"Pertikaian" KPK dengan Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi III DPR atau saling bantah Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial; dan yang terakhir antara KPK dan Badan Anggaran DPR yang berujung pada tindakan mogok Badan Anggaran, merupakan contoh gamblang yang seharusnya tidak terjadi.
Hal itu dikatakan Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Azasi Manusia Indonesia (PBHI) Nasional, Angger Jati Wijaya. Disharmoni, menurut Angger, terjadi ketika penegakan hukum atau pemberantasan korupsi menyentuh lembaga-lembaga yang juga memiliki kewenangan di dalam melakukan penindakan, namun diduga terlibat dan atau menjadi pelaku atau bagian dari mata rantai pelaku penyalahgunaan wewenang maupun tindak pidana korupsi.
"Implikasi lebih jauh, selain hal ini mempertontonkan sikap-sikap pengelola lembaga negara yang benar-benar memalukan, langsung dan tak langsung pasti berpengaruh terhadap kinerja lembaga negara," katanya dalam keterangan yang diterima
Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Jumat, 7/10).
Di luar itu semua, tentu itu adalah preseden buruk di negara demokrasi yang sedang berupaya keras menghadirkan kepastian hukum serta membebaskan dirinya dari kejahatan korupsi.
Dia mengutarakan, menurut PBHI, langkah pembersihan terhadap lembaga legislatif dan lembaga penegak hukum dari praktik-praktik korupsi, penyalahgunaan wewenang dan penyimpangan anggaran, sudah semestinya menjadi prioritas yang harus didukung oleh semua pihak.
"Sikap antar lembaga negara untuk saling tuding dan saling sandera sebagai cara menghindar dari upaya pembongkaran tindak kejahatan korupsi, merupakan tindakan tidak terpuji yang tidak patut dijadikan tradisi," jelasnya.
Dia menegaskan, disharmoni atau segala potensinya harus segera dihentikan agar tidak menjadi kontra-produktif di tengah upaya berbagai pihak yang memimpikan hadirnya negara yang kuat, adil dan menyejahterakan rakyat.
[ald]
BERITA TERKAIT: