"Mungkin karena KPK berutang budi pada anggota DPR yang memilihnya atau karena merasa Ketua DPR hanya basa basi saja melapor ke KPK, maka sampai sekarang tidak serius menindaklanjutinya," ujar anggota Komisi III DPR, Martin Hutabarat, kepada
Rakyat Merdeka Online, Jumat (3/2).
Sejak awal dia menyuarakan, terdapat banyak kejanggalan yang memperkuat dugaan penyelewengan pengadaan barang ruang sidang Banggar. Misalnya, harga kursi yang dilaporkan Rp 24 juta per buah, ternyata setelah ditelusuri harga di Jakarta merek yang sama dan impor dari Jerman, cuma Rp 9 juta per buah. Dari selisih harga kursi saja terdapat potensi kerugian negara lebih Rp 2 miliar dan itu belum termasuk barang lain.
Di lain pihak, Badan Kehormatan DPR begitu ngotot untuk cepat mengganti barang-barang mewaah di ruang Banggar. Tindakan itu justru berpotensi menghilangkan barang bukti. Komisi III sebenarnya berharap penggantian kursi dan barang-barang dari ruang Banggar ditunda satu pekan, sampai Komisi III DPR selesai rapat dengan pimpinan KPK yang direncanakan pekan depan.
"Tidak jelas apa alasan BK ngotot harus menggantinya sekarang juga, padahal itu bukanlah tugas BK," tegasnya.
Sedianya, Komisi III pun berencana mengajak pimpinan KPK melihat sendiri ruang Banggar yang direnovasi dengan biaya lebih dari Rp 20 miliar. Tapi rencana itu batal akibat kelambanan KPK merespons laporan Ketua DPR dan BK DPR yang begitu bernafsu membongkar barang-barang ruang Banggar.
"Bisa jadi, laporan DPR ke KPK ini sekedar penyejuk sesaat terhadap reaksi masyarakat yang dongkol akibat biaya renovasi yang tidak masuk akal," tandasnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: