RUU KAMNAS

TB Hasanuddin: Banyak Pasal Karet yang Bisa Diselewengkan Penguasa

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Selasa, 10 Januari 2012, 16:48 WIB
TB Hasanuddin: Banyak Pasal Karet yang Bisa Diselewengkan Penguasa
tb hasanuddin/ist
RMOL. Draf RUU Keamanan Nasional yang diajukan pemerintah sedang dipelajari oleh DPR dengan mencoba meminta masukan dari beberapa lembaga akademis hingga organisasi wartawan. Salah satu yang kontroversial adalah wacana pembentukan lembaga bernama Dewan Keamanan Nasional.

"UU ini, walaupun tidak terlalu mendesak, tapi diperlukan agar penyalahgunaan kekuasaan seperti yang terjadi di era terdahulu (Orba) tidak terulang lagi," kata Wakil Ketua Komisi I DPR, TB Hasanuddin, kepada Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Selasa, 10/1).   

Tapi dia menegaskan bahwa subtansi dari RUU ajuan pemerintah harus diperbaiki agar tidak menimbulkan potensi pelanggaran HAM atau membelenggu kebebasan pers, tidak berbenturan dengan UU lain, dan tidak berpotensi menimbulkan "abuse of power" yang dapat menghasilkan pemerintahan tiran.

"Dalam subtansinya, UU Kamnas diindikasikan akan menabrak rambu-rambu itu. Seperti dalam pasal 54 e dimana kuasa khusus yang dimiliki unsur Kamnas yaitu berupa hak menyadap, menangkap, memeriksa dan memaksa," terangnya.

Dalam pasal 59 UU ini menjadi Lex Spesialis, menjadi semacam payung yang menghapus UU lainnya termasuk UU 3 tentang Pertahanan Negara. Pasal 22 jo 23 memberikan peran terlalu luas kepada unsur BIN sebagai penyelenggara Kamnas. Pasal 10, 15 jo 34 tentang darurat sipil dan militer sudah tak relevan lagi bila acuannya pada UU keadaan bahaya tahun 59. Pasal 17 (4)  menyatakan bahwa ancaman potensial dan non potensial diatur dengan Keputusan Presiden, yang menurut TB juga, sangat berbahaya bagi demokrasi dan sangat bersifat tiran.

Pada Pasal 17 ayat 2 (9) ancaman yang berupa diskonsepsional perumusan legislasi dan regulasi, kalau terjadi ketidaksepakatan tentang pembuatan aturan yang dikeluarkan pemerintah maka pemerintah bisa menganggapnya sebagai ancaman.

"Dan ini tentu sangat membahayakan kehidupan dan tatanan bernegara. Dan banyak pasal karet lainnya yang dapat diselewengkan oleh penguasa demi kepentingan politiknya," katanya lagi.

Draf RUU Keamanan Nasional diterima DPR dari pemerintah pada 16 Juni 2011. Komisi I DPR sudah melakukan konsultasi dengan publik, termasuk Dewan Pers, untuk mengkaji draf RUU versi pemerintah. Saat itu, suara penolakan terdengar lantang.

Oleh pers, salah satu pasal dalam RUU Kamnas yang dipersoalkan adalah pasal 54 huruf e. Dalam penjelasan pasal itu disebutkan bahwa "Kuasa khusus yang dimiliki oleh unsur Keamanan Nasional berupa hak menyadap, memeriksa, menangkap dan melakukan tindakan paksa sah lainnya pengawasannya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan." Dengan penjelasan pasal tersebut, kata Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers Wina Armada Sukardi, pers bisa saja bisa saja disadap dengan dalih mengancam keamanan nasional.

TB Hasanuddin secara umum sepakat dengan Dewan Pers. Tapi, menurutnya, UU Keamanan Nasional itu diperlukan hanya untuk berjaga-jaga kalau terjadi sesuatu. Apalagi dengan latar belakang situasi politik yang tidak menentu akhir-akhir ini dan menambah urgensi pembahasan RUU Keamanan Nasional. Dia berpendapat RUU Keamanan Nasional berbeda sekali dengan RUU Intelijen, RUU Rahasia Negara, dan RUU Komponen Cadangan Negara. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA