Foto kehadirannya di tengah demonstran yang memperingati kejatuhan rezim Shah Reza Pahlevi diunggah putrinya, Pardis Sabeti, di laman Twitter @PardisSabeti.
Mengenakan t-shirt biru dan topi putih, pria kelahiran SangeSar, Mehdishahr, tanggal 25 Maret 1936 itu masih tampak sehat. Matanya tajam menatap, bibirnya dikatupkan rapat-rapat, tangannya bersidekap.
Parviz Sabeti adalah mantan Direktur III Organisasi Intelijen dan Keamanan Negara atau Sâzemân-e Ettelâ'ât va Amniat-e Kešvar (SAVAK). Ia bertanggung jawab atas begitu banyak penangkapan, pembunuhan, dan penghilangan aktivis Iran sejak SAVAK didirikan pada 1957 sampai Revolusi Iran menggulung kekuasaan Mohammad Reza Shah Pahlevi.
Parviz Sabeti menyelesaikan pendidikan di Jurusan Hukum Universitas Tehran. Dia bergabung dengan SAVAK sejak organisasi ini berdiri di tahun 1957. Sejak tahun 1969, dia juga menjadi menjadi hakim di Pengadilan Kerajaan sampai akhir Oktober 1978, dan menjadi Penasihat Keamanan Nasional Perdana Menteri dari tahun 1964 sampai Agustus 1978.
Sabeti memanfaatkan gelombang ketidakpuasan yang berkembang sejak September tahun lalu, yang dipicu oleh kematian Masha Amini, wanita muda dari Saqqez, Provinsi Kurdistan. Amini yang sedang berkunjung ke Tehran ditangkap polisi moral Gasht e Ershad, dan kemudian meninggal dunia.
Kemunculan Parviz Sabeti di hadapan publik menjadi semacam bumerang dan kembali membuka luka lama dan catatan kelam yang pernah dialami rakyat Iran di era Reza Shah Pahlevi dan SAVAK.
"Dia (Pardis Sabeti) cukup berani membagikan foto Parviz Sabeti dan berbicara tentang ‘cahaya dan solidaritas'," ujar Kaveh Abbasian, pembuat film Iran yang kini menetap di di London, seperti dikutip RFERL.org.
Dalam twitnya, Pardis Sabeti menulis, “Empat puluh empat tahun yang lalu hari ini, negeri kami jatuh ke dalam kegelapan. Semoga tahun ini membawa cahaya dan solidaritas†diikuti tagar #zanzendegiazadi yang diambil dari bahasa Kurdis-Persia yang berarti “saya tahu kebebasanâ€.
Pardis Sabeti adalah anak kedua Parviz Sabeti. Ia lahir di Tehran, Iran pada Desember 1975. Bersama keluarganya dia meninggalkan Iran menuju Florida, Amerika Serikat, pada Oktober 1978. Ketika itu, perlawanan rakyat Iran pada pemerintahan Reza Shah Pahlevi semakin menjadi, dan tanda-tanda kejatuhan rezim yang didukung Amerika Serikat dan Inggris itu semakin nyata di depan mata.
Parviz Sabeti yang sedang sibuk melakukan pembersihan anasir-anasir anti Reza Shah Pahlevi merasa perlu mengamankan keluarganya ke Amerika Serikat, sebagai langkah antisipasi bila api revolusi pada akhirnya berhasil menumbangkan penguasa.
Mohammad Reza Shah Pahlevi angkat kaki meninggalkan Iran pada pertengahan Januari 1979, meninggalkan pemerintahan Perdana Menteri terakhirnya, Shapour Bakhtiar.
Di awal Februari 1979, giliran pemimpin Revolusi Islam Iran Ayatollah Sayyid Ruhollah Musavi Khomeini kembali dari pengasingan di Paris, Prancis. Dalam pengasingannya selama 14 tahun, Imam Khomeini menetap di Turki selama satu tahun, lalu sebagian besar waktunya dihabiskan di Irak, dan beberapa bulan terakhir ia berada di Prancis.
Mengomentari twit Pardis Sabeti, seorang artis Iran lainnya, Barbad Golshiri, mengatakan justru sekarang ini merupakan saat yang tepat bagi korban kekejaman rezim Reza Shah Pahlevi dan SAVAK untuk kembali menggugat Sabeti.
"Siapa yang bisa membayangkan bahwa pembantai SAVAK, yang tangannya berlumuran darah dan penderitaan banyak orang, akan memberi kita kebebasan," tulis jurnalis veteran Mohammad Aghazadeh di Teheran di akun Twitter.
Museum Kekejaman SAVAKRekaman kekejaman SAVAK masih dapat ditemukan di banyak tempat di Iran. Salah satunya, dan yang terutama, di bekas penjara politik Komite Anti Sabotase SAVAK di Jalan Yarjani, Distrik 12, Tehran.
Di gedung ini SAVAK melakukan penyiksaan terhadap tahanan-tahanan politik. Baik tokoh-tokoh penting Revolusi, seperti Seyyed Mahmoud Taleghani, Ali Shariati, Mohammad Javad Bahonar, dan Akbar Hashemi Rafsanjani, serta Ayatollah Khamenei yang kini adalah Pemimpin Tertinggi, maupun kelompok simpatisan Revolusi dan mahasiswa yang menolak kekejaman rezim Shah Reza Pahlevi.
Penjara ini dibangun tahun 1932 oleh seorang insinyur berkebangasaan Jerman. Disainnya cukup rumit. Bagian utamanya adalah sebuah bangunan bundar berlantai tiga yang memiliki lima “sayapâ€.
Sejak 2002 lalu gedung ini diubah menjadi Museum Ebrat.
Saya mengunjungi bekas penjara SAVAK pertengahan Februari lalu. Petugas penjaga yang menyambut kami, Abdullah Hosseini, membawa kami ke semua bagian museum. Setelah melalui ruang penerimaan museum, kami menyusuri koridor yang membawa kami ke bagian yang lebih dalam lagi.
Di dinding sebelah kanan koridor kita bisa menyaksikan plakat-plakat kecil berisi nama-nama tahanan politik yang pernah mendekam di penjara ini. Ribuan nama ini disusun sesuai abjad dalam bahasa Arab. Di ujung koridor, pada plakat logam tertulis dalam bahasa Persia, Arab, dan Inggris: Satu-satunya tempat di mana dinding akan bicara.
Bagian berikutnya adalah pelataran parkir yang terbatas. Hanya ada dua mobil yang dipamerkan di tempat itu. Satu, limosin Cadillac milik Kepala Biro Intelijen Khusus untuk Shah Reza Pahlevi, Jenderal Hossein Fardoust. Satu lagi, limosin Ford Lincoln Continental Executive milik Direktur SAVAK Jenderal Namatollah Nassiri.
Dari area parkir terbatas ini, kami memasuki pintu yang merupakan penghubung ke ruang penerimaan tahanan dan ruang locker penyimpanan barang-barang milik tahanan yang ditandai dengan nomor-nomor dalam ukuran besar.
Di lantai dua, adegan pertama yang terlihat adalah rekonstruksi yang memperlihatkan seorang tahanan politik digantung di bagian dalam gedung bundar. Lalu ruang penyiksaan yang menggunakan teknik Apollo. Disebut Apollo karena tahanan duduk sedemikian rupa sehingga tampak seperi posisi duduk astronot program ruang angkasa milik NASA, Apollo 11.
Teknik penyiksaan lain adalah Kandang Panas di mana tahanan dimasukkan ke dalam kandang kecil yang memiliki panel khusus di bagian bawah yang dapat dialiri dengan listrik.
Teknik-teknik penyiksaan lain diperlihatkan di sejumlah sel terpilih. Penyiksaan tidak hanya dialami tahanan laki-laki. Tahanan perempuan juga mengalami penyiksaan dan di saat bersamaan pelecehan seksual.
Keluar dari gedung bundar, Abdullah Hosseini membawa kami ke selasar yang memuat foto-foto semua tahanan yang pernah menjadi penghuni penjara ini.
Kami juga dibawa ke sel yang kini digunakan untuk menyimpan contoh dokumen tahanan politik, dan ruangan yang memperlihatkan perjalanan perjuangan Revolusi Iran yang dipimpin Ayatollah Khomeini dan Ayatollah Khamenei.
Lalu kami dibawa kembali ke lantai dasar untuk melihat ruang-ruang tahanan istimewa seperti Seyyed Mahmoud Taleghani, Ali Shariati, Mohammad Javad Bahonar, dan Akbar Hashemi Rafsanjani, serta Ayatollah Khamenei.
Kebetulan, ruang terakhir yang kami lihat adalah ruang kerja Parviz Sabeti. Di ruangan ini diperlihatkan patung Parviz Sabeti duduk rapi menghadapi meja kerja. Bendera Iran lama di masa Shah Reza Pahlevi diletakkan di bagian belakang, bersama jam dan radio. Sementara di atas meja tampak terlihat telepon beberapa map berisi dokumen penting.
Majalah Time edisi 19 Februari 1979, tak lama setelah Revolusi Iran menggulingkan Shah Reza Pahlevi menurunkan laporan yang menggambarkan SAVAK sebagai institusi Iran yang paling dibenci dan ditakuti yang telah menyiksa dan membunuh ribuan lawan Shah.
Sementara Federasi Ilmuwan Amerika (FAS) dalam sebuah laporan menuliskan metode penyiksaan yang digunakan SAVAK, termasuk di dalamnya dengan menyengat listrik, mencambuk, memukul, memasukkan pecahan kaca dan menuangkan air mendidih ke dalam dubur, mengikat beban ke testis, serta mencabut gigi dan kuku.
Sejarah SAVAK erat kaitannya dengan kudeta terhadap pemerintahan Perdana Menteri Mohammad Mossadeq tahun 1953. Dinas rahasia AS, Central Intelligent Agency (CIA), kerap disebut berada di balik kudeta itu karena khawatir melihat kecenderungan Mossadeq yang terlalu kiri. Mossadeq, misalnya, berencana menasionalisasi ladang-ladang minya Iran yang sejak lama dikuasai AS dan Inggris.
Bantuan CIA dan dinas rahasia Israel, Mossad tidak sedikit. Mereka mengembangkan SAVAK menjadi alat yang efektif untuk menjauhkan Shah Reza Pahlevi dari segala kemungkinan yang dapat meruntuhkan kekuasaannya. Jenderal Teymur Bakhtiar dipilih sebagai direktur pertama SAVAK ketika didirikan di tahun 1957.
Tapi kekuasaan Jenderal Teymur Bakhtiar tidak lama. Empat tahun kemudian dia diberhentikan karena diduga terlibat dalam upaya kudeta untuk menggulingkan Shah Reza Pahlevi. Jendreral Bakhtiar meninggal dunia di tahun 1970. Kuat dugaan, dia tewas dibunuh oleh rezim.
Sebagai penggantinya, adalah Jenderal Hosain Pakravan. Tapi, jenderal yang satu ini pun tidak memuaskan. Ia diberhentikan pada tahun 1966 karena gagal menumpas oposisi ulama pada masa itu.
Shah Reza Pahlevi lantas memilih teman sekelasnya, Jenderal Namatollah Nassiri, yang sebelumnya adalah Direktur Special Intelligen Bureau (SIB). Jenderal Nassiri memimpin SAVAK hampir 13 tahun lamanya. Di tahun 1978 ia ditugaskan menjadi Duta Besar Iran di Pakistan dan diganti dengan Jenderal Nasser Moghaddam.
Setelah Revolusi Iran berhasil mengambil alih kekuasaan, semua mantan direktur SAVAK dieksekusi.
Tapi, dari sekian banyak pimpinan SAVAK, ada satu yang tidak dilindas revolusi. Ia adalah Hossein Fardoust, yang juga mantan teman sekelas Shah Reza Pahlevi. Posisinya di SAVAK sangat strategis. Selain sebagai wakil direktur SAVAK dia juga pernah menjadi Kepala Inspektorat Kekaisaran, juga dikenal sebagai Biro Intelijen Khusus, yang bertugas mengawasi pejabat tinggi pemerintah, termasuk direktur SAVAK.
Fardoust berpihak pada revolusi. Untuk waktu yang cukup lama di era Revolusi, dia dipercaya memimpin SAVAMA yang kemudian berkembang menjadi Kementerian Intelijen Republik Islam Iran. Di tahun 1985 dia dibebastugaskan dari posisinya sebagai Direktur SAVAMA dan diajukan ke pengadilan karena diduga bersekongkol dengan dinas rahasia Uni Soviet, Komitet Gosudarstvennoy Bezopasnosti (KGB).
Tahun 1987, Fardoust meninggal dunia dan dimakamkan di Behesht-e Zahra, pemakaman terbesar di Iran yang berada di sisi selatan kota Tehran.
BERITA TERKAIT: