Oleh karena itu, pernyataan yang menyebut putusan ini dapat diabaikan dengan merujuk pada dua putusan terdahulu, yakni Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 dan Nomor 55/PUU-XVII/2019, dinilai tidak tepat secara hukum.
Dalam pertimbangan putusan 135/2024, MK secara eksplisit menyatakan bahwa hanya tafsir keserentakan dalam putusan tersebut yang memiliki kekuatan hukum mengikat.
“Kalau logika bahwa putusan terdahulu bisa tetap digunakan, maka seharusnya syarat usia Capres-Cawapres itu adalah tetap 40 tahun," kata pakar Kepemiluan Titi Anggraini lewat akun X miliknya, Minggu 6 Juli 2026.
Titi juga menekankan bahwa publik sebelumnya diminta untuk menerima putusan MK 90/PUU-XXI/2023 meskipun lahir dari proses yang menuai banyak kontroversi.
Kini, hal yang sama dituntut dari para pembentuk undang-undang, yaitu mematuhi dan menindaklanjuti Putusan 135/2024 dengan mekanisme hukum yang sah dan konstitusional.
“Putusan MK 135/2024 adalah final dan mengikat. Mestinya, alih-alih terus bicara soal konstitusionalitas putusan, lebih baik pembentuk UU tunjukkan teladan hukum dan politik dengan segera menindaklanjuti Putusan MK melalui revisi UU Pemilu,” tegasnya.
Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 menghapus skema Pemilu Serentak dan membuka jalan bagi pelaksanaan Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal dalam dua siklus berbeda.
Dalam putusan tersebut, Pemilu Nasional yang meliputi Pemilihan Presiden, DPR RI, dan DPD RI akan tetap digelar pada tahun 2029.
Sementara itu, Pemilu Lokal yang mencakup Pilkada Provinsi dan Kabupaten/Kota serta Pemilihan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota akan dilaksanakan pada tahun 2031.
BERITA TERKAIT: