LSI Menunggangi Perasaan Umum, SBY yang Menggendong Dosa Boediono

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Senin, 27 Juni 2011, 10:43 WIB
<i>LSI Menunggangi Perasaan Umum, SBY yang Menggendong Dosa Boediono</i>
wapres boediono/ist
RMOL. Hasil riset Lingkaran Survei Indonesia (LSI) lagi-lagi menohok kepemimpinan SBY. Setelah Partai Demokrat binaan SBY dianggap tidak lagi populer di kalangan rakyat banyak, kini LSI merilis angka 47,2 persen sebagai ukuran kepuasan publik terhadap kepemimpinan Presiden Sang Presiden.

Partai Demokrat "panas kuping". Mereka menyebut riset LSI terlalu tendensius, tak obyektif dan didramatisir. Bahkan, ada tuduhan bahwa survei LSI dipesan oleh lawan politik terkuat SBY. Tuduhan ini secara tak lansung mengarah ke Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie.

Memang, LSI pimpinan Denny JA tengah menangani order tokoh politik bersapaan Ical ini untuk membangun pencitraan di seluruh daerah di Nusantara. Kampanye citra Golkar dan Ical dekat dengan rakyat kecil sedang digenjot. Dugaan bahwa survei LSI ada di bawah kendali Golkar menguat setelah survei terakhir LSI menyatakan bahwa sebagian besar suara Demokrat yang hilang di daerah melimpah ke Partai warisan Orde Baru ini.

Politisi senior Partai Golkar yang juga wartawan senior, Zainal Bintang, membantah tegas tudingan itu. Menurutnya, dari sudut pandangnya sebagai pengamat komunikasi massa, tanpa ada survei LSI pun semua rakyat sudah cerdas mengetahui bahwa citra SBY dan Demokrat sedang "terjun bebas".

"Kalau saya sebagai pengamat politik dan orang media komunikasi massa tidak sependapat dengan tuduhan Golkar menunggangi LSI Denny JA. Yang benar adalah LSI menunggangi perasaan umum yang tak senang pada SBY dan itu seolah temuan riset dia saja. Padahal, siapapun yang melakukan survei pasti dapat hasil sama, SBY merosot," tutur Zainal Bintang kepada Rakyat Merdeka Online, Senin (27/6).

Saat ini, isu siapa di belakang LSI bukanlah substansi. Bintang tegaskan, ada fakta umum yang akurat di lapangan bahwa kinerja pemerintahan SBY-Boediono mengecewakan.

"Lihatlah di media massa tanggapan masyarakat pada pemerintahnya dari berbagai sisi, terutama dari sisi pemberantasan korupsi. Kesimpulannya, SBY tidak satu kata dengan perbuatan," tegasnya.

Publik juga menemukan ketidaksinkronan perbuatan dan kata SBY soal perlindungan terhadap minoritas dalam rentetan kasus Amhamdiyah dan penutupan rumah ibadah.

"Dan dari sisi prestasi politik dia gagal membangun sebuah kekuatan politik di parlemen, buktinya ada desakan reshuffle empat menteri dan satu lembaga negara dari paripurna DPR," katanya.

Yang paling menunjukkan kegagalan SBY-Boediono, sebut Bintang adalah "monumen" Skandal Bank Century. Tidak tuntasnya skandal 6,7 triliun ini adalah penyebab terbesar masyarakat politik kecewa pada SBY.

"Dan SBY nekat memilih Boediono jadi Wapres, yang alami cacat bawaan dalam kasus itu. Dialah (Boediono) yang membuat citra SBY merosot. Bukan kinerja SBY saja yang tak maksimal, tapi juga pasangannya menjadi masalah besar," ujarnya.

Bintang ingatkan, Boediono adalah satu-satunya wakil presiden yang diadili dan dinyatakan tersangka dalam panggung politik Pansus dan paripurna DPR karena sebagai mantan Gubernur Bank Indonesia dia bertanggungjawab dalam kucuran dana ke Century yang alirannya tidak jelas sampai sekarang.

"Itu kesalahan pertama SBY, memilih orang yang punya cacat bawaan. Kedua, kesalahan kedua, SBY memilih Boediono yang tidak punya kekuatan politik apapun di parlemen," urainya.

Dan terakhir, tegas tokoh MKGR ini lagi, memilih Boediono berarti memperkuat representasi kepemimpinan Jawa di Indonesia. Hal itu berbahaya dan mudah berubah jadi bola salju kekecewaan rakyat.

"Kesalahan SBY menggendong Boediono kemana-mana. Ini sangat serius," tekan Bintang.[ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA