Usamah Hisyam Titisan John Naro Sang Kaki Tangan Para Jenderal Anti-Islam?

Sabtu, 22 Desember 2018, 11:31 WIB
Usamah Hisyam Titisan John Naro Sang Kaki Tangan Para Jenderal Anti-Islam?
Usamah Hisyam/Net
KEPADA pers, Koordinator Jurubicara Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak menyindir Ketua Parmusi, Usamah Hisyam. Dahnil menyebut Usamah sedang menjalankan tugas barunya. Karena itu pihaknya menghormati tugas yang diemban tersebut. Namun yang pasti para ulama mendukung capres-cawapres nomor urut 02.

Apa tugas baru Usamah tersebut? Dahnil tak menjelaskan. Tapi boleh jadi tugas baru Usamah ini adalah melanjutkan spesialisasinya yang dijalankan sejak dulu saat menjadi proxy Surya Paloh, bos media tempat Usamah bekerja. Operasi-operasi politik, tulis Djadjang Nurjaman, pengamat media dan ruang publik, menjadi spesialisasi Usamah. Usamah adalah wartawan yang jadi intel, dan intel yang jadi wartawan.

Sebagai pendukung Jokowi pada Pilpres 2014 dan bahkan ketua rombongan saat Jokowi umroh pada masa tenang sebelum pencoblosan saat Pilpres lalu, Usamah berhasil masuk ke dalam lingkaran GNPF Ulama. Dia malah sampai membawa sejumlah ulama bertemu Jokowi. Beruntung, misi utamanya untuk 'menjinakkan' Habib Rizieq gagal. Usamah juga mencoba menggagalkan Reuni 212. Cuma, lagi-lagi dia sendiri yang gagal. Jutaan umat Islam menghadiri acara reuni akbar tersebut.

Usamah menulis artikel panjang dengan judul "Prabowo Marah Meninju Meja, Para Ulama Terperangah". Tulisan tersebut, dia membeberkan, bukan untuk kepentingan politik siapapun, apalagi menjawab Nurjaman. Tapi karena persoalan prinsipil dan sebagai catatan bagi generasi Islam ke depan.

Dalam tulisannya, Usamah memaparkan bagaimana usaha kerasnya mencari titik kompromi antara Habib Rizieq dan Presiden Jokowi. Dia meyakinkan bahwa itu merupakan inisiatifnya sendiri. Tak ada pihak ketiga.

Meski dia membantah ada jebakan batman kepada Habib Rizieq, tapi yang pasti ada upaya untuk 'membungkam' Habib Rizieq. Karena Habib Rizieq akan 'bertapa' di gunung, tidak akan menggelar demo-demo lagi kalau kembali ke Tanah Air. Usamah memberikan jaminan kepada Presiden bahwa dia siap ditahan kalau Habib Rizieq kembali menyerang Pemerintah.

Beruntung, seperti disinggung di atas, Habib Rizieq tidak bisa diperdaya. Meski disebut hal itu dari Habib Rizieq sendiri. Tapi publik tidak percaya. Karena kita tidak bisa membayangkan kalau Habib Rizieq hanya sibuk mengurusi pesantren di Megamendung, Bogor, dengan meninggalkan urusan keumatan dan kebangsaan yang menjadi perhatiannya selama ini. Apalagi kondisi keumatan dan kebangsaan saat ini sangat memprihatinkan karena ketidakbecusan pemimpin.

Karena itu sebenarnya tak salah kalau dianggap itu adalah skenario Usamah sendiri yang kalau berhasil akan membuat bargainingnya di hadapan Jokowi semakin tinggi. Atau sejatinya dia hanya operator yang menjalankan rencana besar untuk menaklukkan Habib Rizieq sebagai target terdekat, dan menggalkan pencapresan Prabowo tujuan utama.

Apalagi dijelaskan pula bagaimana kengototan Usamah agar Habib Rizieq yang menjadi capres. Atau tiga calon lainnya, yang direkomendasikan Rakornas Persaudaraan Alumni 212. Yaitu Ketum PAN Zulkifli Hasan, Ketum PBB Yusril Ihza Mahendra, dan mantan Gubernur NTB, Tuan Guru Bajang. Dengan alasan ketiga tokoh tersebut mendekati kriteria Islam kaffah. Apalagi masih banyak tokoh-tokoh Islam lainnya.

Sementara Prabowo, yang berada di urutan kedua di bawah Habib Rizieq sebagai capres rekomendasi PA 212, dia mengisyaratkan, tidak layak direkomendasikan ijtima' ulama yang menggunakan pendekatan syar'i sesuai spirit Al-Maidah 51.

Namun usulannya ditolak, bahkan oleh Habib Rizieq sendiri. Habib Rizieq dan forum ijtima' ulama mendukung Prabowo. Karena sejatinya, semua umat Islam yang merasa Pemerintah saat ini diskriminatif pasti sudah membayangkan sebelumnya yang akan diusung adalah Prabowo. Dengan alasan yang disampaikan Prof. Amien Rais dan Habib Rizieq seperti dikutip Usamah. Karena itu, alasan Islam kaffah yang disebutkan Usamah hanya pemanis untuk menghalangi Prabowo.

Soal pengetahuan dan praktik keberislaman Prabowo tidak seperti tokoh-tokoh Islam yang disebutkan, semua sudah tahu. Dan Prabowo sendiri mengakui. Karena itu dia masih harus terus belajar soal Islam. Umat semakin mengapresiasi karena Prabowo tidak mau berpura-pura atau memaksakan diri tampil seolah-olah orang yang paham agama. Namun, yang pasti Prabowo punya komitmen kepada umat dan itu sudah ditunjukkan sejak dia masih aktif sebagai tentara.

Karena skenarionya kandas, Usamah mundur sebagai penasihat PA 212. Lalu menyerang PA 212 dan Prabowo sendiri. Hal yang sama dilakukan Yusril, menyerang Prabowo soal keislaman setelah sebelumnya menyatakan mendukung Jokowi. TGB juga merapat ke kubu petahana. TGB lebih ironis. Karena semakin mengukuhkan dirinya seorang kutu loncat. Sebelum keluar dari Demokrat, pakar tafsir jebolan Universitas Al Azhar, Mesir ini, aktif di PBB bersama Yusril. Setelah diisukan berlabuh ke partai A, partai B, akhirnya Golkar yang menjadi sandaran politiknya.

Yang menarik dari tulisan Usamah tersebut, dia berdalih apa yang dilakukannya ini untuk mempertahankan dan mempersatukan bangsa dalam naungan NKRI, terutama umat Islam. Menurutnya, itu merupakan tugas sejarah karena salah satu peninggalan terbesar tokoh Masyumi, Mohammad Natsir adalah mempersatukan RIS sehingga melahirkan NKRI lewat Mosi Integral pada tahun 1950. Karena Parmusi, sebelum menjadi ormas, pada awalnya adalah sebuah partai, yang kelahirannya sebagai reinkarnasi dari Masyumi.

Tapi sepertinya, sangat tidak layak Usamah membawa-bawa Natsir untuk melegitimasi manuvernya tersebut. Karena Natsir dan Usamah jauh berbeda. Natsir adalah seorang ulama dan negarawan besar serta demokrat sejati. Dia teguh dalam prinsip dan perjuangan, meski harus menjadi martir karena berhadapan dengan penguasa yang otoriter.

Sementara Usamah dinilai sebagai orang yang pragmatis, zigzag. Kalau menurut Nurjaman, permainannya jauh lebih dahsyat dibanding La Nyalla. Karena dia bisa melakukan penetrasi kemana-mana. Hampir semua presiden berhasil didekatinya.

Lagi pula, yang benar-benar organisasi peninggalan Natsir adalah Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII). DDII dan para ulama dan jamaahnya sudah memutuskan mendukung Prabowo-Sandi.

Karena itu sebenarnya, Usamah lebih cocok disebut sebagai penerus Djaelani Naro atau yang akrap disapa John Naro. Jhon Naro merupakan kaki tangan Jenderal Ali Moertopo, Kepala Operasi Khusus atau Opsus yang berperan penting dalam mengamankan kekuasaan Orde Baru.

Ali Moertopo jugalah orang yang membina kelompok radikal dan mengeluarkan kapan dikeluarkan untuk beraksi dengan tujuan mendiskreditkan Islam dan menangkap tokoh-tokoh yang kritis karena akan dituding terkait dengan aksi radikal tersebut. Padahal sejatinya adalah rekayasa. Raja intel ini juga yang menggembosi kekuatan umat termasuk kekuatan-kekuatan lain yang mengancam kekuasaan Orde Baru.

Setidaknya ada tiga peran yang dimainkan Naro. Pertama, saat mengambil alih kepemimpinan Parmusi pada awal-awal Orde Baru di bawah skenario Ali Moertopo. Hasil Kongres Parmusi pada November 1968 sebelumnya menghasilkan Mohammad Roem sebagai Ketua Umum. Namun pemerintah tidak mau mengesahkan karena menolak tokoh Masyumi kembali tampil di dalam perpolitikan. Sebelumnya rezim Orba menolak merehabilitasi Masyumi yang dibubarkan Soekarno pada masa Orde Lama.

Karena menilai Parmusi sudah menentang negara itulah Naro bermanuver. Aksi Naro yang kemudian memantik perseteruan internal membuat Soeharto turun tangan lalu mengangkat HM Mintareja sebagai Ketua Umum.

Kedua, pada tahun 1978 setelah PPP melakukan langkah politik yang luar biasa dalam konteks saat itu. Yaitu, walkout dalam Sidang Umum MPR karena menolak aliran kepercayaan sejajar dengan agama-agama resmi dan tidak setuju kebijakan indoktrinasi negara secara massal lewat P4. Umat Islam ketika itu, terutama KH Bisri Syansuri, Presiden Majelis Syuro PPP yang juga ulama terkemuka NU, sangat menentang dua kebijakan tersebut. Apalagi sebelumnya, Pemerintah kerap represif terhadap umat Islam. Perlawanan pun semakin kuat.

Aksi tersebut membuat Pemerintah semakin keras terhadap umat Islam. Operasi politik pun kembali dilakukan Ali Moertopo untuk menurunkan Mintareja sebagai Ketua Umum secara paksa. Naro yang dikenal orangnya Ali lagi-lagi menjadi pilihan sebagai penggantinya.

PPP merupakan hasil fusi empat partai pada tahun 1973. Yaitu, NU, Parmusi, PSII dan Perti. Setelah dilebur ke PPP, Parmusi menjadi ormas yang kemudian disebut Muslimin Indonesia. Ormas ini dipimpin Naro.

Ketiga, pada tahun 1988 pada saat sidang MPR. Jenderal LB Moerdani tidak mendukung pencalonan Sudharmono menjadi calon wakil presiden. Lalu dia bermanuver lewat John Naro yang maju sebagai cawapres dari PPP. Namun pada akhirnya kandas setelah Soeharto menekan PPP untuk menarik dukungan.

LB Moerdani atau yang akrab disapa Benny Moerdani merupakan hasil didikan atau penerus Ali Moertopo yang juga sangat anti Islam. Pasca sidang MPR tersebut, hubungan Moerdani dan Soeharto memburuk. Perwira-perwira dari kalangan umat yang selama ini disingkarkan oleh kelompok Benny mulai kembali ke lingkaran elite. Seperti Jenderal Feisal Tanjung dan Jenderal R. Hartono, yang masing-masing kemudian menjadi Pangab dan KSAD. Prabowo Subianto yang baru berpangkat kapten punya andil dalam mengorbitkan jenderal-jenderal santri terebut. Bahkan ketika itu, Prabowo dan Benny berseteru yang masing-masing punya pengikut dan loyalis.

Kalaulah Usamah titisan Naro, jangan-jangan ada juga jenderal hasil didikan Benny Moerdani atau pihak yang seide dengan mantan Pangab dan Pangkopkamtib itu berada di belakang manuvernya ini. [***]

Zulhidayat Siregar

Alumni 212.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA