Surat WHO itu dikirim per 10 Maret 2020. Surat itu juga ditandatangani oleh Tedros. Saya masih ingat, sebelum krismon Pak Harto ditekan IMF agar menutup bank yang kalah clearing. Pada waktu itu para ekonom meminta Pak Harto menolak usulan IMF itu.
Tetapi tekanan IMF dan suara oposisi terus bergaung di dalam negeri lewat media massa. Rupiah semakin terpuruk.
Bukan karena fundamental ekonomi, tetapi kepanikan dan distrust terhadap Pak Harto membuat rakyat menarik uang dari bank. Rush terjadi. Berdampak parah.
Di situasi itu, Pak Harto malah menerima usulan IMF. Bank ditutup. Dampaknya sistemik. Ekonomi runtuh. Pak Harto juga jatuh.
Apa yang terjadi pada kasus corona juga bisa sama seperti tahun 98. Masalah corona ini tidak separah wabah DBD, tetapi kepanikan yang disebabkan oleh corona jauh lebih dahsyat dari wabah apa pun. Mengapa?
Karena, pertama, ini berkaitan dengan politik Chinaphobia yang sudah jadi stigma di masyarakat. Semua orang tahu bahwa corona berasal dari China dan stigma China sebagai musuh oleh sebagian orang itu sudah terbentuk sejak PKI kalah.
Kedua, keadaan ekonomi sedang buruk. Kalau ada pengumuman darurat nasional, dampaknya kepada ekonomi semakin buruk dan bertambah buruk.
Ini pasti dimanfaatkan oleh oposisi untuk mendiskreditkan pemerintah dan menarik massa jihad dan khilafah bergerak mengibarkan bendera tauhid. Chaos tak bisa dihindari. Kembali krusuhan seperti Mei 98 terjadi lagi. Yang korban etnis China lagi.
Ketiga, Pemda akan ramai-ramai hamburkan uang alasan wabah nasional. Aksi korupsi APBD sudah sulit diaudit karena semua mengabaikan tertib anggaran demi antisipasi corona.
Semua Ormas dan LSM
rush Pemda untuk minta uang membantu menanggulangi wabah corona. Rupiah akan terjun bebas. Barang langka. Jokowi jatuh. Tentara ambil alih dan kadrun tampil sebagai pemenang dalam pemilu dengan retorika “ khilafah, Islam solusinyaâ€.
Enggak percaya? Lihatlah Jakarta. Hanya dibilang genting, semua bisnis jasa cafe, restoran, hiburan sepi pengunjung.
Kelas menengah yang menyumbang pajak terbesar di Jakarta mengkarantina dirinya di rumah. Geliat ekonomi loyo seperti orang habis orgasme.
Semua program Pemda seperti formula E dan bangun rusun dan perbaikan lingkungan berhenti. Dana darurat dari APBD dikuras. Uang mengalir ke ormas dan LSM yang ikut dalam program antisipasi virus corona.
Kemarin saya naik Ojol. “Setiap hari saya bertemu dengan orang berbeda. Tetapi tidak ada yang panik soal corona. Mereka cuek saja,“ katanya.
“Kamu gimana? tanya saya.
“Kalau saya hanya kawatir kalau enggak ada uang. Selebihnya masa bodo aja. Kalau enggak ada uang, bukan hanya stress tetapi kita jadi bego. Gampang ditakuti dan dibujuk jadi radikal,†katanya.
Erizeli Bandaro
BERITA TERKAIT: