Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa BPS selama ini menjadi rujukan resmi pemerintah dalam menyajikan data ekonomi nasional.
“Ya kita selama ini menggunakan BPS kan ya. Jadi BPS tentunya menjelaskan mengenai datanya, metodologinya, sumber informasinya, kita tetap memercayai BPS,” kata Sri Mulyani di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu 6 Agustus 2025.
Menurutnya, BPS selalu mengedepankan metodologi dan integritas dalam penyajian data.
Saat ditanya apakah Presiden Prabowo Subianto menaruh perhatian khusus terhadap polemik data tersebut, Sri Mulyani kembali menegaskan bahwa semua indikator ekonomi yang menjadi rujukan pemerintah tetap bersumber dari BPS.
"Tidak. Ya kan kita lihat semua indikator berdasarkan BPS, Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) mengenai rumah tangga juga dari mereka. Jadi saya rasa BPS tetap berpegang kepada integritas pada datanya," kata Sri Mulyani.
Sebelumnya, sejumlah ekonom menyatakan keraguannya terhadap data pertumbuhan ekonomi kuartal II tahun ini, karena tidak adanya momen seasonal yang mendongkrak ekonomi di periode tersebut.
“Tidak ada momen Ramadan, tidak ada faktor musiman seperti tahun-tahun sebelumnya, tapi kenapa justru pertumbuhannya melonjak cukup tinggi? Ini yang harus dibedah lebih dalam, apakah ini anomali atau jangan-jangan ada praktik window dressing data,” kata Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF, Andry Satrio Nugroho.
Sementara itu Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menegaskan ketidakpercayaannya terhadap data BPS di tengah meningkatnya PHK, pertumbuhan industri pengolahan yang terbatas, serta konsumsi rumah tangga yang hanya tumbuh 4,97 persen, padahal menyumbang mencapai 50 persen dari PDB.
“Pertumbuhan ekonomi triwulan 2 2025 penuh kejanggalan dan tanda tanya publik. Saya tidak percaya dengan data yang disampaikan mewakili kondisi ekonomi yang sebenarnya,” kata Bhima.
BERITA TERKAIT: