YLBHI: Negara Absen dalam Perlindungan Jurnalis

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Senin, 23 Agustus 2010, 17:58 WIB
YLBHI: Negara Absen dalam Perlindungan Jurnalis
RMOL.Pelemparan bom molotov ke kantor Tempo, penganiayaan aktivis ICW Tama S. Langkun, kematian misterius jurnalis Kompas Muhammad Saifullah, pemukulan terhadap Zainal Abidin (YLBHI), pembunuhan jurnalis Ardianyah (Merauke TV), dan terakhir terbunuhnya jurnalis Ridwan Salamun (SUN TV) diharapkan menjadi deretan terakhir tragedi kekerasan terhadap para aktivis dan wartawan.

Dalam catatan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), proses pengusutan terhadap beberapa kasus di atas terkesan sangat lamban. Padahal, kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sudah tercantum dalam pasal 28 E ayat 3 UUD 1945.  Merebaknya kasus kekerasan terhadap pembela HAM dan pekerja pers menunjukkan bahwa negara absen dalam memberikan perlindungan terhadap warga negara guna memberikan rasa aman sebagaimana dijamin dalam Pasal 28 G ayat 1 UUD 1945. Padahal, perlindungan terhadap jurnalis telah diatur dalam UU 40/1999 tentang Pers yang menjamin tiada suatu lembaga yang dapat menghalanggi fungsinya bahkan sekalipun negara. Tapi kenyataannya, semua terbalik.

"YLBHI mendesak Kepolisian untuk menindak secara tegas setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan tugas jurnalisme dengan pidana," demikian pernyataan YLBHI yang diterima Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Senin, 23/8).

YLBHI pun mendesak Pemerintah dan DPR untuk membahas Rancangan UU Pembela HAM yang menjamin perlindungan pembela HAM dalam melaksanakan
tugasnya. Bahkan, meminta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk memberikan perlindungan terhadap korban tindak kekerasan.[ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA