BILA Polri tetap cuek, maka lembaga antikorupsi ini berniat melakukan gugatan praperadilan.
Hal ini disampaikan Wakil Koordinator
Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho kepada
Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
“Kami merasa sangat kecewa dengan kasus korupsi yang belum selesai ini. Mungkin Polri belum bisa melihat jika kerugian negara ditaksir Rp 1.500 miliar,” katanya
Menurutnya, saat ini Polri belum terkesan belum mempunyai niat untuk menuntaskan ke- 20 kasus itu. Dia menduga ada problem internal yang mempengaruhinya. “Saya menduga ada oknum di Polri yang memang berniat untuk menutup kasus ini. Paling tidak, mereka akan melakukan tebang pilih dalam menangani kasusnya,” ujarya.
Dijelaskan dari 20 kasus tersebut sampai saat ini belum ada satupun yang kejelasan penanganannya, karena setiap waktu kasus semakin bertambah, sehingga Polri tidak mampu untuk menangani perkara yang lama.
“Seharusnya ini nggak boleh terjadi. Ini namanya lalai dalam tugas. Tapi mungkin juga dipengaruhi pemimpin lembaga tersebut. Kalau pemimpin di Polri itu tegas, saya yakin semua bisa terselesaikan,” tukasnya.
Aktivis hukum ini berharap Polri segera menuntaskan 20 kasus dugaan korupsi itu, bila tidak sebaiknya KPK saja yang mengambilalih penanganannya. “Kalau begini terus, sebaiknya Polri nggak usah tanganin kasus korupsi cukup tangani kasus kriminal lainnya saja. Untuk kasus korupsinya sebaiknya diserahkan saja kepada KPK,” ujarnya.
Pria yang akrab disapa Eson ini menegaskan, lembaganya bisa saja melakukan gugatan praperadilan kepada Polri terkait belum jelasnya penanganan kasus 20 kasus korupsi itu dengan catatan bila betul-betul tidak ada penyelesaiannya.
“Saat ini tujuan utama berdirinya ICW itu untuk melaporkan ke masyarakat tentang kasus-kasus korupsi yang terjadi di Indonesia berupa dokuman yang berisikan data. Namun kami bisa melakukan praperadilan jika aparat penegak hukum benar-benar nggak mau tangani kasus tersebut,” katanya.
Sementara itu Kepala Bidang Penerangan Umum Mabes Polri, Kombes Marwoto Soeto mempersilakan, ICW untuk menyerahkan laporan-laporan tentang perkara yang dinilai mangkrak di lembaganya.
“Kami persilakan kepada rekan-rekan yang berada di ICW untuk menyerahkan datanya. Hal ini sangat bagus, karena kinerja Polri saat ini ada yang memperhatikan,” katanya.
Meski begitu, Marwoto membantah kalau lembaganya tidak serius menuntaskan kasus tersebut. Belum tuntasnya kasus-kasus itu karena memang ada kendala, antara lain mengumpulkan alat buktinya.
“Memang terkadang kami temui kendala dalam penanganan kasus korupsi, tetapi saya nggak bisa cerita apa kendalanya secara rinci. Yang penting kami terus berusaha untuk menyelesaikan perkara-perkara tersebut,” ujarnya.
Soal tudingan adanya oknum Polisi yang menghambat penuntasan kasus korupsi tersebut, Marwoto mempersilakan kepada masyarakat untuk melaporkannya. “Kalau ada Polisi yang nakal sebaiknya segera dilaporkan jangan diam saja, Kami akan memproses Polisi yang nakal itu,” tegasnya.
Soal rencana gugatan praperadilan terhadap Polri bila tidak segera menuntaskan 20 kasus korupsi tersebut, Marwoto menegaskan, lembaganya siap menghadapi. “Kami mempersilakan kepada ICW jika ingin melakukan praperadilan. Justru kami mengucapkan terimakasih bahwa selama ini ada lembaga yang memantau kinerja kami dalam menangani kasus korupsi,” ujarnya.
Kepala Hubungan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi, Johan Budi Sapto Prabowo mengatakan, lembaganya menerima penanganan 20 kasus korupsi yang penanganannya mandek di Polri. “Kami siap jika memang harus menanganinya. Tapi kita harus persiapkan penyidik dan perangkat undang-undangnya,” ucapnya.
“Diserahkan Ke KPK Sajalah”
Ahmad Yani, Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR, Ahmad Yani mengapresiasi publikasi
Indonesia Corruption Watch data 20 kasus korupsi yang penanganannya tidak jelas Polri. Dia mengharapkan datanya bisa diserahkan ke lembaganya.
“Saya mengagumi kerja ICW saat ini dengan memberikan data kepada masyarakat, tapi sayangnya tidak diberikan kepada kami, misalnya seperti data rekening gendut Polri,” katanya, kemarin.
Politisi PPP ini menilai kinerja Polri saat ini masih sangat jauh dari harapkan. Menurutnya, di dalam internal Polri saat ini belum ada seorang pemimpin yang tegas untuk mengatur kinerja lembaga itu.
“Polri masih belum bisa menempatkan dirinya sebagai lembaga penegak hukum yang memberantas korupsi. Pasca lebaran nanti kami akan menggelar rapat untuk merevisi Undang-Undang Kepolisian, jadi mungkin untuk penanganan kasus korupsi nantinya diserahkan saja ke KPK dan kejaksaan. Semoga rencana ini tidak berubah,” paparnya.
“Senang Kita Bisa Membantu”
Boyamin Saiman, Koordinator MAKI
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendukung Indonesia Coruption Watch untuk melakukan gugatan praperadilan terhadap Polri yang dinilai lelet menuntaskan 20 kasus dugaan korupsi yang ditanganinya.
Gugatan praperadilan itu merupakan salah satu bentuk koreksi terhadap proses penanganan kasus yang dinilai berlarut-larut. Bahkan MAKI menyatakan siap membantu ICW.
“Kita senang bisa membantu ICW untuk melakukan gugatan praperadilan. Namun, perlu adanya kelengkapan data-data agar dapat dibeberkan di pengadilan,” kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, kemarin.
Menurutnya, gugatan praperadilan bisa dilakukan seseorang atau suatu lembaga. Menurutnya, ICW sebagai salah satu lembaga pemantau korupsi di Indonesia bisa mengajukan gugatan praperadilan ke pengadilan dengan dasar lambatnya Polri menangani kasus korupsi.
“Nanti di pengadilan juga minta agar KPK dan kejaksaan saja yang tangani kasus perkara korupsi, biar Polri tangani kasus kriminal yang lainnya saja,” tambahnya.
Inilah 20 Kasus Dugaan Korupsi Yang Diduga Mangkrak Di Mabes Polri
1. Kasus PT Jamsostek (2002). Kerugian mencapai Rp 45 miliar. Bekas Dirut PT Jamsostek Akmal Husein dan bekas Dirut Keuangan Horas Simatupang telah ditetapkan sebagai tersangka.
2. Proyek fiktif dan manipulasi data di PT Darma Niaga (2003). Kerugian mencapai Rp 70 miliar. Polisi telah telah tetapkan tiga tersangka, salah satunya Winarto.
3. Penyalahgunaan rekening 502 (2003). Kerugian mencapai Rp 20,98 miliar. Dalam kasus ini telah menetapkan antara lain bekas Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin sebagai tersangka.
4. Karaha Bodas Company (2004). Kerugian mencapai Rp 50 miliar. Jumlah tersangka ada 20 orang dari pejabat Panas Bumi Pertamina dan pihak swasta. Hanya 2 berkas saja yang telah dilimpahkan ke pengadilan..
5. Kepemilikan rumah bekas Jaksa Agung, MA Rachman (2004). Rumah senilai 800 juta belum dilaporkan ke KPKPN. Beberapa orang dipanggil sebagai saksi.
6. Pengadaaan Genset di NAD (2004). Kerugian mencapai Rp 40 miliar. Mabes telah tetapkan Wiliam Taylor dan Abdullah Puteh sebagai tersangka. Hanya Wiliam yang dilimpahkan ke pengadilan.
7. Penyewaan crane atau alat bongkar muat kontainer di PT Jakarta International Container Terminal (JICT) tahun 2005. Kerugian mencapai Rp 83,7 miliar. Direktur PT JICT Wibowo S Wirjawan telah ditetapkan sebagai tersangka.
8. Proyek peningkatan akademik di Departemen Pendidikan Nasional (2005). Kerugian mencapai Rp 6 miliar. Ditetapkan tiga tersangka utama adalah Dedi Abdul Halim, Elan Suherlan, dan Helmin Untung Rintinton.
9. Proyek pengadaan jaringan radio komunikasi (jarkom) dan alat komunikasi (alkom) Mabes Polri (2005). Kerugian ditaksir mencapai Rp 240 miliar. Pengusaha Henri Siahaan ditetapkan sebagai tersangka dan sempat ditahan.
10. Penyaluran dana fiktif di Perusahaan Umum Percetakkan Uang Republik Indonesia (Peruri) tahun 2005 dengan kerugian ditaksir mencapai Rp 2,3 miliar. Tiga orang Direksi Peruri telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni M Koesnan Martono, Marlan Arif, dan Suparman.
11. Dana vaksinasi dan asuransi perjalanan jamaah haji periode 2002-2005 (2005). Kerugian ditaksir mencapai Rp 12 miliar. Penyidik telah memeriksa 15 orang saksi.
12. Dugaan korupsi proyek renovasi Hotel Patra Jasa di Bali (2006) dengan kerugian Rp 69 miliar. Polda Metro Jaya menetapkan tujuh tersangka, salah satunya Sri Meitono Purbowo atau Tony Purbowo.
13. Wesel Ekspor Berjangka (WEB) Unibank tahun 2006. Kerugian ditaksir mencapai 230 juta dolar AS. Diduga melibatkan Komisaris PT Raja Garuda Mas, ST, Proses dilakukan tim gabungan Mabes Polri dengan Kejaksaan Agung (Kejagung).
14. Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Muara Tawar, Bekasi, Jawa Barat senilai Rp 590 miliar pada tahun 2006. Bekas Direktur Utama PT PLN Eddie Widiono telah ditetapkan sebagai tersangka.
15. BPR Tripanca Setiadana Lampung pada tahun 2008. Mabes telah tetapkan delapan orang sebagai tersangka pemilik BPR, salah satunya, Sugiarto Wiharjo.
16. Kasus dugaan korupsi sejumlah pejabat dan bekas Gubernur di lingkup pemerintahaan provinsi Maluku Utara (Malut). Sebelumnya ditangani Polda Malut dan telah menetapkan dua tersangka yakni RZ dan JN.
17. Dugaan korupsi pengadaan jasa konsultan di BPIH Migas sebesar Rp 126 miliar tahun anggaran 2008 dan Rp 82 miliar tahun anggaran 2009, yang diduga dilakukan pejabat BPH Migas.
18. Dugaan korupsi di BPH Dirjen Postel Kementerian Kominfo atas pengelolaan dana PNBP sebesar Rp 2,4 triliun pada tahun 2009 yang didepositokan pada Bank BRI dan Bank Bukopin.
19. Dugaan korupsi 30 proyek di PT Telkom dan anak perusahaan Telkom, yaitu PT Telkomsel yang bernilai triliunan rupiah sejak tahun 2006-2009.
20. Dugaan korupsi atas pembelian saham perusahaan PT Elnusa di PT infomedia yang di-
mark-up dan diduga dilakukan pejabat di lingkungan PT Telkom sebesar Rp 590 miliar.
Sumber: Indonesian Corruption Watch