Universitas Brawijaya Sudah Kaji Penggunaan Etanol pada BBM Sejak 1980an

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/bonfilio-mahendra-1'>BONFILIO MAHENDRA</a>
LAPORAN: BONFILIO MAHENDRA
  • Jumat, 17 Oktober 2025, 15:43 WIB
Universitas Brawijaya Sudah Kaji Penggunaan Etanol pada BBM Sejak 1980an
Suasana diskusi bertajuk “Menakar Satu Tahun Kemandirian Energi: Janji dan Realisasi Pemerintahan Prabowo–Gibran” yang digelar oleh Forum Wartawan Bisnis (FWB) di Malang, Jawa Timur, Kamis, 16 Oktober 2025. (Foto: Dok. FWB)
rmol news logo Universitas Brawijaya (UB) rupanya sudah memulai penelitian penggunaan etanol sebagai campuran bahan bakar minyak (BBM) sejak tahun 1980-an.

Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Brawijaya (UB), Prof. Wardana menjelaskan saat itu pihaknya bahkan mencampur etanol sebanyak 20-30 persen ke dalam BBM dan hasilnya teruji keamanannya sejak lama. 

Apalagi saat itu, penelitian juga sempat mendapat dukungan dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di bawah arahan B.J. Habibie.

“Kalau gasohol (gasoline alcohol) itu tahun 80-an, ya. Jadi waktu itu kita dapat dana besar dari dari Pak Habibie, lewat BBBT juga. Tujuannya untuk menguji etanol 20 persen yang dicampur ke bensin,” ujar Wardana dalam forum diskusi bertajuk “Menakar Satu Tahun Kemandirian Energi: Janji dan Realisasi Pemerintahan Prabowo–Gibran” yang digelar di Malang, Jawa Timur pada Kamis, 16 Oktober 2025.

Sayangnya, kata dia, program itu tidak berlanjut karena harga bahan bakar fosil di dalam negeri terlalu murah pada masa itu. 

“Sekarang kondisinya berbeda. Harga bahan bakar jadi mahal, dan kita sudah impor. Nah, idenya Pak Habibie waktu itu adalah mengganti bahan bakar dengan yang bersih, karena etanol itu bahan bakar yang bersih,” jelasnya.

Wardana juga mengungkapkan hasil riset terbaru di UB yang menunjukkan bahwa campuran etanol dalam bahan bakar justru meningkatkan efisiensi dan kualitas pembakaran mesin.

“Menurut hasil penelitian saya sekarang dengan mahasiswa S2, penambahan etanol justru meningkatkan kualitas bahan bakar. Jadi misalnya kita beli bahan bakar murah, lalu kita campur sendiri, kualitasnya bisa naik,” katanya.

Dari sisi kebijakan, pemerintah melalui Kementerian ESDM kini tengah menyiapkan mandatori E10 (etanol 10persen) untuk bensin dan B50 (biodiesel 50persen) untuk solar pada 2026.

Sementara itu, Dosen Fakultas Ilmu Administrasi UB, Andhyka Muttaqin menilai mandatori biofuel ini merupakan wujud nyata reformasi kebijakan energi.

“Sebenarnya kayak kebijakan LPG 3 Kg itu kan bagus, cuma kan harusnya ada tahapan. Kalau kebijakan itu perlu ada tahapan, jadi biar masyarakat nggak kaget dan pemerintah nggak diserang,” ujar Andhyka.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA