Tokoh Gerakan Perdamaian Baku Bae, Ichsan Malik yang saat dihubungi
Rakyat Merdeka Online (Senin siang, 12/9) tengah berada di Ambon, mengaku melihat sendiri jalan-jalan di kota kecil itu masih sangat lengang dan nyaris tidak ada aktivitas masyarakat.
"Jalan-jalan sepi sekali, dimana-mana ada pos pemeriksaan. Jalan-jalan masih diblokade, ada yang oleh masyarakat dan aparat keamanan. Ya, masih mencekam," kata Ichsan yang memilih berdiam di sebuah hotel yang cukup aman.
Ichsan yang kebetulan berada di Ambon sejak hari Minggu kemarin, sedikit menjelaskan kronologi awal terjadinya kerusuhan Ambon. Menurutnya, bibit konflik berawal dari tewasnya seorang warga Ambon di daerah Gunung Nona pada Sabtu malam (10/9).
Tidak jelas penyebab tewasnya warga bernama Darkin Saimen, apakah karena kecelakaan atau dianiaya. Diduga, ketika ditemukan warga, pria yang sehari-hari diketahui berprofesi sebagai tukang ojek itu sudah meninggal, maka kemudian jenazahnya dibawa ke rumah sakit.
"Itu yang sebetulnya memang harus dijelaskan, terbunuh atau tidak. Memang menurut keluarga korban itu ada bekas-bekas luka sayatan. Ataukah kecelakaan, kita tidak jelas," ujar Ichsan.
Dari situlah kemudian rumor merebak. Ada yang menyebar kabar bahwa korban dianiaya oleh kelompok warga tertentu. Situasi Ambon memanas saat iring-iringan massa yang usai mengantar jenazah ke pemakaman bentrok dengan kelompok massa lain.
"Pulang dari kuburan, mereka dilempari batu. Ini saja belum jelas pelempar batunya siapa karena sudah kerumunan massa," imbuhnya.
Situasi itu diperparah dengan minimnya personel keamanan di Ambon yang sedang bertugas menjaga keamanan Pilkada di daerah-daerah di Maluku.
"Saya sendiri tidak lihat SMS rumor itu, tapi katanya memang berkembang rumor yang menyebabkan kerusuhan Minggu kemarin," terangnya.
Sejak paska konflik di Ambon pada 1999 silam, Gerakan Perdamaian Baku Bae sibuk melakukan langkah mewujudkan perdamaian dan menghilangkan trauma konflik di Ambon bersama berbagai kelompok masyarakat lainnya. Nama Baku Bae sendiri adalah sebuah dialek Maluku yang dipakai untuk menunjukkan aktifitas berbaikan antara dua pihak yang sebelumnya terlibat perkelahian (Baku Mara).
[ald]
BERITA TERKAIT: