”

Menurut Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Boy Rafli Amar, kepolisian be­lum mengetahui persis lokasi pers­embunyian Neneng. Jika lo­kasinya sudah pasti, Interpol tentu akan mengambil tindakan te­gas.

Setidaknya, intensitas koor­­dinasi antara Interpol dengan Sektretariat Divisi Hubungan In­ternational Polri akan diting­kat­kan. Selain itu, otoritas keamanan negara yang jadi tempat per­sem­bunyian Neneng akan meng­in­for­masikan keberadaan buronan itu.

Lantaran belum menerima in­formasi resmi tentang posisi Ne­neng, kepolisian belum bisa me­netapkan langkah penangkapan di Malaysia maupun Thailand.

“Intinya, koordinasi Polri de­ngan Interpol masih berlangsung. Koor­dinasi dengan otoritas ke­amanan kedua negara itu, juga di­intensifkan. Hal itu untuk me­mas­tikan kebenaran informasi yang berkembang belakangan ini,” urainya.

Perburuan Neneng tidak hanya di­laksanakan Indonesia. Se­ba­nyak 166 negara anggota In­terpol, secara otomatis juga ikut melacak jejak buronan KPK tersebut.

REKA ULANG

Dari Neneng Hingga Timas Ginting

Neneng Sri Wahyuni tak kun­jung dibawa pulang ke Indo­ne­sia. Padahal, sudah cukup lama Ne­neng ditetapkan Komisi Pem­be­ran­tasan Korupsi sebagai ter­sangka.

Pada 14 Agustus 2011, Ketua KPK saat itu Muhammad Busy­ro Muqoddas mengatakan, Ne­neng ditetapkan sebagai ter­sang­ka kasus korupsi pengadaan Pem­­bangkit Listrik Tenaga Sur­ya (PLTS) di Kementerian Te­na­ga Kerja dan Transmigrasi (Ke­me­nakertrans) Tahun Anggara 2008. Pasca penetapan status ter­sangka itu, Sekretariat Interpol Indonesia melayangkan red notice ke In­terpol pusat di Lyon, Prancis.

Sebelumnya, Neneng sem­pat diperiksa sebagai saksi dugaan korupsi pengadaan PLTS terse­but. Neneng diduga menjadi re­ka­nan Kemenakertrans dalam pro­yek pembangunan pembang­kit listrik senilai Rp 8,9 miliar tersebut.

Dalam perkara ini, KPK me­nye­ret Kepala Sub Bagian Tata Usaha Direktorat Pengembangan Sarana dan Prasarana Kawasan di Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Kemenakertrans, Timas Ginting sebagai tersangka.

Ginting diduga menyetujui pem­bayaran pekerjaan supervisi pembangkit kepada perusahaan re­kanan. Proyek senilai Rp 8,9 mi­liar itu diduga belum dilak­sa­na­k­an. Akibatnya, negara me­ngalami kerugian sebesar Rp 3,8 miliar.

 Belakangan, dalam surat dak­waan terhadap terdakwa Timas Ginting, jaksa penuntut umum (JPU) menyebutkan, Neneng ber­sekongkol dengan Marisi Ma­ton­dang, Mindo Rosalina Ma­nu­lang, Muhammad Nazaruddin dan Arifin Ahmad.

Timas didakwa telah mem­per­kaya diri sendiri dan orang lain. Dari perbuatannya, Timas di­dak­wa mendapat Rp 77 juta dan 2000 Dolar Amerika Serikat. Se­dang­kan Neneng dan Nazaruddin mendapatkan Rp 2,2 miliar.

KPK & Polri Harus Berkoordinasi Lagi

Eva Kusuma Sundari, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari menya­ran­kan KPK dan Polri agar mem­bahas masalah perburuan Ne­neng Sri Wahyuni lebih intensif.

Eva pun meminta, kendala teknis yang dihadapi Polri dan KPK, diselesaikan secara ter­buka. “Ada kemungkinan mun­cul hambatan-hambatan teknis di sini,” kata anggota DPR dari Fraksi PDIP ini.

Akan tetapi, dia mengaku tidak memahami kendala teknis apa yang mengungkungi kiner­ja kepolisian. Untuk itu, kepo­lisian hendaknya bersikap lebih ter­buka, agar masyarakat per­ca­ya memang ada kendala teknis itu.

Lalu, jika belakangan Polri me­minta KPK untuk ber­koor­dinasi, hal tersebut hendaknya tidak dijadikan polemik. Ke­mungkinan memang masih ada hal-hal yang kurang dan perlu diselesaikan bersama oleh KPK dan Polri.

Tidak ada salahnya, KPK kembali melayangkan per­min­taan penangkapan buronannya kepada Mabes Polri. Dengan begitu, tidak ada lagi alasan bagi Polri untuk meminta KPK ber­koordinasi. “Walaupun se­belumnya sudah ada per­min­ta­an dari KPK, hal itu bisa di­ulangi,” ujarnya.

Persoalan-persoalan se­der­ha­na seperti itu, menurutnya, juga harus diperhatikan. Soal­nya, ada kemungkinan bah­wa Polri me­merlukan dukungan pe­nuh dari KPK untuk menin­dak buronan itu. Atau dengan kata lain, di­perlukan dukungan politis besar untuk menangkap Neneng.

Padahal kalau mau jujur, lan­jut Eva, penegak hukum sudah mengantongi kewenangan me­nentukan pengusutan perkara. Jadi, tidak perlu lagi bergantung pada dukungan atau dorongan pihak lain.

Namun apa boleh buat, iklim pe­negakkan hukum di sini ma­sih sering terkendala apabila ber­hadapan dengan kepen­ti­ngan elit atau keterkaitan de­ngan negara lain. “Saya rasa, saat ini Polri membutuhkan du­ku­ngan dan koordinasi besar, bu­kan hanya dari KPK, tapi juga Kementerian Luar Negeri maupun Kementerian Hukum dan HAM,” tandasnya.

Penangkapan Berlarut-larut Timbulkan Praduga

Bambang Widodo Umar, Dosen Ilmu Kepolisian

Dosen Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar mengingatkan agar upaya penangkapan Neneng Sri Wahyuni hendaknya tidak ber­larut-larut.

Soalnya, Bambang khawatir, kondisi seperti itu mencuatkan penilaian masyarakat bahwa Polri tidak sungguh-sungguh melaksanakan tugas. “Ke­poli­sian memiliki piranti dan kom­ponen lengkap dalam memburu buronan yang kabur ke luar ne­geri. Kompetensi itu tidak boleh disia-siakan,” katanya.

Selain didukung alat canggih yang bisa mendeteksi posisi buronan, kepolisian punya per­wa­kilan di sejumlah negara. De­ngan mengefektifkan perwa­ki­lannya itu, kepolisian dapat memperoleh informasi utuh se­putar buronan yang diburu. Lan­taran itu, dia yakin, Polri su­dah mengetahui posisi Neneng. “Dengan sederet faktor itu, ken­dala-kendala yang biasanya mun­cul, bisa diminimalisir,” katanya.

Namun, dia sangat menya­yang­kan, kenapa Kabareskrim Polri justru meminta KPK kem­bali melakukan koordinasi de­ngan Polri. Padahal, hal itu su­dah pernah dilakukan KPK se­jak Neneng diketahui kabur ke luar negeri. “KPK sudah me­la­porkan dan berkoordinasi ke Mabes Polri,” tandasnya.

Langkah KPK itu, menurut Bambang, sudah cukup. “Ke­na­pa harus diulangi. Mekanisme kerja yang tidak efektif, justru memicu penilaian bahwa kepo­li­sian tidak serius berupaya mem­bawa pulang tersangka dari luar negeri ke Indonesia,” tandasnya.

Dia mengingatkan, jangan sampai hal tersebut memun­cul­kan anggapan, polisi sengaja me­ngulur-ulur waktu penang­kapan. Jangan sampai pula mun­cul penilaian bahwa polisi memberikan kesempatan kepa­da buronan KPK itu kabur meninggalkan persem­bu­nyian­nya saat ini.

“Pola kerja yang tidak efektif hendaknya dibuang jauh-jauh. Soalnya, masyarakat saat ini intens menyoroti kinerja ke­polisian.”   [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA