Begitu disampaikan Pimpinan Pondok Pesantren Al-Mizan Jatiwangi Majalengka, Jawa Barat, Kyai Maman Imanulhaq kepada
Rakyat Merdeka Online sesaat lalu (Selasa, 27/3). Kyai Maman, begitu ia disapa, selama ini memang telah banyak menyampaikan kritiknya kepada pemerintahan SBY-Boediono.
Agenda liberalisasi sektor energi terjadi mulai tahun 2001 yang dikemas dalam program restukturisasi sektor energi diawali dengan lahirnya UU Migas 22/2001. Sejak saat itu, hulu hingga hilir sektor energi khususnya minyak dan gas, telah diserahkan bulat pada pasar.
Parahnya, kata Kyai Maman, pemerintah malah mempeti-es-kan hasil pembatalan Mahkamah Konsitusi atas 3 pasal UU Migas. Perubahan UU Migas disegel rapat-rapat.
"Dampak korupsi akut di sektor sumber daya alam untuk ongkos-ongkos politik kembali dibebankan pada rakyat Indonesia. Nelayan, petani, buruh dan masyarakat kecil dipaksa merogoh kantong lebih dalam, padahal begitu susahnya mereka mengumpulkan rupiah demi rupiah," kata dia.
Negara dalam gegaman aparatur yang dipimpin SBY, lanjutnya, berjalan tanpa dignity. Tidak ada visi membagun kedaulatan energi, pangan dan air. Ketiga pilar tersebut secara bergelombang dilepas pada mekanisme pasar. Kebohongan demi kebohongan kemudian bergulir untuk menutupi busuk dan rakusnya rezim karbon.
"Tidak ada alasan lagi untuk tidak turun ke jalan, menyampaikan aspirasi demi keselamatan negara dan bangsa. Lawan kebijakan liberalisasi sektor energi. Batalkan segera UU Migas Nomor 22 tahun 2001. Tolak kenaikan BBM," serunya.
[dem]
BERITA TERKAIT: