Sebelumnya pengamat politik Lingkaran Survei Indonesia, Budi Prasetyohadi, mengatakan SBY terlalu lama mengambil keputusan. Kalaupun benar niatnya betul-betul untuk kepentingan rakyat seharusnya SBY tegas, cepat dan tepat. Kini isu
reshuffle terkesan cuma drama.
Dia katakan,
reshuffle jadi kontra-produktif terhadap perbaikan citra pemerintah. Menurutnya, masyarakat sekarang sudah tidak asing lagi dengan dramatisasi isu
reshuffle. "Dramatisasi itu tidak kontekstual, kontraproduktif," sebutnya.
Dan kabinet yang tadinya hanya mempunyai 10 Wakil Menteri. sekarang, setelah SBY menggodok
reshuffle, sudah menggemuk jadi mempunyai 18 Wakil Menteri di 17 kementerian. Maksud penggemukan kabinet itu masih belum dapat dimengerti publik. Yang pasti, pihak Istana menolak anggapan bahwa penambahan wakil menteri itu membuat kabinet menderita obesitas dan memberatkan anggaran negara karena mereka setingkat eselon I-A.
Sementara, politisi PDI Perjuangan, TB Hasanuddin, menilai, penambahan wakil menteri itu sebagai langkah politisasi birokrasi. Menurutnya, jabatan wakil menteri adalah jabatan birokratis yang mengikuti jenjang karir sesuai UU tentang Kementerian Negara. Begitupula kalau seseorang menduduki jabatan eselon I harus melalui prosedur tetap melewati Tim Penilai Akhir Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian yang dipimpin Wakil Presiden, Menteri Sekretaris Negara, juga Kepala BIN.
"Yang duduk di jabatan itu harus diusulkan dari Kementerian masing-masing dan diuji tim penilai akhir," katanya kepada
Rakyat Merdeka Online, Senin (17/10).
Dia menyatakan, selama 66 tahun sudah teruji tentang fungsi dan peran Dirjen-Dirjen. Ditakutkannya, peran fungsi wakil menteri yang baru dan banyak itu akan tumpang tindih dengan para Dirjen terkait.
"Kalau SBY memilih wakil menteri seperti
fit and proper test menteri, maka bisa dipastikan itu adalah politisasi jabatan wakil menteri," katanya.
Dia menambahkan bahwa kesalahan kabinet selama ini bukan pada tataran teknis atau Dirjen ke bawah tapi juga pada kebijakan dari para menteri SBY. Jadi yang harus diperbaiki adalah performa menteri bukan mengobok-obok tatanan di kementerian negara.
"Dengan penambahan wakil menteri itu juga menambah masalah baru yaitu beban anggaran untuk gaji, ruangan kerja, kendaraan dinas, rumah dinas, staf pendukung. Apakah kehadiran mereka bisa selaras dengan presiden tiga tahun mendatang, itu masih pertanyaan besar," ucapnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: