Hal itu dikemukakan Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), yang juga deklarator Komisi Pengawas KPK, Neta S. Pane, kepada
Rakyat Merdeka Online pagi ini (Minggu, 4/12).
"Kemudian, belakangan Busyro bersikap seperti SBY, lebih suka curhat daripada bertindak. Busyro lebih banyak menganalisa dan menuding daripada bertindak. Padahal ia punya kewenangan untuk menindak tapi tidak dilakukan dan lebih senang curhat," sambung Neta.
Karena itu, keputusan Komisi III DPR tersebut yang menurunkan pangkat Busyro adalah semacam hukuman.
"Bisa dikatakan begitu. Yang jelas Komisi III mencabut mandatnya terhadap Busyro yang dinilai tidak komit dengan janji-janjinya. Jika Abraham nanti tidak komit dengan janji-janjinya seharusnya Komisi III juga mencabut mandatnya dengan mendesak Abraham mundur," tegasnya.
Tapi kenapa Komisi III DPR tidak memilih Bambang Widjojanto, yang punya nama besar dibanding Abraham Samad?
"Sepertinya Komisi III tidak yakin dengan Bambang. Sikap Bambang selama ini membuat Komisi III khawatir bahwa yang bersangkutan tidak bisa dipegang dan dikendalikan. Sehingga Komisi III lebih memilih Abraham yang relatif tidak emosional, muda dan tokoh baru di percaturan nasional," jawab Neta.
[zul]
BERITA TERKAIT: