Denny Indrayana Mengacau, Yusril pun Mewanti-wanti Soal Hukum Balas Dendam

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Rabu, 02 November 2011, 22:53 WIB
Denny Indrayana Mengacau, Yusril pun Mewanti-wanti Soal Hukum Balas Dendam
yusril/ist
RMOL. Alasan pengetatan pemberian remisi dan pembebasan bersyarat (PB) bagi narapidana korupsi yang dimajukan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana ditentang Yusril Ihza Mahendra.

Menurut Yusril, kebijakan yang dikeluarkan Denny dan Menteri Amir Syamsuddin tidak bisa disebut sebagai pengetatan. Tapi, pemberhentian terhadap remisi dan pembebasan bersyarat bagi para narapidan korupsi.

Hal tersebut, ungkap Yusril, terlihat dari surat keputusan yang dikeluarkan Dirjen Pemasyarakatan, dimana didalamnya menyebutkan memerintahkan kepada UPT Pemasyarakatan untuk tidak mengusulkan remisi, asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan cuti bersyarat bagi narapidana tindak pidana korupsi dan terorisme.

"Apa yang diomongkan Denny tidak nyambung. Dalam suratnya dia sebutkan menutup semua," kata Yusril saat berdebat bersama Denny Indrayana di Metro TV (Rabu malam, 2/11).

Lalu, masih kata Yusril, di point ketiga surat tersebut disebutkan memerintahkan untuk tidak melanjutkan usulan atau memberikan usulan remisi khusus hari natal bagi napi terorisme dan tindak pidana korupsi.

"Ini tertulis di suratnya. Seribu omongan anda (Denny Indrayana) gak ada artinya dengan bukti surat ini," kata Yusril sambil menunjukkan salinan surat Dirjen Pemasyarakatan.

Denny dan Menteri Hukum dan HAM, dalam hemat Yusril, berkelit terkait kebijakan yang dikeluarkannya itu dengan mengatakan di satu sisi melakukan pengetatan, tapi di sisi lain, sebagaimana di sebut dalam surat keputusannya, memerintahkan sama sekali penutupan remisi dan pembebasan bersyarat.

Yusril kemudian menunjukkan kejanggalan lainnya. Dalam surat itu disebutkan kebijakan berlaku sampai ada ketentuan lebih lanjut. Ini tidak benar, kata Yusril, karena soal remisi dan PB hukum positifnya sekarang sudah ada dan sudah berlaku.

"Tapi ini dikesampingkan lalu mengambil kebijakan sendiri. Denny mengacaukan," kata Yusril.

Ada kejanggalan lain yang diungkap Yusril. Menurutnya, Denny mendasarkan kebijakannya hanya pada pasal 14 Undang-undang pemasyarakatan, dimana disebutkan bahwa narapidana memiliki hak yang antara lainnya remisi dengan pengaturannya diatur dengan peraturan pemerintah (PP). Dan PP terakhir yang mengatur soal itu adalah PP No.28/2006.

Denny, sambung Yusril, lupa dengan pasal 5 Undang-undang pemasyarakatan. Pasal ini dengan jelas menyebut asas-asas pembinaan narapidana. Di huruf b disebutkan itu dilakukan berdasarkan asas persamaan perlakukan dan pelayanan terhadap para narapidana.

"Kalau sudah narapidana itu tidak bisa dibeda-bedakan, karena hukumannya sudah berbeda," kata Yusril lagi.

Lalu untuk apa kepentingan Kementerian Hukum dan HAM mengeluarkan kebijakan tersebut?

"Saya tidak tahu, tapi yang pasti saya khawatir negara ini akan menjadi negara kekuasaan. Orang berkuasa, baru jadi menteri dan wakil menteri terus bisa mengambil kebijakan sendiri dengan tidak berdasarkan hukum," jawab Yusril.

Kalau demikian, kata Yusril, maka hukum akan selalu ditegakkan berdasarkan kekuasaan. Penegakan hukum berdasarkan siapa berkuasa dan diperlakukan terhadap mereka-mereka yang tidak berkuasa.

"Nanti kalau Anda (sambil memandang Denny Indrayana) tidak berkuasa lagi maka Anda akan diperlakukan demikian. Saya ingatkan itu," tandas Yusril. [dem]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA