Polisi bersikukuh belum meneÂtapÂkan anggota Dewan PertimÂbaÂngan Presiden (Wantimpres) itu sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) tahun anggaran 2005.
Kepastian soal belum adanya peÂneÂtapan status tersangka terÂhaÂdap Siti ditegaskan Kepala Biro PeÂnerangan Masyarakat Polri Brigjen M Taufik. Senada dengan Kepala Divisi Humas Polri Irjen Saud UsÂman Nasution, Taufik mengatakan, terÂsangka kasus ini baru empat orang.
Keempat tersangka yang kini berstatus terdakwa, berasal dari Kementerian Kesehatan dan perusahaan rekanan. Tersangka berinisial MH adalah Pejabat PemÂbuat Komitmen (PPK), HS adalah panitia pengadaan, MN selaku Direktur Operasional dari PT I. Dia diduga berperan sebagai penyedia barang atau pemenang lelang. Tersangka terakhir adalah MS, Direktur Utama PT MM yang bertindak sebagai sub kontraktor.
Tapi, Taufik mengaku tidak tahu kapan keempatnya menyanÂdang status tersangka. Dia juga mengaku belum bisa menÂjeÂlasÂkan bagaimana mekanisme peÂnaÂhanan keempat tersangka terseÂbut. Ia beralasan, hal tersebut akan diklarifikasi lebih dulu ke penyidik Tipikor Bareskrim Polri.
Dia menampik, simpang siurÂnya penetapan status hukum terÂhaÂdap Siti, terkait intervensi piÂhak tertentu atau karena bekas Menkes itu, kini menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden. “Penyidik mempunyai keweÂnaÂngan menentukan status hukum kepada setiap orang,†ujarnya.
Intinya, persoalan menyangkut staÂtus Siti, menunggu tuntasnya proÂses persidangan di Pengadilan TinÂdak Pidana Korupsi (Tipikor) JaÂkarta. Artinya, Mabes Polri tiÂdak meÂnutup kemungkinan akan meÂningÂkatkan status Siti dari saksi menÂjadi tersangka. “Bila ada bukti-bukti dan unsur-unsur yang menÂguatÂkan, bisa dijadikan tersangka,†tandasnya.
Menurut Kadivhumas Polri Saud Usman, dalam kasus ini, beÂkas Menkes itu diduga mengeÂtaÂhui mekanisme pelaksanaan proÂyek alkes tahun 2005. “Dugaan bahÂwa Siti melakukan penunjuÂkan langsung kepada PT IndoÂfarÂma sebagai pemenang proyek, teÂngah kami dalami,†tandasnya.
Tapi, dia mengaku belum tahu apakah Siti pernah diperiksa daÂlam kasus ini atau belum. Yang jeÂlas, lanjutnya, Siti datang ke BaÂreskrim pada Senin lalu (9/4). KeÂdatangannya untuk mengklaÂriÂfikasi perkara alkes yang diÂtaÂngani Polri. Bukan atas dasar pangÂgilan untuk menjalani pemeriksaan.
Sampai saat ini, tambah dia, BarÂÂeskrim masih mempelajari apaÂkah kebijakan penunjukan langÂsung itu menyalahi aturan atau tidak. Pendalaman kasus ini diÂlakukan untuk memastikan, apaÂkah kebijakan penunjukan langÂsung itu berdampak pada keboÂcoran anggaran negara atau tidak.
Dalam proyek yang menelan toÂtal anggaran Rp 15,5 miliar ini, poÂlisi menduga ada anggaran seÂnilai Rp 6,1 milar yang dikorupsi. SeÂlebihnya, Saud membantah bahÂwa Polri ragu menentukan staÂtus Siti. Menurutnya, begitu ada alat bukti dan fakta yang bisa menÂjadikan Siti tersangka, hal tersebut akan dilakukan kepoÂlisian. “Siapa pun diperlakukan sama, tanpa pengecualian,†kata bekas Kepala Detasemen Khusus 88 Polri ini.
Mengenai empat tersangka kaÂsus ini, Saud menyatakan, mereka kooperatif alias tidak memperÂsuÂlit penyidikan. Dengan perÂtimÂbangan itu, kepolisian berhak tiÂdak menahan keempatnya.
Sementara itu, Jaksa Agung Basrief Arief membenarkan, piÂhakÂnya telah menerima Surat PemÂÂberitahuan Dimulai Penyidikan (SPDP) atas nama Siti Fadilah Supari dalam kasus korupsi peÂngadaan alat kesehatan. “Oh itu. SuÂdah diterima di Pidsus. Tapi, saya tidak ingat kapan diteÂrimaÂnya,†katanya pada Jumat kemarin.
Kasus-kasus korupsi di Depkes (kini Kementerian Kesehatan), buÂkan hanya ditangani KPK, tapi juga ditelisik Mabes Polri dan KejakÂsaÂan Agung. Bareskrim Mabes Polri seÂjak awal 2010 juga meÂnangani kaÂsus korupsi di Departemen KÂeÂsehatan, dengan terÂsangka pertama Kepala Sub BaÂgian Program dan Anggaran SekÂretariat Badan PeÂngemÂÂbaÂngan dan Pemberdayaan SumÂber Daya Manusia Syamsul Bahri.
Syamsul diduga menyeleÂweÂngÂÂkan tender pengadaan alat banÂtu belajar mengajar pendidikan dokter spesialis di rumah sakit pendidikan dan rujukan di Badan PengemÂbangan dan PemberÂdaÂyaÂan Sumber Daya Manusia (BP2SDM) senilai Rp 15 miliar. KeÂÂjakÂsaan Agung juga meÂnaÂngaÂni kasus korupsi di Depkes, deÂngan tersangka, antara lain Syamsul itu.
Reka Ulang
Bermula Dari Keterangan Saksi Di Tipikor
Status bekas Menteri KesehaÂtan Siti Fadilah Supari dalam kaÂsus korupsi di Departemen KeÂseÂhatan yang ditangani Bareskrim Polri, simpang siur. Saksi atau tersangka?
Direktur Tindak Pidana KoÂrupÂsi Bareskrim Polri Brigjen Noer Ali tidak mau menjawab perÂtaÂnyaÂan itu secara tegas. Ali berÂalaÂsan, pihaknya masih menggodok hal tersebut. “Saya tidak komÂpeÂten memberikan keterangan. Saya sudah sampaikan datanya ke Kadivhumas,†ujarnya saat diÂhubungi pada Kamis lalu (12/4).
Tapi, menurut sumber di TiÂpiÂkor Bareskrim, penjelasan tenÂtang staÂtus Siti tercantum dalam surat panggilan saksi-saksi. “Para saksi diÂpanggil untuk dimintai keteÂraÂngan mengenai dugaan keÂterlibatan tersangka bekas MenÂkes dalam kasus alkes tahun 2005,†tegasnya.
Apa yang disampaikan sumber tersebut, senada dengan kesakÂsian Mulya Hasmy, bekas Kepala Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan Departemen KeÂseÂhaÂtan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta pada Kamis itu.
Mulya menjadi saksi untuk terÂdakwa M Naguib, yang pada proÂyek itu adalah Direktur PeÂmaÂsaran salah satu anak perusaÂhaan PT Indofarma. Naguib diÂsidang deÂngan agenda pemerikÂsaan saksi.
Informasi Siti telah berstatus terÂsangka terungkap ketika salah satu penasihat hukum terdakwa, meÂnaÂnyakan kapan Mulya diÂpeÂriksa di Mabes Polri. “Kapan sakÂsi terakhir diÂperiksa penyidik BaÂreskrim MaÂbes Polri, dan daÂlam kaiÂtan apa,†tanya penasehat huÂkum. “Saya diperiksa sebagai saksi untuk terÂsangka Siti Fadilah Supari, sekitar dua pekan lalu†jawab Mulya.
Tapi, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Saud Usman Nasution menyatakan, status Siti belum tersangka. “Sampai saat ini beÂlum tersangka. Kami akan klaÂriÂfikasi apakah memenuhi unsur atau tidak,†katanya.
Namun, sumber di Kejaksaan Agung menyatakan, pihaknya suÂdah menerima Surat PemÂbeÂriÂtaÂhuÂan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari kepolisian dengan nama Siti FaÂdilah Supari, dalam perÂkara koÂrupsi pengadaan alat-alat keseÂhaÂtan. “Kami sudah teriÂma SPDP-nya. Selanjutnya, kami menunggu berÂkasnya,†ujarnya, tadi malam.
Khawatir Penyidik Tidak Merdeka
Marsudhi Hanafie, Purnawirawan Polri
Bekas Ketua Tim Pencari FakÂta (TPF) Kasus PembuÂnuÂhan Munir, Brigjen (Purn) MarÂsudhi Hanafie berharap, peÂnyiÂdik kepolisian, KPK dan keÂjaksaan profesional mengÂhaÂdapi intervensi. Dengan begitu, penyidik bisa proporsional daÂlam menangani berbagai kasus, khususnya yang diduga meÂliÂbatkan elit negeri ini.
Menjawab pertanyaan soal peÂngusutan kasus korupsi peÂngadaan alat kesehatan (alkes), Marsudhi menilai ada keÂjangÂgalan. Soalnya, bagaimana mungÂkin pihak kepolisian meÂnyatakan status bekas Menkes belum tersangka. Padahal, JakÂsa Agung mengaku sudah meÂnerima SPDP.
“Ini kan janggal. Jika benar sudah terbit SPDP, maka jaksa tinggal menanyakan bagaimana kelanjutan SPD itu,†katanya.
Jika tak kunjung ada kejeÂlaÂsan, dia khawatir, keberadaan SPDP hanya untuk meredam opiÂni publik semata. Bisa saja dengan SPDP itu, penyidik ingin menunjukkan bahwa meÂreka konsisten mengusut kasus tersebut.
Tapi yang paling penting, keÂjaksaan dan kepolisian meÂnÂjelaskan kepada publik tentang pengusutan kasus ini. “Sudah sejauhmana penanganannya,†tutur alumnus Akademi KepoÂlisian tahun 1973 ini.
Marsudhi curiga, tertutupnya pengusutan perkara, kemungÂkinan dilatari intervensi kepada penyidik. “Saya khawatir peÂnyidik sudah tidak merdeka lagi,†ucapnya.
Maksud dia, ada kekuatan terÂtentu yang kemungkinan memÂbelokkan arah pengusutan seÂbuah perkara. Idealnya, ini tidak terjadi. Sebab, penyidik punya inÂdepensi dalam menangani kaÂsus. Tapi persoalannya, kuatnya intervensi itu seringkali mengaÂlahkan independensi penyidik.
Marsudhi menambahkan, muÂtasi penyidik juga menjadi fakÂtor yang membuat kasus-kasus tertentu berhenti penaÂngaÂnannya. “Ini seringkali terÂjadi. Mutasi penyidik ke tempat yang tidak pas membuat banyak kaÂsus tidak tuntas.â€
Fakta Persidangan Luput Perhatian
Syarifuddin Suding, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Syarifuddin Suding menilai, leÂmahnya koordinasi antar lemÂbaga penegak hukum membuat penanganan perkara lamban. Komisi III DPR mendesak agar kasus model ini diselesaikan secepatnya.
Menurutnya, penanganan kaÂsus alkes harus proporsional. Maksudnya, jelas dulu siapa lembaga yang menanganinya. Apakah KPK, Kejaksaan Agung atau Polri. Soalnya, tiga institusi penegak hukum terÂseÂbut, semua mengklaim menaÂngani kasus korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) DÂeÂparÂteÂmen Kesehatan.
Lalu, lembaga penegak huÂkum seharusnya memaparkan hasil pengusutan kasus ini. “Tiga lembaga penegak hukum itu hendaknya segera menÂgÂekspos sejauhmana penanganan kasus alkes ini,†ujarnya.
Dengan begitu, simpang-siurÂnya status hukum bekas MenÂteri Kesehatan Siti Fadilah Supari bisa terjawab. Jangan sampai polisi bilang belum terÂsangka, tapi sudah ada SPDP di Kejaksaan Agung. Lebih berÂbaÂhaya lagi, kesaksian di perÂsiÂdaÂngan yang seharusnya menÂjadi fakta hukum justru luput dari penelusuran.
Jika polemik model ini diÂbiarkan, proses penegakan huÂkum terancam. Masa depan dan kualitas hukum Indonesia pun dikhawatirkan tidak jelas. Kalau sudah begitu, masyarakat bisa antipati pada penegak hukum.
“Adanya perbedaan dalam penanganan kasus hukum saÂngat signifikan. Jadi sebaiknya, jangan ada lagi tebang pilih. Siapa pun yang melanggar huÂkum hendaknya diproses sesuai aturan yang ada,†tandasnya.
Dengan begitu, masyarakat tak lagi alergi ketika berurusan deÂngan hukum. Terciptanya ikÂlim demikian tentu jadi cita-cita berÂsama. Jadi, selain perlu pemÂbeÂÂnahan lembaga penegak huÂkum dan jajaran aparatnya, DPR mengajak masyarakat meÂningÂkatkan intensitas pengaÂwasan pada lembaga penegak hukum.
“Jika ada temuan penyimÂpaÂngan segera laporkan agar insÂtitusi penegak hukum bisa lebih mampu mempertangÂgungÂjaÂwabÂÂkan kinerja mereka.†[Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: