JDOC: Big Data dan Gotong Royong Indonesia Hadapi Bencana

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/r-muhammad-zulkipli-5'>R. MUHAMMAD ZULKIPLI*</a>
OLEH: R. MUHAMMAD ZULKIPLI*
  • Minggu, 17 Agustus 2025, 13:13 WIB
JDOC: Big Data dan Gotong Royong Indonesia Hadapi Bencana
Ilustrasi - Susilo Bambang Yudhyono saat menjabat presiden meninjau simulasi penanggulangan bencana. (Foto: ANTARA/Widodo S. Jusuf)
"We cannot solve our problems with the same thinking we used when we created them." (Albert Einstein)

KALIMAT itu terasa begitu dalam ketika saya menulis di Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-80 ini. Sebagai bangsa, kita sudah melalui begitu banyak ujian sejarah, termasuk bencana alam besar yang membentuk cara kita melihat masa depan.

Saya masih teringat jelas ketika antara tahun 2009 hingga 2014, saya dipercaya mendampingi Andi Arief, di Kantor Staf Khusus Presiden bidang Bantuan Sosial dan Bencana Alam. Masa itu penuh dinamika: banjir besar di Jakarta, gempa Padang, hingga erupsi Merapi.

Dari dekat, saya belajar bagaimana koordinasi lintas lembaga, kepemimpinan nasional, dan solidaritas rakyat menjadi penentu dalam menyelamatkan nyawa. Pelajaran terpenting dari pengalaman itu adalah bahwa waktu adalah segalanya dalam manajemen bencana—setiap menit keterlambatan berharga nyawa manusia.

Bangsa ini tidak boleh melupakan teladan yang sudah ada. Dunia pernah menyaksikan bagaimana Indonesia bangkit dari tsunami Aceh 2004, ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunjukkan kepemimpinan yang luar biasa dalam menggerakkan seluruh elemen bangsa.

Bahkan Presiden Prabowo Subianto pada Desember 2023 menegaskan bahwa kepemimpinan SBY dalam menghadapi bencana itu adalah warisan yang patut dihargai dan diteladani. Dunia melihat Indonesia bukan sekadar korban, melainkan bangsa yang mampu bangkit dengan solidaritas dan koordinasi yang baik.

Itulah fondasi yang harus kita syukuri pada usia 80 tahun kemerdekaan ini: keberhasilan masa lalu bukan untuk berhenti dikenang, tetapi untuk disempurnakan dengan langkah-langkah baru.

Kini, tantangan kita semakin besar. Banjir, kebakaran hutan, gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung api tetap menjadi ancaman nyata. Namun perkembangan teknologi membuka peluang luar biasa. Data satelit bisa diperoleh dalam hitungan menit, drone komersial menjangkau lokasi terpencil, dan crowdsourcing menjadikan masyarakat bagian dari sistem informasi, bukan sekadar penerima.

Dunia juga telah memberi inspirasi. Awal 2024, Amerika Serikat memperkenalkan konsep Joint Commercial Operations (JCO) dalam bidang: Antariksa (space domain) dan keamanan/pertahanan yang diinisiasi oleh U.S. Space Command (USSPACECOM). Sebuah ruang operasi virtual yang menghubungkan pemerintah, sektor swasta, dan komunitas internasional. Tidak ada gedung baru, tidak ada birokrasi Panjang: yang ada hanyalah integrasi data, pemanfaatan teknologi komersial, dan percepatan keputusan.

Indonesia dapat mengadaptasi konsep itu dalam bentuk Joint Disaster Operations Cell (JDOC). Ini bukan sekadar ide teknis, tetapi sebuah lompatan paradigma. JDOC akan menjadi ruang komando virtual yang menyatukan sensor BMKG, satelit BRIN, data hotspot KLHK, drone komersial, laporan masyarakat, serta koordinasi instansi seperti BNPB, BPBD, BASARNAS, DAMKAR, TNI-Polri, PMI, NGO, dan relawan. Tidak ada lagi informasi tercecer, tidak ada lagi koordinasi yang berjalan lambat. JDOC akan memastikan peringatan dini sampai ke masyarakat dalam bentuk yang paling sederhana: pesan singkat, aplikasi, sirene desa, atau siaran radio lokal. Yang penting adalah nyawa terselamatkan.

Penerapan JDOC akan menghadirkan manfaat yang nyata. Pertama, ia akan menyelamatkan nyawa dengan mempercepat alur peringatan dan respon. Kedua, ia akan meningkatkan prestasi nasional: jika dunia dulu memuji kepemimpinan kita saat tsunami Aceh, maka dengan JDOC kita bisa menunjukkan bahwa Indonesia terus berinovasi dan tidak berhenti di masa lalu.

Ketiga, JDOC akan lebih efisien; tidak semua infrastruktur harus dibangun oleh negara, karena teknologi satelit atau drone bisa disewa sesuai kebutuhan. Keempat, JDOC akan memberdayakan rakyat. Nelayan di pesisir, petani di pedalaman, mahasiswa, komunitas local: semua bisa menjadi bagian dari sistem informasi, menjadi mata dan telinga negara.

Maka, di usia ke-80 kemerdekaan ini, JDOC bisa kita anggap sebagai hadiah modern bagi bangsa. Kemerdekaan tidak hanya soal mengenang jasa para pahlawan, tetapi juga tentang menghadirkan rasa aman bagi rakyat hari ini dan esok. JDOC adalah simbol negara yang hadir, bekerja bersama rakyat, memanfaatkan teknologi terbaik, dan menempatkan keselamatan manusia sebagai ukuran utama keberhasilan pembangunan.

Ketika saya kembali mengenang masa mendampingi Andi Arief di Istana, saya sadar bahwa inti manajemen bencana sesungguhnya adalah kemanusiaan. Bencana akan tetap datang, tetapi korban tidak harus selalu sebanyak itu. Dengan JDOC, Indonesia bisa melanjutkan warisan kepemimpinan masa lalu dengan lompatan baru: menyempurnakan sistem peringatan dini, membangun kolaborasi lintas sektor, dan memastikan bahwa di setiap detik krisis, rakyat tahu bahwa negara hadir untuk melindungi mereka.

Pada peringatan kemerdekaan yang ke-80 ini, mari kita jadikan JDOC bukan sekadar gagasan teknis, melainkan janji politik dan moral: bahwa kemerdekaan sejati adalah ketika rakyat merasa terlindungi. Merdeka!!! Merdeka!!! Merdeka!!!rmol news logo article

*Penulis adalah praktisi di bidang manajemen.
EDITOR: ADE MULYANA

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA