Ulil Abshar-Abdalla Kesal Karena Ada Dua Menteri yang Dukung Islam Garis Keras

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Kamis, 31 Maret 2011, 14:46 WIB
Ulil Abshar-Abdalla Kesal Karena Ada Dua Menteri yang Dukung Islam Garis Keras
ilustrasi
RMOL. Kritik pedas dari dunia internasional kepada Presiden SBY, yang intinya meminta ketegasan memberangus praktik pengekangan beragama dan berkeyakinan di Indonesia, seharusnya menjadi teguran keras pada aparat keamanan dan intelijen.

Hal itu diutarakan Ketua Pusat Pengembangan Strategi dan Kebijakan DPP Partai Demokrat, Ulil Abshar Abdalla, kepada Rakyat Merdeka Online, Kamis (31/3).

Menurut Ulil, Presiden SBY sudah membuat garis kebijakan bahwa kebebasan berkeyakinan dijamin oleh pemerintah dan tidak ada toleransi kepada segala tindak kekerasan yang menimpa minoritas. Hanya saja, implementasi di lapangan yang tidak berjalan baik.
 
"Menurut saya, kritik dunia internasional harus jadi dorongan khususnya bagi aparat keamanan, dan kedua, intelijen yang perlu ditingkatkan kemampuannya," ujar tokoh Jaringan Islam Liberal ini.

Ulil menegaskan, kebijakan Presiden SBY sesuai konstitusi tidak memberi ruang pada pembatasan hak beragama dan berkeyakinan. Yang ironis, selain bermasalah dalam implementasi oleh aparat kemanan dan intelijen, kebijakan Presiden itu tak ditaati betul oleh para pembantunya.

"Saya akui, pejabat pemerintah yang justru tunjukkan toleransi pada kelompok ekstremis dan fundamentalis ini. Misalnya, ada satu dua menteri mengadakan pertemuan dengan mereka (kelompok garis keras) bahkan mendukung agenda mereka. Itu perlu dikritik. Saya kritik Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri," tegasnya.

Selain itu, kata Ulil lagi, perlu dikritik juga inisiatif para kepala daerah yang menerbitkan Peraturan-Peraturan Daerah yang melarang aktivitas Ahmadiyah meskipun mungkin niatnya hanya untuk mencegah tindakan kekerasan.

Tidak sekali teguran dunia internasional dalam persoalan pelik kebebasan berkeyakinan di Tanah Air. Dua pekan lalu, Surat 27 Anggota Kongres Amerika Serikat memprotes kelemahan SBY-Boediono menjaga kebebasan berkeyakinan jadi isu hangat di dalam negeri.

Kemarin, seorang peneliti dari Washington bernama Kelley Currie, menulis artikel berjudul “Indonesia's Seven-Year Itch” yang dimuat Wall Street Journal edisi Asia yang terbit kemarin (Rabu, 30/3). Dia pun menyoroti deretan kasus kekerasan yang dialami pengikut Ahmadiyah sebagai salah satu bukti kehadiran kelompok fundamentalis dan ekstremis.[ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA