Empat Hari Ditahan Polisi, Mahasiswa Kurus & Stres

Akhirnya Dibebaskan Tapi Wajib Lapor

Selasa, 03 April 2012, 09:00 WIB
Empat Hari Ditahan Polisi, Mahasiswa Kurus & Stres
ilustrasi, demo bbm

RMOL. Diko berdiri menunggu di depan Rumah Tahanan (Rutan) Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Metro Jaya di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Senin sore.

Tangannya memegang kan­tong kresek. Isinya beberapa ma­kanan ringan. Mahasiswa Uni­versitas Nasional (Unas) Jakarta se­sekali berbicara dengan re­kannya. “Kami lagi menunggu gi­liran masuk menjenguk Des­trian,” kata mahasiswa bertubuh subur ini.

Destrian adalah salah satu ma­hasiswa Unas yang ditangkap polisi di kantor Yayasan Lembaga Ban­tuan Hukum Indonesia (YLBHI), Kamis lalu (29/3)

Unjuk rasa yang digelar Kon­solidasi Aksi Mahasiswa In­do­nesia (Konami) di Jalan Di­po­negoro, Menteng pada hari itu ber­ujung ricuh.

Satu mobil dan motor milik polisi dibakar. Pos polisi yang ada tak jauh dari lokasi unjuk rasa dirusak. Bahkan Kapolsek Senen Kompol Imam Zebua dikeroyok hingga pingsan.

Malam hari, polisi merangsek masuk ke dalam kantor YLBHI dan menangkapi para mahasiswa yang berada di situ.

Setelah menggeledah tas milik mahasiswa, aparat keamanan mengangkut puluhan mahasiswa ke Polda Metro Jaya.

Menurut Diko, Destrian di­tahan sejak Jumat dinihari. Ia me­ngaku telah dua kali menjenguk ke tahanan. “Pertama Sabtu ke­marin dan kedua hari ini (senin—red) red),” katanya.

Kedatangan rekan satu alma­ma­ter ini untuk memberikan du­kungan moril kepada Destrian agar kuat menghadapi penahanan ini. “Kami juga membawa ma­kan­a­n ringan agar bisa dimakan selama di penjara,” kata Diko.

Bagaimana kondisinya setelah ditahan? Menurut Diko, Destrian baik-baik saja. Hanya saja sedikit stres dan lebih kurus. “Maklum baru kali ini dia dipenjara dan ha­rus menghadapi kasus ini,” kata mahasiswa berambut keriting ini.

Direktorat Reserse Umum ter­letak tak jauh dari Masjid Al-Kaut­sar. Letaknya di bagian belakang kompleks Polda Metro Jaya.

Gedungnya setinggi tiga lantai dengan dinding dicat warna krem. Di bagian depan dipasang tulisan “Direktorat Reserse Kri­minal Umum” yang terbuat dari stainless steel.

Masuk ke dalam tersedia lo­rong panjang selebar dua meter. Di tengah-tengahnya terdapat tang­ga naik menuju ke dalam kantor. Di belakang pintu masuk ditempatkan meja resepsionis yang dijaga dua petugas.

Di bagian belakang gedung ada bangunan setinggi dua lantai. Inilah rutan Direktorat Reserse Umum. Di lihat dari luar ada ba­ngunan ini tak memiliki jendela. Untuk ventilasi udara dibuat lubang yang dipasangi jeruji besi.

Di tembok gedung warna krem ini ditempel white board yang ber­isi informasi jadwal men­je­nguk. Yakni mulai Senin sampai Jumat pukul 10 pagi sampai 3 sore.

Untuk pengiriman makanan kepada tahanan bisa dilakukan mulai pukul 9 pagi sampai 5 sore. Penjenguk dilarang membawa alat komunikasi (handphone) selama berada di dalam rutan.

Sebuah tempat duduk panjang yang menyatu dengan dinding rutan disediakan untuk penjenguk yang hendak masuk. Tempat tunggu ini dilengkapi kanopi atas penjenguk tak kepanasan dan terkena guyuran hujan.

Pintu masuk rutan terletak di sebelah kiri. Lebarnya 1,5 meter. Terbuat dari besi yang dicat hitam. Pintu ini selalu tertutup.

Setelah mendekam empat hari di rutan, para mahasiswa akan dilepas. Kabar gembira datang dari Kepala Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto.

Kata dia, sebagian besar ma­hasiswa akan dibebaskan. “Ka­pol­da memuat kebijakan untuk be­berapa mahasiswa akan ditang­guhkan penahanannya.”

“(Yang) bisa ditangguhkan se­banyak 50 orang. Satu orang telah dibe­baskan karena dia periset dari YLBHI. Sedangkan dua orang lain­nya masih ditahan,” kata Rikwanto.

Keputusan ini diambil setelah Kapolda bertemu Tim Advokasi Ma­hasiswa dan Rakyat. Tim ber­sedia menjadi penjamin agar para mahasiswa bisa dibebaskan dari tahanan.

Mengenai dua mahasiswa yang masih ditahan, Rikwanto menga­ta­kan mereka diduga terlibat pengrusakan. Keduanya yakni Ahmad Sur­ya­na, mahasiswa Uni­versitas Satya Negara dan Syahril, mahasiswa Universitas Tadulako.

“Peran mereka menggulingkan dan membakar mobil polisi saat itu. Polisi memiliki alat bukti be­rupa rekaman video dan sisa mo­bil yang dibakar,” kata Rikwanto.

Walaupun telah dilepas, para mahasiswa itu akan tetap men­jalani proses hukum. Mereka bisa sewaktu-waktu dipanggil untuk menjalani pemeriksaan.

Para mahasiswa juga di­wa­jibkan melapor selama masa pe­nangguhan penahanan. “Bisa seminggu sekali atau seminggu dua kali, tergantung penyidik,” kata Rikwanto.

Lima puluh mahasiswa itu dijerat dengan pasal Pasal 187 KUHP tentang membahayakan nyawa manusia junto Pasal 170 KUHP tentang pengrusakan ter­hadap barang dan manusia dan Pa­sal 178 KUHP tentang keke­ras­an terhadap barang. “An­cam­an hukumannya di atas lima ta­hun,” kata Rikwanto.

Pintu Toilet Wanita Ikut Didobrak

Ketua Yayasan Lembaga Ban­tuan Hukum Indonesia (YLBHI) Alvon K Palma mengaku kecewa dengan sikap represif polisi saat me­lakukan penggeledahan di kantornya. Untuk itu, pihak akan membentuk tim investigasi me­ngenai aksi aparat itu.

 â€œKami akan membentuk Tim Advokasi Penindasan Kekerasan Aparat (Tebas) untuk mengusut kasus penggeledahan oleh aparat kepolisian kemarin. Karena jelas aparat sudah melanggar aturan yang berlaku,” katanya.

Alvon menjelaskan, pem­ben­tuk­an tim investigasi itu lantaran sikap aparat yang bertindak ber­lebihan dan di luar batas ke­wa­jaran. Tak hanya melakukan penggeledahan, aparat kepolisian juga telah merusak fasilitas lem­baga hukum itu.

“Pintu kamar mandi wanita rusak dijebol, polisi juga me­rusak pintu ruangan ketua di lantai tiga. Pintu ruangan pem­bina di lantai empat. Ini yang membuat kami marah dan kece­wa,” jelasnya.

Polisi: Mereka Melawan Petugas

Inilah alasan polisi me­rang­sek masuk ke YLBHI dan me­nangkap puluhan mahasiswa yang berada di situ pada Kamis ma­lam. Menurut Kepala Hu­mas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto, kantor itu diduga menjadi markas mahasiswa yang melakukan aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM.

“Dalam beberapa hari ter­akhir, LBH dijadikan markas per­gerakan. Setiap sore me­lakukan aksi mulai dari depan kantor LBH, RSCM sampai ke UI Salemba. Maupun aksi long­march di tempat-tempat lain dimulai dari LBH dan kembali ke tempat ini,” kata dia.

Mahasiswa yang tergabung dalam Konsolidasi Aksi Ma­hasiswa Indonesia (Konami), menurut Rikwanto, juga tak per­nah memberitahukan aksi­nya kepada polisi.

“Tidak mau diajak negosiasi, provokatif dan melawan petu­gas serta mempersenjatai diri de­ngan molotov, tongkat pe­mu­kul dan batu-batu,” katanya.

Rikwanto menuturkan saat polisi masuk ke kantor pasca un­juk rasa yang berbuntut ricuh, staf LBH bersikap tak kooperatif.

“Pengurus LBH berusaha melindungi mereka (ma­ha­siswa) dengan mengatakan ti­dak ada orang di dalam dan ti­dak tahu kalau ada yang di da­lam kantor menginap,” ka­tanya.

Rikwanto mengatakan saat polisi menggeledah lampu ge­dung mulai lantai 2 hingga lantai dipadamkam. Polisi yang mencurigai para mahasiswa bersembunyi di situ mendobrak beberapa ruangan.

“Pengelola LBH mem­be­rikan imbauan tertulis yang di­tem­pel di beberapa tempat un­tuk pihak di luar LBH menjaga ketertiban dan tidak meng­gu­na­kan lantai 2 ke atas,” katanya.

Polisi mengklaim mene­muk­an ketapel, batu, kayu dan bendera Nazi saat menggeledah tas mahasiswa yang berada di kantor YLBHI.

Polisi lalu mengangkut 53 orang yang ditemui di situ ke Pol­da Metro Jaya. Tak lama se­orang dilepas karena dia ter­nyata staf YLBHI. Lima puluh orang menyusul dibebaskan sore kemarin. Dua orang lain te­tap ditahan.

HP & Laptop Diambil Tanpa Surat Sita

Koordinator Tim Ad­vo­kasi Mahasiswa dan Rakyat Bam­bang Sri Pujo Sakti me­nilai polisi telah bertindak se­mena-mena saat melakukan sweeping terhadap mahasiswa yang berada di kantor YLBHI.

 Menurut dia, tindakan itu tanpa ada surat penggeledahan. “Polri telah semena-mena ma­suk tanpa izin ke dalam gedung YLBHI dan melakukan peng­ge­ledahan, penangkapan ter­hadap mahasiswa yang sedang sa­kit atau istirahat,” katanya.

Bambang menyayangkan tin­dakan polisi yang menyita ba­rang-barang secara paksa, se­perti handphone dan laptop mi­lik sejumlah mahasiswa. Tin­dakan itu tanpa dilengkapi surat penyitaan.

“Kami juga menyayangkan tindakan pengusiran kepada para pengacara dalam peme­rik­saan. Dan, satu jam setelah pe­ngusiran dilakukan penahanan ke­pada para terperiksa,” ka­ta­nya.

Bambang mengatakan maha­sis­wa yang berada di dalam ge­dung YLBHI tidak sedang me­lakukan aksi unjuk rasa. “Ka­rena gedung YLBHI pun di­kunci dari dalam agar tidak ter­susupi provokator,” katanya.

Ia menambahkan, mahasiswa Konami yang berada di dalam gedung YLBHI sedang istirahat setelah perjalanan jauh. Ada beberapa yang sakit.

Sejumlah benda seperti batu, tongkat dan ketapel yang di­klaim polisi sebagai bukti untuk menangkap mahasiswa, me­nurut Bambang, berasal dari luar kantor YLBHI.

 Ia pun membantah bahwa pe­laku pembakaran mobil Res­mob Polda Metro Jaya dan mo­tor polisi adalah para ma­ha­siswa. Melainkan massa yang ber­ada di luar.  “Bukan ma­ha­siswa yang berada di dalam gedung YLBHI,” katanya.

Dari situ, Bambang men­duga tindakan polisi ber­ten­tangan dengan Bab V Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tentang penang­kap­an, penahanan, peng­geledahan badan, pema­sukan rumah, pe­nyitaan, dan pemeriksaan surat.

“Maka berdasarkan hal itulah kami menuntut para terperiksa untuk dibebaskan tanpa syarat dalam tempo yang sesingkat-sing­katnya,” tuntutnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA