Menurut Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia (PSHK), Ronald Rofiandri, terlalu kecil persoalannya apabila perkara moratorium (pengetatan) remisi dan pembebasan bersyarat bagi terpidana korupsi dan terorisme diangkat dan ditindaklanjuti melalui penggunaan hak interpelasi.
Dia katakan, setiap pengusulan hak interpelasi harus menyertakan pula argumentasi bahwa kebijakan pemerintah yang jadi sasaran penggunaan hak interpelasi penting dan strategis, serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (sesuai Pasal 77 ayat 3 UU MD3).
"Pertanyaannya adalah, apakah kekeliruan prosedur administrasi SK Menkumham sudah memenuhi kategori sebagaimana dimaksud Pasal 77 ayat 3 UU MD3 dan sudah bisa dibuktikan oleh pengusul, setidaknya potensi ke arah sana?" ujarnya kepada wartawan, sesaat lalu (Selasa, 13/12).
Ronald tegaskan, bukan berarti seorang anggota DPR tidak berhak mengajukan pertanyaan atau meminta klarifikasi dari mitra kerja, termasuk kepada Presiden sekalipun baik lisan maupun tertulis. Seorang anggota DPR memiliki Hak Mengajukan Pertanyaan sebagaimana dimaksud Pasal 78 huruf b UU MD3. Pelaksanaan Hak Mengajukan Pertanyaan diatur lebih detail dalam Pasal 191 dan Pasal 192 UU MD3 serta Pasal 178 sampai Pasal 181 Tata Tertib.
"Hak Mengajukan Pertanyaan tidak mensyaratkan jumlah minimum pengusul dan persetujuan dalam rapat paripurna, seperti halnya jika anggota Komisi III menggunakan hak interpelasi. Bahkan Hak Mengajukan Pertanyaan bisa pula disampaikan saat forum raker, bisa tertulis maupun lisan," jelasnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: