"Kata kudeta dipakai, berarti TNI jelas masuk. Padahal sepengetahuan saya, Panglima TNI berulangkali tetapkan posisi terbaik TNI sebagai alat negara, bukan alat pemerintah," kata mantan Sekretaris Militer Presiden, Mayjen (Purn) TB Hasanuddin, kepada
Rakyat Merdeka Online, beberapa saat lalu (Jumat, 9/3).
Pensiunan tentara yang kini jadi petinggi Komisi I DPR ini menyayangkan pernyataan Menko Polhukam, Marsekal (Purn) Djoko Suyanto, tentang deteksi pemerintah atas gerakan makar yang menunggangi isu kenaikan harga BBM. Semakin kabur lagi ketika Wasekjen DPP Partai Demokrat Ramadhan Pohan menunjuk hidung Ketua Umum Partai Hanura, Jenderal (Purn) Wiranto, sebagai tokoh yang jadi dalang.
"Tuduhan yang diberikan kader sebuah partai kepada Pak Wiranto itu tuduhan berat karena makar itu kejahatan kelas berat. Jadi jangan main-main kalau tidak punya data, fakta dan bukti. Jangan main-main dengan kata-kata itu," tuturnya.
Dalam pandangan alumni Akabri 1975 ini, maraknya gerakan yang menuntut pemerintah mundur masih kurang berpengaruh. Pertama, tidak ada dukungan tentara aktif dan juga masih sporadis serta mengusung kepentingan kelompok sendiri.
"Saya lihat lebih banyak sporadis dan kadang-kadang untuk kepentingan kelompoknya sendiri. Misal, buruh turun ke lapangan isunya yang penting naik gaji, sudah itu pulang. Bahkan ada mahasiswa yang demo gubernur karena BBM naik, kan itu kurang nyambung ya," ucapnya.
Karena gerakan massa itu masih sebatas penyampaian aspirasi, dia sarankan barisan pemerintah dan pendukungnya tenang, tidak paranoid akan kudeta.
"Pak SBY tidak usah khawatir ada sebuah kudeta. Dan Djoko Suyanto harus belajar banyak lagi," tambahnya.
Dia melanjutkan, banyak hal yang memang perlu diselesaikan oleh pemimpin nasional untuk kehidupan rakyat yang lebih baik. Tapi dia anjurkan tugas negara itu tetap dilakukan dengan kepala dingin.
"Jangan takut dikrtitik, harus ikhlas dikritik asal kritik itu tidak pakai kekerasan dan merusak. Demonstrasi itu ekspresi negara yang berdemokrasi. Karena kita memlih demokrasi maka kita juga harus tahu resikonya," pungkas politisi PDIP ini.
[ald]