Inilah Warning dari Andi Arief dan Velix Wanggai untuk Fauzi Bowo

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/teguh-santosa-1'>TEGUH SANTOSA</a>
LAPORAN: TEGUH SANTOSA
  • Senin, 20 September 2010, 17:04 WIB
Inilah <i>Warning</i> dari Andi Arief dan Velix Wanggai untuk Fauzi Bowo
fauzi bowo/ist
RMOL. Peristiwa amblesnya tanggul kanal barat di Setiabudi, menyusul ambrolnya jalan RE Martadinata di Tanjung Priok, hendaknya menjadi peringatan penting bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk membenahi manajemen bencana di ibukota. Sebab, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta selama ini dinilai belum menganggap serius potensi ancaman gempa, maupun dampak penurunan tanah.

Salah satu indikator dari kekurangseriusan Pemprov DKI Jakarta tersebut adalah terkatung-katungnya pembentukan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah). Padahal, kondisi Jakarta yang rawan bencana saat ini memerlukan sebuah institusi kebencanaan yang mumpuni.

“Jakarta beberapa kali terkena dampak goncangan gempa yang berepisentrum di Selat Sunda dan Sukabumi. Di samping itu, penurunan tanah sekitar 18-26 cm di kawasan Jakarta Utara juga sudah dirasakan berbagai kalangan,” kata Andi Arief, Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana.

Lebih lanjut Andi mengingatkan, dalam Peta Bahaya Kegempaan (Peta Seismic Hazard) 2010 yang disusun Tim Ahli Gempa Indonesia, wilayah Jakarta diidentifikasi mengalami percepatan pergeseran batuan dasar, sehingga potensi rambatan gempa ke ibukota patut diwaspadai. Sejarah mencatat, wilayah DKI pernah diguncang gempa dahsyat, semisal pada tahun 1699,1780,1883, dan 1903.

Velix Wanggai, Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, berharap agar Pemprov DKI dapat mengantisipasi potensi ancaman gempa dan dampak penurunan tanah dengan lebih baik. Caranya, dengan membenahi sistem manajemen bencana di wilayahnya. Untuk itu, kata Velix, percepatan pembentukan institusi yang khusus menangani bencana merupakan hal mutlak yang harus dilakukan. Setelah itu, penguatan kapasitas institusi, khususnya dalam hal pengetahuan dan ketrampilan kebencanaan, menyusul untuk dilakukan.

“Manajemen bencana DKI Jakarta harus menitikberatkan kepada mitigasi bencana. Ibukota penuh dengan gedung-gedung tinggi, sehingga perlu dipikirkan upaya meminimalisasi risiko akibat goyangan gempa atau penurunan tanah. Karena itu, edukasi publik, juga pembuatan emergency plan (rencana darurat) kebencanaan, mendesak untuk diagendakan” lanjut Velix.

Andi Arief menambahkan, dalam banyak kasus, kegagalan penanganan bencana tidak disebabkan oleh skala bencana yang terlalu besar untuk ditangani, tetapi karena mismanagement atau salah urus.

“Jangan sampai mismanagement bencana juga terjadi di Jakarta,” tandas Andi. [guh]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA