Anggota Komisi X DPR RI Bonnie Triyana mengatakan, proyek penulisan ulang sejarah Indonesia semestinya tidak melanggengkan budaya penyangkalan atas tindak kekerasan. Terutama kekerasan seksual pada kaum perempuan Tionghoa dalam kerusuhan rasial pada Mei 1998.
"Kalau semangat menulis sejarah untuk mempersatukan, mengapa cara berpikirnya parsial dengan mempersoalkan istilah massal atau tidak dalam kekerasan seksual tersebut," kata Bonnie kepada wartawan, Rabu 18 Juni 2025.
Padahal, kata Bonnie, berdasarkan laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), jelas menyebutkan ada lebih dari 50 korban perkosaan pada tragedy Mei 1998.
Ia menegaskan karya sejarah akan berguna untuk anak cucu bangsa, bukan hanya yang dipenuhi kisah-kisah kepahlawanan inspiratif saja.
Menurutnya, pengalaman kolektif yang pedih dalam sejarah masa lalu bangsa juga dapat menjadi pembelajaran. Tanpa menyangkal adanya tindak kekerasan rezim pemerintahan kala itu.
"Tanpa terkecuali untuk penyelenggara negara di masa kini dan masa depan," tutup Bonnie.
BERITA TERKAIT: