Ternyata Lukisan Nusantara Kuno Sudah 3 Dimensi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/teguh-santosa-1'>TEGUH SANTOSA</a>
LAPORAN: TEGUH SANTOSA
  • Senin, 14 November 2011, 15:41 WIB
Ternyata Lukisan Nusantara Kuno Sudah 3 Dimensi
atap Puri Kertha Gosa
RMOL. Sekelompok anak muda mampu membuktikan bahwa lukisan kuno Nusantara sudah menggunakan lukisan tiga dimensi (3D). Temuan prestisius itu diumbar enam pemuda dari Bandung Fe Institute saat bertemu Staf Khusus Presiden Bidang Sosial dan Bencana Andi Arief tepat pekan lalu (7/11).

Andi pun mengaku terkejut dengan temuan tersebut. Dia jelaskan bahwa beberapa waktu yang lalu anak-anak muda itu juga memaparkan geometri fraktal dalam batik dan candi di Indonesia. Tujuh seri penelitian kompleksitas batik yang dilakukan oleh Bandung Fe Institute tahun 2004-2009 telah berhasil mengidentifikasi "kode-kode matematis" yang tersimpan di dalam batik.

"Rangkaian penelitian ini dilakukan secara interdisplin dengan melibatkan berbagai perspektif keilmuwan, seperti fisika, matematika, biologi evolusioner dan ilmu komputer," ujar Andi Arief kepada Rakyat Merdeka Online, Senin (14/11).

Penelitian komprehensif "kode-kode matematis" batik di Indonesia tersebut telah menghasilkan sejumlah pengetahuan baru, seperti struktur geometri fraktal, pola distribusi warna, kategorisasi batik secara algoritmik, elaborasi rumus matematika batik secara elementer, pengembangan software pembuat batik, studi interaksi manusia dan komputer dalam pembuatan batik, hingga studi evolusi batik di Indonesia.

Setelah batik (objek 2 dimensi), selanjutnya Bandung Fe Institite bergerak ke objek 3 dimensi, yaitu bangunan tradisional Indonesia. Tiga seri penelitian "kompleksitas arsitektur Nusantara" yang dilakukan 2008-2011 telah berhasil mengidentifikasi pola kekerabatan bangunan tradisional dan struktur Candi di Pulau Jawa.

Penelitian intensif struktur Candi pada tahun 2010 telah berhasil menunjukkan bahwa Candi Borobudur bersifat fraktal, sebuah struktur geometri kontemporer yang baru dikenal pada dekade 80-an di ilmu matematika modern. Penelitian ini menunjukkan bahwa candi-candi di Pulau Jawa dibangun secara algoritimik (seperti proses pembuatan program komputer), mengikuti prosedur otomata selular totalistik. Riset ini juga menunjukan arahan bahwa seluruh candi dibangun dengan rumus yang sama, namun memiliki kondisi inisial dan aturan pembangunan yang berbeda.

Menurut Andi, dua rangkaian penelitian tersebut (batik dan arsitektur) selanjutnya membawa ke sebuah area misterius "lukisan nusantara kuno".  

"Penelitian kompleksitas batik seri ketujuh (evolusi batik Nusantara) membawa hipotesis bahwa batik yang ada sekarang sejatinya adalah hasil interaksi antara seni 2 dimensi kuno nusantara dan tradisi islam, terkait dengan larangan penggambaran objek manusia atau hewan secara langsung," ujarnya.

Hal itu kemudian diperkuat dengan bukti di relief-relief candi (bangunan arsitektur kuno) yang memberikan gambaran representasi objek manusia atau hewan secara eksplisit. Masih menurut Andi, sedikitnya ada dua alasan teoretis mengapa studi lukisan nusantara kuno layak dikaji secara lebih mendalam. Pertama, tradisi prasejarah di Indonesia telah mengenal lukisan. Bukti mengenai hal ini tersebar di ratusan lukisan goa di berbagai penjuru tanah air, di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Papua Barat, Sumatera Selatan hingga corak artefak logam prasejarah Moon of Pejeng dari Bali (300 SM) yang sangat terkenal.  Jika proses evolusi berjalan dari sederhana ke kompleks maka cukup masuk akal untuk  menghipotesiskan adanya "lukisan kuno" pada peradaban sejarah awal nusantara.

Alasan kedua, kebudayaan yang telah mengenal seni 3 dimensi yang kompleks biasanya juga memiliki seni 2 dimensi. Pada era yang relatif sama dengan dengan "Patung David" karya Michelangelo (3 dimensi) terdapat "Lukisan Monalisa" dari Leonardo da Vinci (2 dimensi). Pada abad 8-9, peradaban Jawa telah membangun karya seni 3 dimensi yang sangat kompleks, seperti Borobudur dan Prambanan.

Mengenai dimanakah atau seperti apakah lukisan kuno pada era tersebut, Andi mengaku cukup sulit mencari bukti fisik tentang eksistensi lukisan nusantara kuno. Hal ini diduga karena artefak tersebut kemungkinan besar terbuat dari kain, lontar atau kayu yang tidak dapat bertahan lama (berbeda dengan batu atau tulang).

Untuk itu, studi ini mencoba menelusurinya melalui artefak-artefak yang tersisa seperi relief-relif candi dari abad 7-16 di Borobudur dan Prambanan. Arca-arca abad 7-17 yang tersebar di berbagai candi dan museum di dalam dan luar negeri. Daun lontar yang berisi teks dan lukisan Smaradahana, dari Kerajaan Buleleng, Bali, yang diperkirakan berasal dari abad 12, dan jadi koleksi National Gallery of Australia. Lukisan di atap Puri Kertha Gosa, Klungkung, Bali, diperkirakan tahun 1700-1720. Koleksi foto-foto Wayang Beber “Panji dan Sekar Taji” dari Desa Gedompol koleksi NYPL Digital Gallery, foto diambil tahun 1937 dan objek foto diperkirakan dibuat pada abad 17-19.[ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA