"APBN 2011 lebih beriorientasi pada kenaikan anggaran untuk birokrasi. Dalam APBN 2011 pemerintah justru menaikkan belanja pegawai Rp 18,1 triliun dan belanja perjalanan Rp 4,9 triliun dan kenaikan belanja bunga utang Rp 9,6 triliun, sementara belanja-belanja yang berhubungan langsung dengan rakyat, seperti belanja subsidi dan bantuan sosial justru diturunkan. Masing-masing hanya Rp 13,6 triliun dan Rp 8 triliun," papar perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Advokasi APBN Kesejahteraan, Yuna Farha di Jakarta, Minggu (23/1).
Selain itu, menurutnya, APBN 2011 juga menyunat anggaran kesehatan. Belanja fungsi kesehatan berkurang Rp 6,1 triliun.
"Padahal sesuai pasal 34 ayat 3 UUD, negara bertanggungjawab atas penyedia fasilitas kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak," katanya.
Indikasi inkonstitusional lainnya, tambah aktivis Fitra ini, negara tidak bertanggungjawab terhadap jaminan sosial. "Tidak satu pun secara eksplisit pengalokasian anggaran untuk mengembangkan sistem jaminan sosial secara menyeluruh," ucapnya.
Yang terakhir, pelanggaran konstitusi dalam pengalokasian dana atas nama perimbangan daerah. "APBN 2011 kembali menganggarkam dana penyesuaian infrastruktur daerah sebesar Rp 7,7 triliun. Dana tersebut jelas liar dan bertentangan dengan UU No 33/2004 tentang perimbangan keuangan," tutupnya.
[wid]