"Sesuai keputusan rapat paripurna tertanggal 3 Agustus 2011, LPSK telah menerima permohonan bantuan medis dan psikologis tujuh orang korban. Diantaranya bernama Muhammad Ahmad," kata dia kepada wartawan di Jakarta (Rabu, 9/2).
Sementara Lili Pintauli Siregar, anggota LPSK Penanggung Jawab Bidang Bantuan, Kompensasi dan Restitusi menuturkan, bantuan medis terhadap Muhammad Ahmad telah dilakukan sesuai dengan perjanjian LPSK dengan Muhammad Ahmad sejak Tanggal 14 September 2011 sampai dengan 14 Desember 2011.
"Layanan yang telah diberikan berupa bantuan biaya medis dengan dokter spesialis syaraf (neurology), dokter spesialis tulang (orthopedy), dokter spesialis THT, dokter spesialis gigi dan dokter spesialis penyakit dalam di rumah sakit Royal Progress Jakarta. Bahkan biaya pengobatan yang telah kami ganti sampai dengan pengobatan terakhir tanggal 29 November 2011 di dokter spesialis penyakit dalam Rumah Sakit Royal Progress," tutur Lili.
Muhammad Ahmad dan dua korban lainnya, kata Lili, masih memerlukan pengobatan rutin dan kontrol dari dokter spesialis. Namun perjanjian pemberian bantuan medis dan psikologis hanya dilakukan sampai tanggal 14 Desember 2011, dan perlu diperpanjang sesuai dengan kebutuhan dan rekomendasi dokter yang menangani para korban tersebut.
"LPSK telah memperpanjang perjanjian pemberian bantuan medis dan psikologis hanya kepada tiga orang korban kekerasan di Cikeusik pada rapat paripurna pada tanggal 6 Februari 2012, sedangkan keempat korban lainnya sudah tidak diperpanjang perjanjiannya karena sudah tidak memerlukan bantuan medis dan psikologis lagi" jelas dia.
Menanggapi adanya keterlambatan pembayaran biaya pengobatan, Ketua LPSK mengatakan, pembayaran biaya bantuan medis dan psikologis para korban menggunakan APBN yang dalam pencairannya membutuhkan waktu sesuai prosedur pencairan anggaran yang diatur Kementerian Keuangan.
"Rumitnya prosedur dan mekanisme pembayaran menggunakan dana APBN seringkali menjadi hambatan dalam pemberian perlindungan dan bantuan terhadap saksi dan korban. Ini mengakibatkan keterlambatan pembayaran dan penyesuaian dengan standar biaya umum yang ada," keluh Semendawai.
[dem]
BERITA TERKAIT: