Musyawarah Mufakat Di Jalan Kenabian

Kamis, 02 November 2017, 12:47 WIB
KONSEP Musyawarah-Mufakat adalah cara kepemimpinan Dijalan-Kenabian. Itulah yang menjelaskan Yesus dikelilingi oleh 12 muridnya yang terpilih. Maka kita kenal ada “Jamuan Makan Terakhir”. Di mana YESUS mengadakan Musyawarah-Mufakat, siapa-siapa saja di antara murid-muridnya yang terpilih bertugas sesuai dengan keahliannya.

Namun setelah Yesus dihukum oleh Imperium-Romawi, yang memang tak setuju dengan ajaran kenabian musyawarah-mufakat yang merugikan para saudagar, ajaran musyawarah-mufakat tidak berlaku di Palestina, provinsi bagian dari Imperium-Romawi.

500 Tahun kemudian, pengikut ajaran Yesus atau Nabi Isa AS yang disebut kaum muslim, melanjutkan kembali ajaran musyawarah-mufakat di Jazirah Arab. Yang Nabinya adalah Muhammad SAW, maka Musyawarah-Mufakat disaripatikan menjadi Islam yang artinya selamat. Selamat karena berserah-diri pada hukum semesta alam atau sunnatulloh hukum Allah SWT. Yang dibimbing oleh manusia yang berhikmah-bijaksana, alias orang yang berilmu secara pengetahuan, sekaligus bijaksana secara sosial.

Namun sepeninggalan Nabi Muhammad SAW, pergantian kepemimpinan tidak dilakukan berdasarkan Musyawarah-Mufakat, melainkan dengan cara pemilihan langsung yang sejalan dengan selera antar kalifah suku-suku di Jazirah Arab. Itulah yang menjelaskan kenapa dalam dunia muslim dan nasrani, selalu saja ada perseteruan antar umat, setiap pergantian kepemimpinan.

Setelah 1.500 tahun ajaran kenabian musyawarah-mufakat tak berjalan, kemudian lahirlah Negara Republik Indonesia, yang Undang-Undang Dasar dan ideologinya, Pancasila memberlakukan kembali konsepsi musyawarah-mufakat = Di jalan kenabian. Yang di negara-negara Islam pun tak memberlakukan musyawarah-mufakat.

Dalam konsep musyawarah-mufakat, dikonkritkan oleh lembaga MPR: Majelis Permusyawaratan Rakyat. Yang bertugas memilih Presiden, dengan keilmuan dan kearifan Nusantara, MPR yang anggotanya terdiri dari utusan yang mewakili partai, utusan golongan, bisa utusan dari ormas keagamaan, lembaga profesi, budayawan, pemimpin-adat, TNI, Polri dan lain-lain. MPR juga merumuskan GBHN: Garis-garis Besar Haluan Negara, yang di zaman “Soekarno, disebut Rancangan Pembangunan Semesta Berencana”.

GBHN berfungsi untuk memberi arahan untuk Presiden dalam mengelola Negara dan Pemerintahan. Hal ini dilakukan karena presiden dipilih oleh MPR dan bertanggung-jawab pada MPR pula. Adapun pemilihan Gubernur dilakukan oleh DPRD-I, Bupati dan Walikota oleh DPRD II.

Bahkan, setelah Revolusi Islam di Iran berhasil menumbangkan rezim sah Iran, yang Republik Iran, diubah menjadi Republik Islam Iran. Dengan Sistem Ketatanegaraannya justru mengadopsi konsep musyawarah-mufakat ala Indonesia. Bahkan di Iran lebih maju dan lebih menjalankan ajaran luhur Pancasila. Karena dalam perumusan di MPR, bukan berdasarkan mayoritas-minoritas, tapi berdasarkan rasionalitas-keilmuan. Contohnya di Iran, di tahun 2013 saja, penganut atheis konon mencapai 14 persen, disusul oleh komunis, penganut Zoroaster, Yahudi, Sunni, Syiah dan kaum sekuler. Dan masing-masing mempunyai perwakilan di parlemen. Biarpun usulan datangnya dari komunis, sepanjang alasannya rasional, maka itulah yang diterima dan dijadikan kebijakan.

Ayatulloh Imam Khomeini mengadopsi ajaran Pancasila, adalah ketika beliau hijrah ke Paris untuk belajar Revolusi Perancis, tapi dianggap tak sesuai. Lalu ada yang memberi buku “Di bawah Bendera Revolusi” Soekarno, pada Imam Khomeini, dan beliau merasa cocok. Makanya di Republik Islam Iran, Ajaran ‘Nasakom’ dipraktekkan dengan konsekuen.

Ironisnya, di Indonesia setelah reformasi, UUD 45 diamandemen, kemudian pemilihan Presiden, Gubernur, Walikota dan Bupati dipilih langsung. Otomatis Konsep musyawarah-mufakat tak berlaku lagi, walaupun di Pancasila sila ke 4 berbunyi “KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAH, KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN PERWAKILAN”

Akibat pemilihan langsung, Pilkada dan Pilpres, maka terjadi “Menjelang Keruntuhan NKRI” dengan bukti-bukti sebagai berikut:

1. Hutan di Indonesia hanya tinggal 18 persen, akibat dibabat dijadikan perkebunan kelapa-sawit, yang dimiliki oleh Para Taipan, hasil dari sebagai bandar-Pilkada. Dengan modus, setiap calon Pasangan-bupati, gubernur dan walikota, dibandari, kemudian siapapun yang terpilih, maka wajib mengembalikan/konpensasi berupa konsesi HPH (Hak Pengelolaan Hutan).
2. Karena di DKI Jakarta tidak ada hutan, maka kompensasinya berupa penguasaan lahan untuk properti dan reklamasi.
3. Sepanjang pantai laut utara/ Pantura bahkan pantai laut selatan dikuasai para taipan.
4. Presiden terpilih Jokowi, membuat kesepakatan dengan RRC untuk investasi ratusan trilyun rupiah. Pemerintah Indonesia sudah diijon oleh kapitalisme-China.
5. Arah dan pelaksanaan pembangunan di Seluruh Indonesia, jadi kacau-balau tak jelas.

Maka dari itulah, ketika pemerintah tak becus mengelola negara, dengan sendirinya tak ada yang mengontrol. Biarpun ada KPK, penegakan hukum tak jalan sebagai mana mestinya. Kejaksaan dan Kepolisian jadi mandul. Maka dari itu, karena dipilih langsung oleh rakyat, maka pemerintahan dikontrol dan didemo oleh rakyat secara langsung...!!! Faktanya, mayoritas bupati, walikota, gubernur, presiden, DPD, DPR, DPRD, MPR berkwalitas sangat rendah…!!

Maka dari semua itulah, akibat Pemilihan Langsung, rakyat Indonesia yang mayoritas pribumi-muslim mengadakan #AksiDamai411. Rakyat berdemo untuk ber-musyarawah-mufakat dengan presiden. Yang ironisnya Sang Presiden menghindar untuk menerima tamu, alias tak memberi ‘Hidangan’ = #Almaidah51 = bahasa Nasraninya ‘Jamuan Makan Terakhir’….!!![***]


Dadang Merdesa

Twitter @pelukismerdesa

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA