Pernyataan Gubernur Lemhannas adalah merupakan peringatan dini dari seorang pejabat yang memiliki keperdulian besar terhadap masalah pertahanan keamanan negara, khususnya aspek pertahanan udara.
Pertahanan udara seperti juga masalah masalah kedirgantaraan pada umumnya memang kurang menarik perhatian. Masalah kedirgantaraan atau keudaraan hanya akan menarik perhatian sebatas bila ada kecelakaan pesawat terbang dan atau pada penyelenggaraan
air show.
Minimnya perhatian atau minat terhadap kedirgantaraan berakibat pada banyak hal di bidang keudaraan. Maskapai penerbangan di Indonesia banyak yang telah dan sedang menuju bangkrut seperti Mandala, Sempati, Adam Air, MNA, Garuda dan lain-lain.
Demikian pula halnya dalam hal pengelolaan bandara dan atau peruntukkan
airport di dalam negeri (internasional, domestik, sipil, militer). Industri penerbangan, kelembagaan yang menangani kedirgantaraan dan pengelolaan wilayah udara nasional masih berhadapan pula dengan banyak tantangan.
Ke semua itu berawal antara lain dari masih kurang dan lemahnya kegiatan
Research and Development dan Education and Training pada lahan kedirgantaraan.
Yang memprihatinkan adalah harus dipahami bahwa kedirgantaraan adalah masa depan umat manusia. Masa depan bangsa yang akan menentukan kedudukannya untuk dapat berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan bangsa lain di dunia.
Pernyataan Gubernur Lemhannas tentang rawannya IKN Nusantara terhadap serangan dari udara, sangat menarik. Pada hakikatnya semua titik di permukaan bumi ini telah menjadi rawan dan atau rentan atas serangan melalui udara.
Sejak kemajuan teknologi penerbangan telah memungkinkan wilayah udara digunakan sebagai medan perang, maka tidak ada satu titik pun di permukaan bumi ini yang aman terhadap serangan udara. Tidak terkecuali lokasi IKN Nusantara.
Itu sebabnya sudah seharusnya dibangun sebuah sistem pertahanan udara untuk melindungi IKN Nusantara dari kemungkinan serangan melalui udara. Khusus tentang hal ini dipastikan sudah menjadi bagian dari perencanaan besar pembangunan IKN Nusantara.
Dalam mengulas tentang kerawanan ancaman serangan dari udara, kiranya perlu juga melihat ulang tentang serangan udara yang pernah terjadi di Pearl Harbor pada tahun 1941 dan peristiwa 9/11 pada tahun 2001. Kejadian serangan mendadak dari udara yang dilakukan oleh armada udara Angkatan Laut Kerajaan Jepang terbilang sangat mengejutkan dan juga sangat memalukan.
Dalam buku
The Future of War peristiwa serangan Pearl Harbor disebut sebagai
The Origin of American Military Failure. Ketika itu disadari oleh para pemikir tentang perang di Amerika mengenai perlunya ADIZ (
Air Defence Identification Zone) dan Sistem Peringatan dini atau
Early Warning System.
Dua hal yang dibutuhkan sebagai langkah untuk mengurangi kemungkinan akan terjadinya serangan mendadak yang dilakukan musuh. Respon Amerika yang dipicu oleh Serangan Mendadak Pearl Harbor adalah digunakannya bom atom pada tahun 1945.
Bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki serta-merta membuat Jepang menyerah dan sekaligus menghentikan total jalannya perang dunia ke-2.
Pada tahun 2001 terjadi lagi serangan terhadap
Center of Gravity Amerika Serikat yang dikenal dengan tragedi 9/11. Kali ini serangan yang dilakukan tidak datang dari luar negeri, akan tetapi justru datang dari dalam negerinya sendiri.
Rangkaian dari 4 pesawat terbang yang digunakan teroris secara terkoordinasi dengan rapih menyerang titik titik penting negara Amerika. Sasaran yang dituju antara lain, Pentagon, Gedung Putih, dan Menara Kembar
World Trade Center di New York.
Serangan tersebut berakibat melayangnya 2763 nyawa warga negara Amerika Serikat dan lebih dari 550 orang warga negara asing. Serangan ini dapat disebut
The Second Pearl Harbor, sebagai serangan mendadak yang gagal diantisipasi.
Perbedaan mendasar adalah pada peristiwa serangan Pearl Harbor musuh yang menyerang datang dari luar negeri. Sementara itu pada kejadian 9/11 tragis nya adalah musuh yang datang menyerang datang dari dalam negeri sendiri.
Tanpa disadari bahwa musuh sudah cukup lama berada di dalam negeri dalam menyiapkan skenario dan strategi untuk menyerang kedudukan penting atau
Center of Gravity sebuah negara
super power. Pilot kamikaze yang menyerang Amerika Serikat dari dalam negerinya sendiri ironisnya pula adalah lulusan sekolah Pilot di Amerika.
Perbedaan mendasar lainnya adalah penyerang Pearl Harbor jelas sebuah negara bernama Jepang. Sementara pada 9/11 penyerangnya berasal dari
non state enemy alias teroris yang diduga dari kelompok Al Qaeda. Hal ini menyulitkan Amerika dalam upaya membalas serangan memalukan tersebut, karena kelompok teroris Al Qaeda tersebar posisinya di beberapa negara.
Mencermati dua serangan udara yang sangat mematikan terhadap Pearl Harbor dan pada tragedi 9/11 adalah merupakan contoh dari ancaman serangan yang datang melalui udara dan gagal di antisipasi. Informasi intelijen ketika itu ternyata tidak cukup untuk membangun kewaspadaan sistem pertahanan dan keamanan negara Amerika Serikat.
Pelajaran mahal sekaligus pahit yang harus di alami oleh negara sekuat dan sebesar negara Amerika. Khusus di tahun 2001 kekuatan militer Amerika Serikat tidak ada tandingannya di permukaan bumi ini, akan tetapi serangan udara mematikan dapat tetap terjadi.
Kemajuan teknologi dan kecerdasan para ahli strategi terbukti memang memungkinkan untuk melakukan model serangan seperti itu.
Dalam dua dekade belakangan ini sudah berkembang pula teknologi
drone dan
Artificial Inteligent dalam domain yang dikenal sebagai
Cyber World. Sebuah perkembangan yang menambah tinggi lagi kerawanan serangan yang datang melalui udara.
Pada titik ini, memang sudah sepatutnya antisipasi atau kerawanan akan datangnya ancaman serangan dari udara menjadi perhatian kita bersama. Dalam rancangan IKN Nusantara sebagai salah satu
Center of Gravity dari NKRI sangat wajar bila masalah tersebut menjadi hal yang menuntut perhatian serius.
Peringatan yang disampaikan Gubernur Lemhannas kiranya dapat berlaku sebagai
wake up call atau peringatan dini bagi para pemikir dan perancang masalah pertahanan keamanan negara dalam mengkaji ulang sistem pertahanan keamanan nasional secara keseluruhan ke depan.
Ketua Pusat Studi Air Power Indonesia
BERITA TERKAIT: