Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kalau Memang Tidak Senang Transisi Energi Cobalah Naikkan Produksi Minyak Nasional

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/salamuddin-daeng-5'>SALAMUDDIN DAENG</a>
OLEH: SALAMUDDIN DAENG
  • Selasa, 31 Oktober 2023, 13:55 WIB
Kalau Memang Tidak Senang Transisi Energi Cobalah Naikkan Produksi Minyak Nasional
Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng/Net
KEMENTERIAN ESDM dalam 10 tahun terakhir boleh dikatakan bangkrut. Terutama sekali dalam mengelola minyak nasional.

Apa itu bangkrut? Keadaan hari ini lebih buruk dari hari kemarin, besok atau lusa keadaannya akan lebih buruk lagi. Itu jelas bangkrut!

Apa buktinya? Produksi minyak nasional mengalami penurunan. Lalu mereka hanya menonton penurunan ini dan tidak melakukan apapun untuk membuat produksi minyak nasional meningkat. Tapi anggaran untuk kementerian ESDM dan sejolinya SKK Migas juga menurun atau gaji tunjangan dan uang yang dibawa pulang ke rumahnya juga menurun? Harusnya demikian.

Apakah mereka mau mengikuti langkah Arab Saudi menurunkan produksi minyak agar harga minyak dunia stabil? Ini bercanda kali. Indonesia impor minyak besar sekali. Impor minyak Indonesia sudah hampir 2/3 dari kebutuhan konsumsi nasional. Produksi minyak kurang lebih 600 ribu barel sehari, sementara pembakaran energi minyak di dalam negeri mencapai 1,4 juta barel sehari.

Pemerintahan ini memang tinggal beberapa bulan lagi, ayolah melangkah jangan berpangku tangan.

Katanya tidak mau transisi energi, karena agenda ini adalah agenda asing. Katanya tidak mau memikirkan mengalihkan subsidi minyak ke EBT dengan alasan bla bla. Kalau begitu coba pikirkan agar subsidi BBM yang sekarang mencapai Rp 500 triliun dicari gantinya dengan cara menaikkan pendapatan minyak. Jangan cuma mengatakan anti dan tidak mau, tetapi berbuatlah dan temukan jalan keluar.

ESDM cobalah bikin sesuatu untuk menahan laju produksi minyak tersebut. Lihat blok Rokan yang menjadi andalan Indonesia setelah dilepas Chevron hanya bisa menahan produksi yang terus menurun, ya ditahan tapi terus menurun.

Itu ditahan model apa ya? Kalau memang tidak mau berpindah dari migas ke EBT, atau mengalihkan subsidinya ke EBT, cobalah diusahakan agar Blok Rokan dapat subsidi biar usahanya menggali minyak ada titik terang.

Jadi ini adalah ikon nasionalisme. Karena setelah pindah dari Chevron, Presiden Jokowi sangat bangga atas hal ini juga harus membuktikan bahwa Blok Rokan yang dibeli Pertamina produksinya bisa melesat.

Jadi melawan transisi energi itu boleh boleh saja. Tapi harus menggunakan jurus tahu diri, sadar diri, dan mawas diri. Jangan dengan alasan transisi energi agenda asing lalu melamun dan hanya menonton impor minyak yang sudah lebih besar dari kemampuan produksi sendiri.

Itu minyak kan dari asing juga. Sudah impor disubsidi pula dari hasil keruk pajak rakyat. Ini daya beli rakyat dua kali dikeruk yakni dikeruk pajak dan dikuras barang impor. Piye bos? rmol news logo article

Penulis adalah peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA