PUIC 2025

BKSAP DPR Dorong Aksi Nyata Perlindungan Minoritas Muslim

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/faisal-aristama-1'>FAISAL ARISTAMA</a>
LAPORAN: FAISAL ARISTAMA
  • Selasa, 13 Mei 2025, 21:43 WIB
BKSAP DPR Dorong Aksi Nyata Perlindungan Minoritas Muslim
Wakil Ketua BKSAP DPR RI, Muhammad Husein Fadlulloh, (kiri)/Ist
rmol news logo Parliamentary Union of the OIC Member States (PUIC) menjadi panggung penting bagi negara-negara anggota untuk menyerukan aksi konkret dalam perlindungan komunitas muslim minoritas di seluruh dunia.

Dalam sidang ke-19 PUIC di Gedung DPR, Jakarta, para delegasi membahas beragam resolusi menyangkut kondisi komunitas muslim di berbagai negara dengan fokus hak asasi manusia, diskriminasi struktural, hingga pentingnya lobi diplomatik untuk perlindungan jangka panjang.

Delegasi Indonesia menegaskan komitmen kemanusiaannya dalam menerima pengungsi Rohingya, meski tidak secara resmi ditugaskan oleh PBB. 

Indonesia sendiri menyerukan pentingnya konsensus antarnegara anggota PUIC guna mendorong solusi berkelanjutan bagi komunitas minoritas seperti Rohingya. 

Selain itu, Indonesia mengusulkan pembentukan komite khusus untuk memantau regulasi di negara-negara yang memiliki populasi muslim minoritas agar tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam dan hak asasi manusia.

"Pembentukan komite ini penting agar tidak lahir regulasi yang diskriminatif dan bertentangan dengan nilai-nilai Islam," ujar Wakil Ketua BKSAP DPR, Muhammad Husein Fadlulloh saat memimpin sidang pada Selasa, 13 Mei 2025. 

Delegasi Indonesia juga mendorong pemanfaatan kedekatan kultural dan posisi strategis negara-negara Islam seperti Arab Saudi untuk melakukan lobi-lobi diplomatik yang efektif.

Sementara itu, Delegasi Qatar menyampaikan perhatian terhadap minoritas muslim sebagai tanggung jawab moral seluruh umat Islam. Mereka mengusulkan pembentukan badan independen di bawah PUIC, alokasi pendanaan khusus untuk advokasi minoritas, serta penyusunan laporan tahunan guna memantau perkembangan isu secara konkret.

Usulan tersebut diperkuat dengan sikap delegasi Aljazair dengan menyoroti pelanggaran hak identitas budaya Islam yang terjadi di beberapa negara. Salah satunya larangan penggunaan nama Islami dan pembatasan terhadap jilbab dan makanan halal.

Aljazair mendorong pendekatan baru yang mempertimbangkan konteks geografis dan politik lokal.

Hal senada juga disampaikan delegasi dari Malaysia dan Nigeria. Malaysia menekankan pentingnya solidaritas politik dan penggunaan mekanisme hukum internasional untuk melindungi komunitas yang mengalami persekusi, seperti Rohingya.

Sementara Nigeria menegaskan, sidang PUIC ini harus diwujudkan dalam bentuk aksi nyata melawan diskriminasi sistemik terhadap muslim minoritas.

Dalam memimpin sidang, Fadlulloh turut didampingi Ravindra Airlangga dari fraksi Golkar serta anggota BKSAP lainnya seperti Sigit Purnomo dari fraksi PAN, Sohibul Iman dari fraksi PKS, dan Eva Monalisa dari fraksi PKB.

Sidang ke-19 ini istimewa karena bertepatan dengan peringatan 25 tahun berdirinya PUIC. Forum ini mengangkat tema “Good Governance and Strong Institutions as Pillar of Resilience dan dihadiri 38 dari 54 negara anggota. rmol news logo article
EDITOR: DIKI TRIANTO

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA