Aktivis: SBY Seperti Mengigau

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Sabtu, 28 Mei 2011, 17:25 WIB
Aktivis: SBY Seperti Mengigau
RMOL. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa demokrasi di Indonesia semakin kokoh dengan alasan, di antaranya, adalah kemajuan pelaksanaan pembangunan ekonomi, penegakan aturan hukum dan pemberantasan korupsi.

Aktivis Gerakan Indonesia Bersih, Ahmad Kasino, menyebut pernyataan Presiden sebagai klaim sepihak yang jauh dari kenyataan. Demokrasi yang dibangun dengan pencitraan politik dan manipulasi oleh pemerintahan SBY, malah membuat rakyat semakin tidak berdaya secara ekonomi, politik, sosial dan budaya.

"Dan kecenderungannya, kohesi sosial masyarakat semakin rentan karena ketidakberdayaan warga negara di bidang ekonomi sehingga proses disintegrasi bangsa semakin nyata di depan mata. Kalau dibiarkan, kita menuju negara gagal," ujar Kasino kepada Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Sabtu, 28/5).

Kasino mengingatkan bahwa pembangunan ekonomi hanya dinikmati oleh segelintir orang yang mempunyai akses ekonomi dan politik kekuasaan. Sementara, keluarga elit politik berlomba-lomba merampok duit rakyat untuk kepentingan pribadi dan melanggengkan kekuasaan semata sehingga demokrasi di Indonesia menuju demokrasi dinasti.

"Kasus Muhammad Nazaruddin hanya sebatas yang terlihat di permukaan. Yang tidak terlihat itu lebih parah lagi yaitu gurita korupsi," ujarnya.

Sementara, penegakan hukum dan pemberantasan korupsi Orde SBY-Boediono semakin parah dari rezim yang lalu. Jika korupsi Soeharto dan kroninya begitu telanjang di mata publik menunggu 20 tahun berkuasa, sedangkan rezim SBY belum dua periode sudah menyimpan segudang skandal. Salah satu contoh, skandal bailout Bank Century.

Di bidang hukum, rekayasa hukum menjadi tren seperti apa yang menimpa eks Ketua KPK Anthasari Azhar, yang sudah ditegaskan oleh adik almarhum Nasrudin Zulkarnaen. Di soal ekonomi, kehidupan rakyat yang semakin sulit dengan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar seperti sandang, pangan dan papan, pendidikan semakin mahal dan kesehatan yang tidak terjangkau oleh masrakat banyak dikarenakan demokrasi liberal. Kemudian ada ancaman terhadap disintegrasi bangsa, karena pemerintah membiarkan konflik rakyat yang bernuansa SARA sempat meluas.

"‎​Adanya beberapa daerah di Kalimantan yang ingin memisahkan diri dari NKRI dan ingin menjadi bagian dari Malaysia mencerminkan tingkat frustasi warga negara karena pemerintah tidak dapat memenuhi standar kebutuhan hidup yang layak. Terbunuhnya dua polisi di Palu menandakan keamanan dan ketertiban yang tidak dapat dijamin pemerintah," urai aktivis 98 ini.

‎​"Dari fenomena-fenomena di atas, klaim pemerintah SBY bahwa demokrasi di Indonesia semakin kokoh seperti ngelindur atau mengigau di siang bolong, jauh panggang dari api. Yang jelas proses kerusakan bangsa sedang berjalan dengan cepat menuju disintegrasi atau lebih parahnya, negara gagal," tegasnya.[ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA