"Ini kan satu hal yang sangat ironi sekali. Sementara kita, Indonesia ini merupakan (negara) kepulauan yang luas lautannya 2/3 dari luas daratan. Harusnya garam ini bisa diproduksi di dalam negeri dengan menggalakkan masyarakat dalam hal ini petani garam di pesisir pantai untuk memproduksi garam-garam di berbagai daerah," kata Sekteraris Fraksi Hanura Saleh Husin kepada
Rakyat Merdeka Online pagi ini.
Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dinilai terlalu terbuka dengan kebijakan impor. Karena itu, diingatkan lagi agar mantan yang sebelumnya sebagai peneliti Centre for Strategic and International Studies itu tidak lagi melanjutkan kebiasaannya mengimpor barang.
"Jangan sampai Menteri Mari Pangestu terlalu beroreantasi kepada impor barang-barang dari luar negeri. Lebih bagus bagaiamana kita mencari solusi untuk memproduksi produk-produk dalam negeri sehingga tidak harus seluruh kebutuhan dalam negeri ini harus diimpor. Sementara bahan bakunya banyak di Indonesia," kata Saleh mengingatkan.
"Di situlah perlu peran pemerintah untuk bagaimana memberadayakan masyarakat untuk memproduksi garam secara nasional," sambungnya.
Saleh juga menyentil soal tidak sejalannya para menteri di Kabinet Indonesia Bersatu II dalam hal impor garam tersebut. Menteri Mari mengizinkan impor garam, sedangkan Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad jelas-jelas menolak kebijakan tersebut.
"Di sini lah terlihat jelas, tidak ada koordinasi antara berbagai sektor. Harusnya menteri Mari mengerem kebiasaan-kebiasaannya untuk selau instan melakukan impor," katanya lagi.
Ketidaksingkronan dua kebijakan menteri tersebut menunjukkan buruknya manajemen di pemerintahan yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yuhdoyono.
"Makanya perlu ada satu manajemen dan
strong leadership dari seorang Kepala Negara. Jangan sampai para pembantu saling bertebrakan dalam melalukan tugas-tugasnya," tandasnya.
[zul]
BERITA TERKAIT: