DALIH gantung diri, dikatakan David kepada petugas RSUD Kota Banjar, Jabar. David adalah yang mengantarkan jenazah H ke RS. Kemudian dokter memeriksa kondisi mayat H, meragukan keterangan David. Maka, pihak RS menelepon polisi.
Polisi segera tiba di rumah sakit, memeriksa David. Ditanya berbagai hal terkait penemuan mayat H, David menjawab dengan grogi. Bicaranya belepotan.
Polisi kemudian olah TKP. mencari berbagai bukti hukum. Akhirnya disimpulkan, H korban pembunuhan dengan cara leher dijerat tali rafia. Aneka bukti hukum itu oleh polisi dikonfrontir ke David, akhirnya ia jadi tersangka pembunuhan.
Kapolres Ciamis, AKBP Tony Prasetyo Yudhangkoro kepada wartawan di Mapolres Ciamis, Minggu (22/10) mengatakan:
"Kami mendapati bahwa ada kejanggalan. Ada fakta di TKP yang berbeda dari keterangan DD (David Darmawan). Setelah dilakukan penyelidikan mendalam dan gelar perkara, berdasarkan alat bukti, kami simpulkan bahwa keterangan bunuh diri itu tidak benar. Kami menduga ada kekerasan, sehingga menimbulkan kematian korban berinisial H (32) warga Desa Neglasari, Kecamatan Banjar, Jabar.”
David diinterogasi polisi. Awalnya masih tidak mengaku. Melalui interogasi mendalam, David mengakui, menjerat leher H dengan tali rafia.
David ditanya polisi, korban dijerat berapa putaran tali? Dijawab: “Tiga putaran, pak.”
Keterangan yang terakhir ini cocok dengan bekas jeratan di kulit leher korban. Semua bukti hukum yang ditemukan polisi, sesuai dengan bukti ilmiah (
scientific evidence).
Tersangka David, seperti banyak pembunuh lain belakangan ini, berani tampil berada di dekat korban. David bahkan berani mengantarkan jenazah korban ke RS. kemudian bersandiwara, menutupi jejak kejahatan.
Tapi, banyak orang tidak tahu ciri-ciri fisik orang mati akibat gantung diri. Pengetahuan itu hanya milik dokter dan paramedis yang sudah pengalaman. Sehingga, dokter cuma sekilas pandang sudah paham, apakah mayat gantung diri atau dijerat.
AKBP Tony menceritakan, selain pemeriksaan mayat dan TKP, polisi penyidik selalu butuh cerita dari orang di sekitar korban. Cerita tentang profil korban, kegiatan korban, dan profil serta kegiatan orang-orang di dekatnya.
Dalam kasus ini, orang terdekat korban adalah orang yang membawa wanita itu ke RS. Serta hubungan antara korban dengan orang yang membawa ke RS. Dari situlah penyidik membangun imajinasi motif kejahatan.
Konstruksi motif bakal kelihatan. Awalnya samar-samar. Berkembang melalui penyelidikan bukti hukum dan interogasi, motif akan muncul semakin jelas. Setelah konstruksi motif terbangun jelas oleh bukti-bukti hukum, penyidik melakukan konfrontir dengan calon tersangka. Sehingga tersangka mengaku.
Hasil penyidikan polisi, ternyata David duda tanpa anak. H adalah pedagang buah di pasar Kecamatan Cisaga, Kabupaten Ciamis, Jabar. H punya suami. David dan H kenal via media sosial sejak delapan bulan lalu. Mereka pacaran secara intensif. Jatuh cinta.
Setelah percintaan berjalan delapan bukan, H mulai sadar bahwa itu selingkuh. Lalu dia minta putus hubungan dengan David. Sebaliknya, David sudah terlanjur habis banyak. Tidak terima diputus.
AKBP Tony: "Keterangan sementara dari tersangka, alasan tersangka membunuh masalah status hubungan mereka (David dan H) belum selesai. Korban meminta tersangka meninggalkan dia (meminta putus). Lalu tersangka membunuh korban. Tapi untuk motifnya ini masih terus kita dalami.”
Penyidik selalu meyakini, bahwa keterangan tersangka diduga bohong. Sampai setelah disidik lebih lanjut, bakal terbukti kebohongan atau kebenarannya. Tersangka selalu membangun cerita bohong, sebaliknya penyidik wajib membuktikan.
Dalih David di kasus ini tergolong berani dan konyol. Pelaku berani berada di dekat korban tewas (tidak lari). Konyol, karena dalih bunuh diri segera diketahui dokter di RS. umumnya pembunuh menghilangkan jejak dengan membakar dan mengubur mayat korban.
Kriminolog Malaysia, Mohammad Rahim dan kawan, dalam karya ilmiah mereka bertajuk:
Epidemiological profiles of murders and murder victims in Peninsular Malaysia from 2007 to 2011 a reported by a newspaper (2014) menyebutkan, umumnya pembunuh di Malaysia menghilangkan jejak dengan membakar jasad korban.
Itu hasil studi pustaka di Malaysia selama 5 tahun (2007 sampai dengan 2011) mengenai insiden pembunuhan di Semenanjung Malaysia (berdasarkan kasus yang dilaporkan oleh salah satu surat kabar lokal).
Itu menunjukkan bahwa pembakaran postmortem dan penguburan korban menjadi metode populer untuk menyembunyikan pembunuhan di sana.
Gaya pembunuh Malaysia itu mirip dengan di Amerika Serikat (AS). Dikutip dari The Guardian, Kamis, 20 Juni 2013, bertajuk:
Joshua Oppenheimer: 'You celebrate mass killing so you don't have to look yourself in the mirror', dikisahkan dramatiknya pembunuhan di California, AS. Ceritanya begini:
4 Februari 2001, Bertha Lasky meninggalkan rumahnya di West Hills, California, untuk belanja.
Begitu Bertha Lasky keluar rumah, segera, seorang pencuri pria, yang percaya bahwa rumah itu kosong, masuk melalui pintu yang tidak terkunci. Maling masuk rumah, dan mulai mengumpulkan barang-barang berharga.
Ketika maling mondar-mandir mengumpulkan barang, mendadak muncul pria. Suami Bertha bernama Bill. Maling dan Bill sama-sama kaget. Maling kepergok, Bill ketakutan.
Terjadi duel tangan kosong. Maling kemudian meringkus, mengikat Bill dengan tali yang ada. Beres. Maling melanjutkan mengumpulkan barang lebih banyak.
Tahu-tahu Bertha pulang dari pasar. Kepergok maling yang masih di situ. Lalu dengan sigap maling membekap, meringkus Bertha, mengikatnya juga di dekat Bill. Suami-isteri terikat.
Maling keluar, membawa barang-barang memasukkan ke mobil Buick Regal 1995 milik korban yang terparkir di garasi. Maling tancap gas, kabur.
Tapi setelah maling melaju sejauh sekitar 50 mil (sekitar 80 kilometer) ia balik lagi. Balik ke TKP pencurian. Memarkir mobil di halaman rumah itu, lalu maling masuk rumah. Masih ada Bill dan Bertha terikat di dalam rumah.
Maling menyiramkan bensin yang diambil dari mobil ke rumah dan tubuh suami-isteri itu. Lalu menyulutnya.
Maling pergi saat api berkobar. Tak ada teriakan, karena mulut suami-istri itu dilakban. Barulah malingnya kabur (lagi).
Polisi menyelidiki kasus ini, mentok. Tak mampu mengungkap. Hasil penyelidikan, polisi tahu bahwa ini kasus perampokan disertai pembunuhan korban. Tapi sulit diungkap, karena korban sudah hangus jadi abu.
Enam tahun kemudian, Los Angeles Police Department menangkap Gregory Douglas Miner (waktu itu usia 32) karena merampok rumah yang dihuni lansia. Setelah diselidiki, Miner adalah maling spesialis menggarong rumah yang dihuni lansia.
Polisi melakukan uji silang dengan kasus pencurian disertai pembakaran korban Bill-Bertha. Hasilnya, modus pencuriannya sama. Bill dan Bertha juga lansia. Usia mereka saat itu 76 dan 73.
November 2007, dengan bantuan bukti tidak langsung yang masih ada, pihak berwenang dapat membuktikan bahwa maling Miner yang membakar Bill dan Bertha.
Awal Desember 2007 Miner diadili. 19 Desember 2007 Pengadilan Tinggi Van Nuys menjatuhkan vonis terhadap terdakwa Gregory Douglas Miner hukuman penjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat.
Pembunuh menutupi jejak kejahatan melalui pembakaran korban, dominan di AS dan Malaysia. Sedangkan di Indonesia juga ada. Tapi tidak signifikan. Kebanyakan, mayat korban dibuang di tempat yang jarang dilewati orang.
Modus di kasus David membunuh H, jarang terjadi, Umumnya penjahat sudah mereka-reka, bahwa dokter bisa tahu penyebab kematian orang: Dibunuh atau bunuh diri. Maka, penjahat jarang pakai modus ini. Tapi, itulah pilihan tersangka.
Penulis adalah Wartawan Senior
BERITA TERKAIT: