Sikap ini merupakan perlawanan pada pernyataan Komisioner KPUD Jakarta Timur, Timur Carlos Kartika Yudha yang mengancam sanksi pidana pada gerakan "Coblos Ketiga Paslon" pada Pilkada Jakarta 2024.
Gerakan kampanye itu dimulai dengan menggelar diskusi publik “Pilkada Coblos Semua, Boleh Kok!” di R. Gunawan Wiradi, Khanah Perjuangan Agraria, Jakarta Selatan, pada Jumat, 11 Oktober 2024.
Anak-anak muda dari berbagai organisasi tersebut membedah alasan fundamental, baik konstitusional maupun faktual, tentang pentingnya melakukan aksi coblos semua paslon.
Disampaikan Violla Reininda, pengajar Pusat Studi Hukum dan Konstitusi yang mewakili Gerakan Salam 4 Jari, dalam konstitusi Indonesia, tidak mewajibkan orang untuk memilih.
"Dengan demikian, tidak memilih, dan memilih adalah hak elektoral yang sama-sama dilindungi," ujar Violla.
Dia mengatakan, gerakan "Coblos Semua Paslon" justru mendorong orang-orang datang ke TPS menggunakan hak suara.
"Menariknya, aksi coblos semua paslon memenuhi keduanya, yakni datang ke Tempat Pemungutan Suara, memilih semua paslon, dan menghasilkan surat suara yang tidak sah," tuturnya.
Sementara itu, mewakili Urban Poor Consortium, Apriyandi mengabarkan bahwa 32 kampung di Jakarta yang tergabung dalam Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) tidak saja melakukan dan mengampanyekan coblos semua paslon.
Sikap warga miskin kota sudah berkembang dan membulat untuk menjadi oposisi usai Pilkada, selama 5 tahun mendatang, meskipun berat konsekuensinya.
"Jika rakyat miskin kota, yang marjinal dan selalu didulang suaranya saat Pilkada saja berani mempertaruhkan hidup dan matinya, mengapa kita yang resah tapi masih ragu-ragu untuk bersama-sama memperbesar kekuatan kita sebagai rakyat?" pungkasnya.
BERITA TERKAIT: