Banyak tafsiran mengenai fenomena itu. Ada yang bilang kalau massa sudah terlalu lelah menunggu kehadiran Presiden sejak pagi hingga lewat tengah hari. Ada juga yang menganggap sikap ribuan Nahdliyin itu cermin dari ketidakpercayaan rakyat terhadap pemimpinnya yang cuma pintar pencitraan.
"Itu banyak tafsiran-lah, terserah mau ambil tafsiran mana. Yang pasti itu harus jadi pelajaran protokol Istana dan panitia pelaksana, jangan biarkan publik menunggu terlalu lama, jangan terlalu protokoler," ujar pengamat politik senior, AS Hikam, saat berdialog dengan
Rakyat Merdeka Online, Senin (18/7).
"Warga NU itu tidak punya kebiasaan meninggalkan orang sebelum acara selesai," tegasnya.
Dia mencontohkan, dalam hajatan-hajatan warga NU, mereka terbiasa untuk betah mengikuti acara dari awal sampai selesai walau itu di dinihari.
"Lihat saja di haul-haul NU, orang datang maghrib, pulang jam 1 pagi, biasa saja. Dengar pidato pejabat biasa sangat tertib. Kasus kemarin itu jangan dinilai berlebihan juga tapi harus jadi
warning protokoler presiden dan panitia. NU itu biasa, sederhana saja, jangan terlalu protokoler," harapnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: