Satu lagi yang penting dari ciri-ciri
failed state. Negara tidak bisa menjamin hak-hak rakyatnya, baik yang di dalam negeri maupun di luar negeri. Institusi-institusi demokrasi juga gagal dipertahankan.
Menurut Wakil Ketua Komisi I DPR, TB Hasanuddin, ketidakmampuan negara dalam mencegah kerusuhan-kerusuhan sosial bakal berbuntut panjang. Tindak kekerasan oleh massa rakyat dan upaya menekan dari aparat keamanan pasti melahirkan pelanggaran hak asasi manusia.
Yang lebih mengkhawatirkan adalah kerap terjadi pembiaran-pembiaran tirani mayoritas oleh negara.
"Pelarangan ibadah dan pembantaian pengikut Ahmadiyah, lalu pelarangan ibadah jemaaat GKI Yasmin, apa itu bukan pembiaran negara?" ucapnya kepada
Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Selasa, 31/1).
Kegagalan dan pembiaran itu pada akhirnya akan menimbulkan ketidakpercayaan dari golongan lemah atau minoritas terhadap pemerintahnya sendiri. Akhirnya, mereka akan meminta perlindungan dunia internasional. Tindakan tersebut disahkan dalam hubungan internasional dan diizinkan Perserikatan Bangsa Bangsa.
Intervensi internasional paling mudah masuk lewat isu hak asasi manusia. Sementara pemerintah tampak kehilangan kendali.
"Padahal kesepakatan para pendiri bangsa ini agar negara melindungi mereka yang lemah agar tak ditindas mayoritas. Kalau minoritas meminta perlindungan internasional, itu sah saja," jelasnya.
Masalahnya, TB Hasanuddin melihat orang-orang Presiden yang lemah dalam menganalisa sebuah masalah. Kenyataan itu memperkeruh suasana dan memperjelas hilang kendali negara.
"Misalnya, dengan Menteri Agama mengatakan kasus Gereja Yasmin itu masalah hukum di daerah, bukan masalah pemerintah pusat, dia seolah lepas tangan. Orang-orang presiden tidak mampu melihat akar problem," sebutnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: