Dalam catatan Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (DPP Permahi), beberapa perkara hukum yang melibatkan kader Demokrat namun tidak tuntas di antaranya adalah kasus dugaan suap dana stimulus pembangunan dermaga dan bandara di Indonesia Timur yang melibatkan Jhonny Allen yang kini menjabat Wakil Ketua Umum Demokrat. Selain itu, kasus korupsi penggadaan tanah untuk kantor DPRD Bukitinggi dan kendaraan dinas pertamanan kota Bukitinggi yang merugikan negara hingga Rp 1,7 miliar yang melibatkan anggota DPR fraksi Demokrat asal Sumatera Barat, Djufri.
Melihat kecenderungan penyelamatan hukum terhadap kader partai Demokrat yang terlibat dalam dugaan kasus korupsi tersebut, Ketua Umum DPP Permahi, Windu Wijaya, mencurigai kasus Nazaruddin akan berakhir dengan ketidakjelasan seperti kasus-kasus korupsi yang menimpa kader Demokrat lainnya.
"Pemberhentian Nazaruddin sebagai Bendahara Umum DPP Partai Demokrat hanyalah politik pencitraan partai dan bukan suatu jaminan untuk mengiklaskan kader Demokrat diproses secara hukum," katanya dalam pernyataan kepada wartawan, Kamis petang (26/5).
Permahi curiga, kebebasan Nazaruddin dari jerat hukum menjadi penting bagi partai berkuasa itu. Tidak saja untuk mencegahnya jadi pesakitan tapi juga sebagai upaya meredam Nazaruddin agar tidak membongkar skandal-skandal korupsi lainnya yang mungkin saja melibatkan para petinggi partai Demokrat.
"Bila kecurigaan kami terbukti bahwa Nazaruddin akan lolos dari jeratan hukum, ini menandakan bahwa KPK telah masuk angin dan komitmen Presiden SBY yang selalu mendengungkan pemberantasan tindak pidana korupsi tanpa pandang bulu hanyalah pidato basa-basi.," tandas Windu.
[ald]
BERITA TERKAIT: