LEBARAN DI RUSIA

Yang Oleng Diimbangi, yang Miring Diluruskan, yang Jatuh Ditadah...

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/teguh-santosa-1'>TEGUH SANTOSA</a>
LAPORAN: TEGUH SANTOSA
  • Selasa, 30 Agustus 2011, 15:30 WIB
<i>Yang Oleng Diimbangi, yang Miring Diluruskan, yang Jatuh Ditadah...</i>
rmol news logo Idul Fitri adalah sebuah deklarasi tentang berakhirnya sebuah proses panjang yang bernama ibadah puasa. Idul Fitri adalah sebuah maklumat untuk start with new beginning in life, karena kita telah mematok, bahwa sebulan lamanya kita telah mensucikan diri melalui ritual puasa.

Demikian disampaikan Dutabesar RI untuk Federasi Rusia dan Belarussia, Hamid Awaludin, yang menjadi khatib dalam shalat Idul Fitri di KBRI Rusia di Moskow, Selasa pagi (30/8) waktu setempat atau siang waktu Indonesia.

Sebutnya lagi, di hari yang fitrah ini umat Muslim memulai kembali lembaran baru dalam hidup dengan status putih. Dalam konteks hubungan vertikal antara hamba dengan Allah, hari ini hitungan dimulai dari angka nol.

“Namun, dalam konteks hubungan antar sesama manusia, hitungan ini tergantung kepada masing-masing: apakah mau dan bersedia memulai dari angka nol juga,” ujarnya.

Hitungan itu tergantung pada keinginan apakah sesama umat Muslim mau saling memaafkan.

“Kuncinya adalah keterbukaan dan keihlasan untuk tidak sombong and angkuh mengakui kesalahan dan rela mengamini kehilafan. Dalam perspektif hubungan horizontal, susah rasanya menuntut dan mewajibkan orang lain memaafkan kita, sekiranya kita sendiri tidak mewajibkan diri untuk berekonsiliasi dengan diri sendiri: mengakui kesalahan dan memaklumatkan kehilafan,” ujar mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan mantan Menteri Hukum dan HAM ini.

Hamid mengingatkan, bahwa kaum pemberani, bukanlah mereka yang maju menantang dan menaklukkan musuh. Melainkan mereka yang ihlas mengakui kesalahan dan memaklumkan kehilafan.

“Acapkali kita menyaksikan penampangan tabiat: surplus dalam gengsi, namun defisit dalam ahlak. Beruntung dalam ego, tetapi tekor dalam kebenaran. Atas nama gengsi yang dimanipulir menjadi harga diri, kebenaran disisihkan. Ego dikedepankan, suara hati disembunyikan. Semua ini dikamuflasekan dengan asesori dan gaya belaka, tetapi roh dalam diri telah redup. Makna hidup tak berarti apa-apa lagi,” sambungnya lagi. 

Dalam konteks ini, Idul Fitri adalah the instrument of social cohesiveness: yang oleng diimbangi, yang miring diluruskan, yang jatuh ditadah. Di sini, Idul Fitri, secara tradisi dan budaya, dilanjutkan dengan ritual silaturrahmi antara satu dengan lainnya. Jejak buram dikilaukan, wilayah abu-abu diperjelas, jurisdiksi samar diterangi.

“Biar semuanya kembali jadi putih sebagai fitrah manusia,” ujarnya lagi.

Isu khutbah Hamid Awaluddin ini dikirimkan Counsellor/Penanggungjawab Pensosbud dan Pendidikan KBRI Rusia, M. Aji Surya yang menjadi imam shalat yang digelar di lapangan tenis di kompleks KBRI.

Ratusan umat Muslim Indonesia mengikuti shalat Ied itu. Demikian juga dengan beberapa warganegara asing dari negara sahabat. Usai shalat, halal bi halal dan jamuan makan digelar meriah. [guh]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA