Saya menduga, Sri meninggal karena akibat penyakit yang dideritanya. Tampaknya, Sri sudah terlalu kepayahan dengan penyakit gagal ginjalnya yang hampir dua tahun dideritanya.
Beberapa bulan lalu, Sri menghubungi saya melalui WA dan menelepon dengan seluluernya. Akhir-akhir bulan itu, dia kerap menyapa dan menanyakan tentang keluarga dan aktivitas saya.
Kami beberapa kali saling berbincang mengenai informasi kesehatan. Penyakit yang diderita Sri, yang ia keluhkan terdengar terasa sangat berat. Tapi ia tetap semangat untuk hidup. Ginjalnya mengalami kerusakan, ia harus cuci darah seminggu dua kali di RSCM Jakarta.
Di sela-sela dialog soal kesehatan, ia masih menanyakan tentang keadaan kawan-kawan Prodem, Indemo dan perhelatan dunia persilatan politik saat ini.
Ia pun menghitung teman-teman yang sudah tiada. Seperti biasa, ia membuka pembicaraan yang pernah beberapa kali diulang atas kedekatannya dengan adik Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid alias Gusdur, yakni Ibu Lily Wahid.
Sepertinya ia hendak menginginkan kehadiran ibu Lily kembali, yang telah lama meninggal dunia. Ia bercerita bahwa Ibu Lily adalah sosok yang baik dan sangat peduli dengannya. Semasa hidupnya, ibu Lily Wahid sangat memperhatikan. Ia juga menyebutkan ada beberapa kawannya anggota Dewan yang care kepadanya.
Sri yang saya kenal sejak awal tahun 2000-an, memang agak misteri. Tapi setelah sering berkomunikasi dengannya, semakin ke sini semakin paham dan saya merasa lebih dekat mengenal dirinya.
Keakraban dalam berteman itu memang sering ditunjukkan kepada siapa saja. Sri adalah tipikal orang yang grapyak, mudah menyapa dan bergaul.
Entah dari mana sejarah asal usulnya ia mengenal para aktivis pergerakan. Saya tidak tahu. Tapi kiprahnya di dunia antah berantah, dunia aktivitas politik ia kerap hadir.
Selama masih sehat, beberapa kali saya bertemu di acara seminar dan diskusi di Jakarta.
Ada sahabatnya karib Sri yang mengabarkan kepada saya. Bahwa Sri adalah orang yang merdeka dari dunia sosial. Rinjani Dwi Sudjono yang kini bermukim di New Jersey, Amerika, memberitahukan kepada saya, bahwa Sri adalah kali pertama orang yang ditemukan ketika berada di stasiun kereta di Jakarta.
Kemudian diajaklah berkenalan dengan para aktivis dan politisi di jagad politik ibu kota. Tidak main-main, atas kesupelannya dan modal gaul yang rajin, Sri memiliki banyak teman.
Banyak kenalannya yang menjadi pejabat. Dari Menteri, anggota Dewan, pejabat teras sampai aktivis segala zaman.
Bagi saya, Sri adalah sosok fenomena manusia yang memiliki keteguhan jiwa dan daya survive yang tinggi, meski kehidupan nyatanya tidak banyak orang tahu dan terkesan lebih menutup diri dan menghilangkan jejak dari asal-usulnya.
Tapi ia adalah manusia yang tak gentar menghadapi hidup serba ganas dan terbatas di Jakarta. Ia hidup di Jakarta seorang diri. Entah asal usulnya dari mana, tapi suatu hari, ia pernah mengaku kepada saya dia berasal dari Malang Jawa Timur.
Tapi tak seorang pun aktivis yang saya tanya, tidak ad yang tahu asal usul Sri. Kini Sri telah tiada. Sanak saudaranya belum tahu atas kepergian Sri ke alam baka. Teman-teman dekat dan baiknya telah menghantarkan ke pusaran terakhirnya.
Atas kebaikan dan kepedulian yang tinggi dari abangnda, Hariman Siregar, Sri dapat beristirahat dengan tenang di rumah kehidupannya yang terakhir. Diriingi doa khusyuk oleh sahabat-sahabatnya yakni isti Nugroho, Tutik Anis, Desi dan mantan istri mas Mulyana Wira Kusumah almarhum dan sahabat lainnya.
Sri mendapat tempat yang indah disisiNya. Hari yang sama, selain Sri, saya juga kehilangan seorang sahabat baik yakni Nurul Qomar, komedian, yang menghembuskan nafas terakhirnya. Turut berduka cita untuk keduanya.
Selamat jalan untuk Sri dan Mas Qomar, Tuhan menuntunmu ke jalan Syurga.
*Penulis adalah Aktivis 80-an dan mantan Ketua Pijar
BERITA TERKAIT: