Menggugat Transparansi dan Akuntabilitas Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia

Komentar Atas “Tarung” Komentar OC. Kaligis dan Kantor Hukum PT. Nikko Securities Indonesia

Sabtu, 22 Desember 2012, 07:39 WIB
Menggugat Transparansi dan Akuntabilitas Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia
Ferdinand Saragih
DALAM menangani gugatan arbitrase PT. Bank Permata Tbk terhadap PT. Nikko Securities Indonesia, Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI) yang diharapkan mampu menjadi lembaga yang kredibel ternyata tidak mampu menunjukkan kekuatan fungsi utamanya. Logika kerja BAPMI mengelinding dengan liar, tak beraturan dan menabrak apa saja sekenanya hingga sangat melelahkan.

Jika akhirnya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan permohonan pembatalan putusan arbitrase BAPMI yang diajukan PT. Nikko Securities Indonesia terkait sengketa pembayaran dana talangan PT. Bank Permata Tbk. Apakah ini pertanda BAPMI telah kehilangan target-target substansial atau memang BAPMI tidak memiliki panduan “ideologi” akibat permainan oknum-oknum dalam lingkaran sistem kerja BAPMI?

Tentunya kita tidak dapat mendiamkannya dengan percuma. Saatnya pelaku bisnis pasar modal mendialogkan berbagai ketidakpastian yang mengepung BAPMI selama ini, agar terdapat suatu pengertian dan solusi. Quo Vadis BAPMI?

Menjadi pertanyaan adalah, apa sebenarnya alasan fundamental BAPMI menerima gugatan arbitrase PT. Bank Permata Tbk? Apakah BAPMI alpa membaca isi perjanjian kerjasama yang jelas tegas menyebutkan status PT. Bank Permata Tbk sebagai Agen Penjual produk investasi Government Bond Fund (GBF) dan PT. Nikko Securities Indonesia sebagai Manajer investasi (MI), pihak yang menerbitkan dan mengelola produk investasi GBF. Pada titik status ini sudah sepantasnya sejak awal BAPMI menolak gugatan arbitrase “Agen Penjual” PT. Bank Permata Tbk terhadap “Manajer Investasi” PT. Nikko Securities Indonesia. Mengutip Kamus Besar Bahasa Indonesia, Agen adalah orang atau perusahaan perantara yang mengusahakan penjualan bagi perusahaan lain atas nama pengusaha; perwakilan.

Seharusnya BAPMI paham bahwa mengabulkan gugatan arbitrase tersebut akan menjadi preseden buruk dan mematikan Manejer Investasi, karena setiap saat “Agen Penjual” seenaknya membayar kompensasi kepada Investor dan kemudian sekonyong-konyong menagih ke Manajer Investasi. Tidak pernah terjadi dalam sejarah pasar modal manapun di dunia, Manajer Investasi digugat oleh Agen Penjualnya. BAPMI berani “tampil beda”!

Jika memang PT. Bank Permata Tbk melakukan “lompatan supranatural” sehingga berganti baju sebagai “Agen Investor” dan menalangi kekurangan pokok investasi dari 3 (tiga) orang investor yang dianggap mewakili ratusan investor, apa BAPMI tidak melakukan cross-check atas pengakuan PT. Bank Permata Tbk? Apa BAPMI tidak juga melakukan verifikasi dan validasi terhadap laporan keuangan PT. Bank Permata Tbk sejak tahun 2008 hingga tahun berjalan (2011) untuk membuktikan piutang dana talangan tersebut? Menjunjung tinggi asas keterbukaan informasi mengingat statusnya sebagai perusahaan terbuka (Tbk), tidakkah seharusnya Bursa Efek Indonesia (BEI) dan BAPEPAM-LK terlibat aktif dan khususnya Bank Indonesia (BI) dalam kaitan dengan fit and proper test bankir yang terindikasi Daftar Orang Tercela (DOT)?

Soal conflict of interest dapat dikaji secara kritis dari partisipasi salah satu Majelis Arbiter Felix Oentoeng Subagjo dan Rudhy Lontoh yang ditunjuk dan mewakili PT. Bank Permata Tbk. Perlu dipahami bahwa Felix Oentoeng Subagjo selain terdaftar sebagai Arbiter Tetap BAPMI juga menjabat Komisaris BEI, yang salah satu saham pendirinya adalah PT. Nikko Securities Indonesia. Lalu, apakah patut Komisaris turut terlibat aktif “menghukum” anggota pendirinya? Menjadi anggota dari Majelis Arbiter saja sudah conflict of interest apalagi menghukum anggota pendirinya. Sungguh tidak elok! Mengutip pendapat Mantan Ketua Umum BAPMI, A. Zen Umar Purba, “...tidak diperbolehkan ada conflict of interest (benturan kepentingan) diantara klien dan arbiter yang akan menangani kasus yang diselesaikan lewat BAPMI”. (Suara Pembaruan, 16 November 2002).

Sementara Rudhy Lontoh selain tercatat sebagai Arbiter Tetap BAPMI juga kantor hukumnya-Lontoh & Patners-ditunjuk PT. Bank Permata Tbk sebagai kuasa hukumnya dalam gugatan arbitrase tersebut. Apapun alasannya, ketidakpatutan ini sejatinya mencerminkan ketidakseimbangan dan ketidaknetralan penanganan gugatan arbitrase PT. Bank Permata Tbk.

Demi eksistensi dan kredibilitas BAPMI di masa depan dan menghindarkan BAPMI dari “lompatan supranatural” kepentingan-kepentingan individual tertentu, mungkin saatnya dikaji penanganan gugatan arbitrase dilakukan melalui sidang terbuka. Harapannya jelas, agar kerja Majelis Arbiter dapat diawasi kredibilitasnya sekaligus wujud kontrol sosial masyarakat. Menjadi satu pandangan ke depan, idealnya juga strukur kerja BAPMI dilengkapi dengan Komisi Pengawas sehingga dapat mengawasi jalannya sidang-sidang arbitrase dan pengambilan keputusan oleh Majelis Arbitase.

Ferdinand Saragih
Pemerhati Hukum Bisnis dan Keuangan
0812-1043-6759
E-mail: [email protected]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA