Kemiskinan absolut atau ekstrim adalah kondisi di mana pendapatan seseorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi minimum harian. Sehingga, dalam jangka panjang, akan mengganggu pertumbuhan manusia, seperti stunting dan sebagainya.
Pendapatan minimum untuk memenuhi kebutuhan gizi minimum harian tersebut dinamakan garis kemiskinan (absolut atau ekstrim).
Badan Pusat Statistik (BPS) menetapkan kebutuhan gizi minimum harian sebesar 2100 kilokalori. BPS juga menetapkan garis kemiskinan sebesar Rp 535.547 per orang per bulan (tahun 2022).
Terdiri dari garis kemiskinan non-makanan Rp 138.422 per orang per bulan, dan garis kemiskinan makanan Rp 397.125 per orang per bulan, atau sekitar Rp 13.000 per orang per hari, atau sekitar Rp 4.500 per satu kali makan.
Dengan menggunakan kriteria garis kemiskinan ini, jumlah penduduk miskin Indonesia menurut BPS “hanya” 26,36 juta orang (2022).
Kriteria garis kemiskinan BPS ini sulit diterima akal sehat. Apakah BPS masih sehat?
Karena, mustahil uang sebesar Rp 4.500, per satu kali makan, bisa memenuhi kebutuhan gizi (minimum) 700 kilokalori. Mustahil, uang sebesar Rp 13.000 per hari bisa memenuhi kebutuhan gizi minimum 2100 kilokalori per hari.
Harga mie instan saja sudah sekitar Rp 3.000 per bungkus, dengan jumlah kalori hanya sekitar 300 kilokalori.
Hal mustahil ini juga terbukti dari analisis Tim Jurnalisme Data Harian Kompas yang dipublikasi pada Desember 2022 yang lalu. Tim Kompas menggunakan kebutuhan gizi harian berdasarkan makanan bergizi seimbang, yang kita kenal 4 sehat, 5 sempurna, sesuai acuan FAO (Food and Agriculture Organization).
Makanan bergizi seimbang terdiri dari 1) makanan pokok (karbohidrat seperti nasi); 2) lauk pauk (protein dan lemak); 3) sayur dan kacang-kacangan (serat); 4) buah (vitamin); dan 5) susu (kalsium). Artinya, sumber untuk memenuhi kalori yang seimbang sangat penting bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia: 4 sehat 5 sempurna.
Menurut analisis Kompas, biaya rata-rata nasional, atau garis kemiskinan, untuk memenuhi gizi harian seimbang (4 sehat 5 sempurna), mencapai Rp 22.126 per orang per hari. Atau sekitar Rp 663.791 per orang per bulan.
Dengan menggunakan kriteria ini, menurut analisis Kompas, ada 183,7 juta orang, atau 68 persen dari populasi, masuk kategori miskin, karena tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi harian seimbang, 4 sehat 5 sempurna, tersebut.
Profil kemiskinan analisis Kompas tersebut sejalan dengan analisis FAO yang menunjukkan ada 69,1 persen penduduk Indonesia tidak mampu membeli pangan bergizi.
Garis kemiskinan rata-rata nasional sebesar Rp 22.126 per orang per hari lebih masuk akal. Uang sebesar itu hanya cukup memenuhi kebutuhan dasar gizi harian berdasarkan 4 sehat, 5 sempurna. Bukan untuk makan mewah.
Oleh karena itu, garis kemiskinan yang ditetapkan BPS saat ini perlu direvisi. Karena pendapatan Rp13.000 per orang per hari sangat tidak realistis, dan tidak manusiawi.
Sri Mulyani sepertinya tidak sepakat. Alasannya, harga pangan di berbagai daerah di Indonesia tidak sama. Sri Mulyani berpendapat, harga pangan di daerah tertinggal (miskin) lebih murah dari, misalnya, Jakarta.
Alasan Sri Mulyani tidak benar, dan terbantahkan oleh hasil analisis Kompas. Menurut Kompas, biaya pangan bergizi di beberapa daerah tertinggal justru lebih mahal dari biaya rata-rata nasional.
Sangat logis. Pertama, biaya logistik bahan pangan di daerah tertinggal umumnya jauh lebih mahal, karena harus impor dari daerah surplus pangan. Kedua, produktivitas tanaman di daerah tertinggal sangat rendah, sehingga biaya produksi lebih mahal.
Biaya pangan gizi seimbang di Maluku Utara mencapai Rp 26.050 per orang per hari, atau Rp 3.924 lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar Rp 22.126. Dengan biaya tersebut, angka kemiskinan Maluku Utara mencapai 80 persen dari jumlah penduduknya.
Angka kemiskinan tertinggi ada di Nusa Tenggara Timur (NTT), mencapai 86 persen dari jumlah penduduknya. Biaya pangan gizi seimbang di NTT mencapai Rp 23.126 per orang per hari, Rp 1.000 lebih tinggi dari rata-rata nasional Rp 22.126.
Mungkin ada baiknya Sri Mulyani coba menjalani hidup di NTT selama setahun, dengan uang Rp 535.547 per bulan, sesuai garis kemiskinan BPS, untuk membiayai kebutuhan hidup non-makanan dan makanan. Atau sekitar Rp 13.000 per hari untuk biaya makanan.
Masyarakat sangat ingin tahu sampai berapa lama Sri Mulyani dapat bertahan.
*Penulis adalah Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
BERITA TERKAIT: