Demokrat Mengadu, KPI Mesti Revisi UU Penyiaran

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Kamis, 08 Maret 2012, 17:45 WIB
Demokrat Mengadu, KPI Mesti Revisi UU Penyiaran
ilustrasi
RMOL. Untuk menghindari keberpihakan media massa televisi pada salah satu calon presiden jelang Pemilu 2014, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) harus menyiapkan aturan ketat. Salah satu caranya adalah dengan melakukan revisi UU 32/2002 tentang penyiaran serta Peraturan Pemerintah terkait Penyelenggaraan Siaran Komersial.

Hal itu diutarakan pengamat politik Universitas UIN Syarif Hidayatullah, Gun-Gun Heryanto, kepada wartawan, Kamis petang (8/3). Pernyataan Gun-Gun tersebut menyusul pengaduan sekelompok pengurus DPP Partai Demokrat, salah satunya Ferry Juliantono, ke KPK tentang ketidakobjektifan pemberitaan Partai Demokrat oleh Metro TV dan TV One.

Ferry Juliantono dkk melaporkan dua stasiun TV itu dengan dugaan pelanggaran UU 32/2002 tentang Penyiaran dan UU 40/1999 tentang Pers. Pengaduan ini berkaitan erat juga dengan isi siaran yang selama beberapa bulan terakhir telah memperlihatkan hubungan yang nyata antara relasi kepentingan pemilik dengan pemberitaan. TV One dimiliki Ketum Partai Golkar Aburizal Bakrie, sedangkan Metro TV dikuasai Ketua Umum Ormas Nasdem dan Partai Nasdem yaitu Surya Paloh.

Menurut Gun-Gun, aturan kampanye dalam UU 10/2008 tentang pemilu dirasa belum mencukupi dan hanya mengatur kampanye.

"Artinya setelah masuk tahapan Pemilu. Sementara aturan kampanye atau publisitas politik di luar fase Pemilu masih belum diatur secara jelas di Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Perilaku Siaran (P2SPS)," terangnya

Direktur Literacy Institute ini juga mengakui sejak awal memang ada pemanfaatan media massa untuk kepentingan politik. Hal tersebut merupakan proses pengendalian opini publik melalui agenda setting.

"Dalam pendekatan perspektif hirarki pengaruh, owner media akan sangat memanfaatkan momentum bagi kepentingan ekonomi dan politiknya. Terlebih saat owner memiliki interest pada jabatan publik strategis seperti jabatan Presiden," urainya.

Media tidak bisa diorientasikan pada kepentingan politis seseorang dengan mengorbankan hak-hak publik. Masalahnya UU 32/2002 yang mengatur siaran itu juga kerap hanya menjadi aturan normatif yang tidak bisa menyentuh kelompok-kelompok media besar.[ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA