"Sampai kemarin saya pulang, dalam satu dua jam sudah ada 20 pengaduan. Dan langsung ada korban yang datang ke kita.Pengaduannya rata-rata berbentuk tidak terealisasinya janji untuk mendapatkan proyek pembangunan di daerah baik infrastruktur jalan, kesehatan atau sarana pertanian," jelas Zainal Bintang kepada
Rakyat Merdeka Online, Jumat siang (30/9).
Bintang mengungkapkan dari sementara hasil laporan yang diterimanya, didapat dugaan bahwa banyak sekali anggota DPR yang terlibat praktik mafia anggaran itu. Bahkan bisa dikatakan merekalah simpul pertama permafiaan anggaran.
"Anggota DPR itu tidak harus anggota Badan Anggaran. Bisa juga anggota DPR biasa yang pulang ke Dapil mereka," ujarnya.
Mengapa dikatakan simpul pertama permainan mafia anggaran, karena merekalah yang memberikan janji-janji anggaran turun ke daerah bermodalkan akses-akses yang dimilikinya.
"Contohnya, ada anggota (DPR) pulang ke Dapil dan bertemu Bupati disana terus menjanjikan anggaran infrastruktur ke daerahnya. Pasti Bupati tertarik karena anggota itu otomatis punya akses di pusat. Kemudian Bupati yang sudah punya peliharaan (kontraktor), akan menyuruh kontraktor atau disebutnya bandar, membuat proposal untuk dibawa ke pusat," jelas Bintang.
Alhasil, pengaduan yang datang kebanyakan berasal dari korban janji palsu anggota DPR dalam kaitannya dengan proyek pembangunan di daerah. Mereka mempertanyakan anggaran proyek yang tidak keluar hingga kini. Apalagi mereka semakin takut karena KPK sedang mempreteli praktik mafia itu di Banggar.
Praktik mafia anggaran semakin terkuak setelah kasus suap di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi terkait percepatan pencairan angggaran proyek. Dalam kasus itu empat pimpinan Banggar diperiksa KPK pekan lalu.
[ald]
BERITA TERKAIT: