Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Komite I DPD Filep Wamafma saat memberikan pandangan pada rapat kerja pembahasan Tingkat I atas 26 (dua puluh enam) Rancangan Undang-Undang tentang Kabupaten/Kota yang telah dibahas secara tripartit antara DPR, DPD dan Pemerintah, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/6).
"Harapan kami, RUU ini haruslah memperhatikan ciri, potensi dan karakteristik masing-masing daerah," sebut Anggota DPD asal Papua Barat itu.
Pada rapat kerja tripartit ini, Komite I DPD memberikan lima pandangan, diantaranya bahwa perubahan nama daerah (kabupaten/kota) harus dilakukan secara hati-hati dengan mengacu kepada undang-undang provinsi yang menjadi induknya untuk menghindarkan konflik antar undang-undang.
Selain itu, juga mengantisipasi terjadinya perubahan dokumen kependudukan, bukti kepemilikan, perizinan dan administrasi kependudukan lainnya yang dapat menyulitkan masyarakat di daerah.
Selanjutnya pada forum ini, Komite I DPD juga berpandangan bahwa dengan adanya kebijakan hukum dari pembentuk undang-undang untuk memungkinkan adanya pembedaan antara “tanggal pembentukan resmi” dengan “hari jadi kabupaten/kota”.
“Maka hal ini memerlukan kesepahaman yang kuat antara kabupaten/kota dengan DPR, DPD dan Pemerintah sehingga tidak menimbulkan mispersepsi di kemudian hari,” ujarnya
Filep melanjutkan, Komite I DPD melihat bahwa teknis cakupan atau batas wilayah kabupaten/kota beserta titik koordinat seharusnya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah dan tidak melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri.
“Mengingat terdapat teritori kabupaten/kota yang berbatasan langsung dengan negara lain, sehingga memerlukan pengaturan yang lebih kuat dalam perundang-undangan yang lebih tinggi dari Peraturan Menteri,” ucap Filep.
Komite I DPD juga berpandangan bahwa daerah harus diberikan ruang keleluasaan untuk mengatur lebih lanjut karakteristik wilayah sesuai dengan kearifan lokal yang hidup melalui peraturan daerahnya masing-masing.
“DPD RI mendukung 26 RUU tentang Pembentukan Kabupaten/Kota ini untuk disepakati bersama dan disahkan menjadi undang-undang,” tutur Filep
Sebelumnya, Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung saat membuka rapat kerja mengungkapkan, bahwa tujuan dari adanya pembentukan 26 RUU tentang Kabupaten/Kota ini dapat memperbaiki dan memperbarui regulasi terkait pembentukan daerah, sehingga dapat menghindari konflik hukum dan administrasi yang mungkin timbul akibat dasar hukum yang tidak relevan dengan kondisi saat ini.
"Pembentukan RUU ini sebagai jawaban dan langkah responsif terhadap perubahan dan perkembangan yang ada," ucap Ahmad Doli Kurnia membuka saat membuka rapat kerja tersebut.
Senada dengan itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian memberikan pendapat akhir terkait materi muatan terhadap 26 RUU tentang Kabupaten/Kota, pemerintah percaya bahwa inisiatif yang telah DPR RI ambil akan memperkuat otonomi daerah ke depannya.
"Atas nama pemerintah kami setuju dan sepakat untuk dilanjutkan ke tahap berikutnya," ujar Mendagri Tito Karnavian.
Filep menambahkan, Undang-Undang ini selain harus mengakomodir kearifan lokal di tiap-tiap kabupaten/kota dan pada saat yang sama mendukung pelaksanaan good governance yang akan mendorong pembangunan dan pemerintahan secara lebih merata, berkeadilan sesuai dengan tujuan negara yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
“DPD RI berharap upaya yang telah dilakukan dalam melaksanakan amanat rakyat daerah dan konstitusi ini bermanfaat untuk kemajuan daerah dan bangsa Indonesia khususnya dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan,” pungkas Filep.
BERITA TERKAIT: