Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Anak Muda Kunci Kemenangan Prabowo-Gibran

Oleh: Abdullah Sammy*

Jumat, 16 Februari 2024, 13:19 WIB
Anak Muda Kunci Kemenangan Prabowo-Gibran
Ilustrasi Foto/Net
HASIL hitung cepat Pilpres 2024 menunjukkan pasangan Prabowo-Gibran sukses meraih suara terbanyak. Hampir 60 persen rakyat bersuara untuk pasangan nomor 02 itu.

Banyak yang takjub. Tak sedikit pula yang terkejut. Sebab suara pasangan ini melampaui semua prediksi. Bahkan angka kemenangannya lebih mencolok dibanding pemilihan presiden terdahulu.

Apa yang membuat suara Prabowo-Gibran begitu tinggi? Sebaliknya mengapa suara kompetitornya begitu jatuh di hari pemilihan?

Dalam pidato pertamanya usai hasil quick count dirilis, Prabowo menyatakan kunci kemenangannya terletak di tim anak muda. Selain sang cawapres Gibran Rakabuming Raka yang menjadi kunci, ada dua kekuatan  pemuda yang memiliki kunci di balik kemenangan 02, yakni Didiet Hediprasetyo maupun TKN Muda (TKN Fanta).

Didiet Hediprasetyo tak lain ada putra semata wayang Prabowo. Sosoknya yang merupakan pekerja kreatif menjadi sangat sentral dalam strategi kreatif tim pemenangan 02. Dari mulai identitas brand maupun design, memang pasangan Prabowo-Gibran memiliki diferensiasi. Dari tampilan luar, pasangan 02 paling memenuhi selera estetika anak muda.

Warna yang dipilih 02 sebagai identitas yakni biru muda memiliki filosofi tentang kebebasan, imajinasi, dan inspirasi. Ini ditambah karakter design baliho resmi Prabowo yang elegan, baik soal perpaduan warna, pemilihan font, logo, hingga tingkat kerapatan huruf yang pas.

Dari sisi fashion, baju atau jaket yang dipakai Prabowo-Gibran maupun TKN 02 juga menonjol dibandingkan paslon lain. Sosok di balik segala kreativitas itu ada di figur Didiet.

Tampilan luar yang secara estetika memikat dibalut brand Prabowo yang sangat berbeda dibanding pemilu sebelumnya. Jika sebelumnya Prabowo identik dengan karakter yang sangat maskulin dan penuh formalitas di setiap kegiatannya, maka pada 2024 ini citranya jauh berubah.

Brand yang sangat kuat adalah brand 'gemoy' yang menonjolkan sisi manusia Prabowo. Prabowo pada Pilpres 2024 adalah Prabowo yang jenaka, hangat, dan dekat dengan rakyat, khususnya anak muda.

Selain soal design dan brand, kejelian tim kreatif Prabowo dalam memilih lagu kampanye juga menjadi kunci. Usut punya usut, pemilihan lagu dilakukan dengan riset yang mendalam dan dilakukan oleh sebuah tim khusus.

Dari riset itu, pilihan lagu jatuh pada lagu Oke Gas dan gubahan ulang lagu 'Koyo Jogya Istimewa' menjadi 'Prabowo-Gibran Istimewa'. Walhasil dari sisi kreatif, pendekatan Prabowo-Gibran jauh lebih nge-pop dibandingkan paslon lain.

Segala kreativitas ini mampu diturunkan langsung ke anak muda berkat optimalnya mesin TKN 02. Kunci untuk membumikan strategi kreatif itu secara sukses dijalankan oleh TKN Muda Prabowo Gibran.

Seperti yang pernah saya ulas dalam tulisan sebelumnya sebelum Pemilu, salah satu terobosan yang dilakukan Prabowo-Gibran adalah membentuk divisi Fanta yang menjadi cluster TKN pemilih muda. TKN Fanta atau TKN Pemilih Muda ini menjadi sentral dalam setiap agenda dan kegiatan 02, utamanya dalam sosialisasi ke kalangan anak muda. Selain dipimpin sosok milenial, Muhammad Arief Rosyid, seluruh anggota TKN Fanta ini berusia di rentang 17 hingga 30-an tahun.

Inilah yang menjadi kunci kedua di balik kemenangan meyakinkan 02. Sebab design yang baik, brand yang kuat, dan produk yang unik tidak cukup tanpa marketing yang baik pula. Harus diakui TKN Pemilih Muda Prabowo-Gibran atau TKN Fanta menjalankan fungsi marketing Prabowo-Gibran yang sangat baik.

Seorang Walt Disney pernah berkata; "marketing yang baik mampu membentuk loyalitas konsumen hingga enggan melihat produk lain." Hal inilah yang dilakukan oleh tim TKN 02 khususnya TKN Pemilih Muda.

TKN Pemilih Muda Prabowo Gibran secara maksimal menggunakan media digital sebagai sarana untuk menyebarkan ide maupun kegiatan 02 yang umumnya bersifat budaya pop. TKN Pemilih Muda memasarkan politik yang heboh, seru, dan asyik bagi anak muda. Spontanitas dan keunikan Prabowo dan Gibran dalam debat langsung 'dipasarkan' TKN Muda sebagai sebuah tren baru.

 Inilah salah satu kunci yang menciptakan trend di kalangan anak muda. Muncullah trend joget gemoy, narasi 'sorry ye', hingga Omon-Omon. Pendekatan politik yang heboh, seru, dan asik akhirnya menciptakan FOMO alias fear of missing out di kalangan anak muda. Anak muda merasakan 02 sebagai bagian dari trend.  Para pemilih muda pun tak mau ketinggalan bagian dari trend Gemoy atau Ok Gas yang sukses disosialisasikan TKN Muda.

Kesuksesan menciptakan FOMO dan mempopulerkan gaya kampanye pop inilah yang begitu memikat pemilih, utamanya pemilih usia muda. Walhasil saat pemilihan, sebanyak 65,9 persen pemilih dari generasi Z atau berusia di bawah 26 tahun yang memilih 02. Sedangkan di Pemilih generasi milenial angkanya di atas 55 persen.

Di sisi sebaliknya, paslon lain memilih kemasan yang lebih serius dengan format diskusi, baik online maupun offline. Ini seperti dalam metode kampanye Anies Baswedan yang sejatinya sejak awal punya brand sebagai akademisi atau intelektual.

Sebaliknya Ganjar Pranowo mencoba memperkuat 'brandnya' yang merakyat. Brand yang sejatinya sudah sangat kuat melekat di diri Presiden Jokowi. Kesalahan Ganjar soal konsistensi dalam mencitrakan brandnya. Tidak jelas mana sasaran utamanya apakah brand muda atau merakyat yang dituju.

Jadi bisa disimpulkan bahwa secara kreativitas dan brand, Prabowo dengan gaya nge-popnya memiliki kebaruan serta diferensiasi dibanding paslon lain. Inilah yang benar-benar diterima pasar pemilih yang pada Pilpres 2024 ini lebih dari setengahnya adalah pemilih muda.

Di sisi lain, gaya Prabowo-Gibran yang nge-pop ini banyak dikritisi kompetitornya yang menuding gaya kampanye ini tidak mencerdaskan masyarakat. Muncul kemudian dikotomi gaya kampanye nge-pop Prabowo-Gibran itu tak mendidik. Pandangan miring yang sejatinya mirip dengan perdebatan budaya rendah versus budaya tinggi. Kalangan elitis kerap menghina budaya pop sebagai budaya rendahan. Padahal budaya pop adalah refleksi dari masyarakat itu sendiri. Menyepelekan budaya pop berarti pula menyepelekan keinginan atau selera rakyat.

Seorang kolumnis perang, Victor Davis Hanson, pernah berujar bahwa  pop culture adalah sebuah refleksi sederhana tentang apa yang masyarakat kebanyakan inginkan. Pop culture juga menjadi senjata yang begitu mematikan. Lihat saja bagaimana Korea mampu menaklukkan dunia dengan K-Popnya.

Jauh sebum K-Pop, Amerika mampu menghancurkan Soviet dengan bermodalkan tiga film, yakni Rambo, Knight Rider, dan The Simpsons. Tiga film atau serial yang selalu menempatkan Soviet sebagai sosok antagonis.

Dengan propaganda itu, moral dan kepercayaan diri anak muda Soviet luntur hingga akhirnya negara adidaya itu luluh lantak oleh perpecahan internal. Tak heran jika kemudian National Geographic menempatkan Pop Culture sebagai senjata perang yang paling mematikan di dunia, melebihi bom atom sekalipun.

Jadi jangan pernah menyepelekan budaya populer. Terbukti kini suara kompetitor 02 kini luluh lantak. Mengutip apa yang dikatakan penulis kenamaan Neil Geimann, "Tidak relevan lagi budaya tinggi atau budaya rendah, yang penting adalah seni yang baik atau tidak." rmol news logo article

*Penulis adalah Pengamat Strategi Manajemen

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA